Pertama, perlu adanya kajian ilmiah tentang kedua pengajaran (hypnoteaching dan aktivasi otak tengah) terutama aktivasi otak tengah.
Pembahasan: Perbedaan definisi dan fungsi otak tengah berdasarkan lembaga training aktivasi otak tengah dan buku referensi ilmiah. Definisi otak tengah adalah jembatan untuk menghubungkan otak kiri dan kanan. (lembaga training aktivasi otak tengah). otak tengah disebut juga mesencephalon adalah bagian otak yang terletak di antara forebrain dan hindbrain. Atau terletak antara otak depan (besar) dengan otak belakang, terdiri dari tektum dan cerebral peduncle (buku referensi). Fungsi otak tengah berfungsi sebagai penyeimbang otak kanan atau kiri (lembaga training aktivasi otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam pergerakan bola mata, lensa mata, diameter pupil, saraf visual serta gerak motorik (buku referensi). Perbedaan dua definisi dan fungsi dalam tabel di atas menunjukkan bahwa pelopor aktivasi otak tengah menggunakan cara yang tidak tepat dalam menggunakan istilah biologi, karena sampai saat ini ilmu biologi maupun istilah biologi menurut buku referensi dan jurnal ilmiah, belum ada perubahan. Otak tengah bukan otak penghubung antara otak kiri dan kanan. Penghubung antara otak kiri dan kanan adalah corpus callosum. Kesalahan fatal ini membuktikan bahwa secara anatomi, para praktisi otak tengah bahkan secara serampangan menghubungkan otak tengah dengan otak kiri-kanan. Otak tengah jelas berhubungan dengan fungsi visual, tetapi dengan gegabah dihubungkan bahwa metode menutup mata akan mengaktifkan otak tengah merupakan kesimpulan harus diteliti lebih lanjut. Penelitian internasional juga membuktikan bahwa otak tengah mempunyai peranan dalam penyusunan memori yang baru bersama dengan organ hipokampus yang dirangsang oleh kadar dopamin otak. Dengan demikian, pembelajaran melibatkan bukan hanya bagian otak tertentu saja, tetapi juga melibatkan hampir sebagian besar otak. Metode otak tengah masih mentah, bahkan terlalu mentah untuk dijadika sebagai teori dan diajarkan kepada umum. Belum dijumpai artikel ilmiah sains yang diakui secara internasional yang membahas tentang hal ini. Ada artikel tentang aktivitas (bukan aktivasi) otak tengah dalam hubungannya dengan organ hipokampus dan kadar dopamin di midbrain melalui pembentukan memori baru.
Sedangkan pembelajaran hypnoteaching meskipun sudah adanya defenisi secara teori, kekurangan dan kelebihan hypnoteaching, langkah-langkah pembelajaran hypnoteaching. Namun perlu dikaji ulang mengenai pendekatan, model pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan lainnya karena pembelajaran bukanlah hal yang instan. Dalam pembelajaran dibutuhkan metode dan proses yang berkelanjutan seta kualitas hasil yang jelas.
Kedua, dibutuhkan pemahaman kepada orang tua dan masyarakat bahwa kecerdasan tidak intelektual semata, akan tetapi ada kecerdasan-kecerdasan yang lain.
Pembahasan : Apresiasi masyarakat terhadap tingkat kecerdasan bervariatif. Parameter kecerdasan seringkali hanya diukur dari kemampuan seorang anak apabila menguasai pelajaran-pelajaran ilmu exact seperti matematika dan fisika. Seorang orang tua memuji anaknya cerdas atau pintar apabila mengusai dua pelajaran tersebut. Bahkan, mereka bangga apabila anak-anaknya menjurai olimpiade atau lomba-lomba terkait dua maple tersebut. Tapi adakah orang tua memuji atau mengaprasiasi anak-anaknya memiliki kecerdasan musical, verbal, atau intuitive? Ataukah orang tua yang memuji anaknya apabila mereka hobbi melukis? Pujian itu ada, tetapi tentunya tidak seheboh apabila anak menjuarai fisika.
Soal apresiasi ini, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional sepertinya diskriminasi. Pemerintah lebih mengapresiasi bila pelajar menjurai olimpiade fisika dibanding menjuari olimpiade seni. Bahkan, untuk olimpiade fisika ini, Kemendiknas ada dana tersendiri dan beasiswa khusus bagi para pemenangnya. Adakah beasiswa khusus untuk pemenang olimpiade tari atau budaya?
Tentu saja kebijakan pemerintah itu seperti ironi. Karena di satu sisi, kini pemerintah tengah menggalakkan Pendidikan Karakter yang dalam proses pendidikannya cenderung mengandalkan kemampuan otak kanan disbanding otak kiri. Seharunyalah, pemerintah harus memberikan apresiasi lebih pada pelajar yang memiliki kemampuan otak kanan.
Daniel Goleman mengatakan keberhasilan individu di masyarakat tidak ditentukan oleh IQ. IQ untuk nalar kecerdasan akademik atau kognitif penting. Tetapi ternyata IQ kontribusi 10 sampai 20 persen terhadap keberhasilan individu itu sendiri di masyarakat. Sekitar 80 persen lebih ditentukan oleh kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosi terkait akhlak. Seorang yang cerdas emosi, dia selalu mengontrol tindakannya sejajar dengan prinsip-prinsip moral. Itu adalah kunci seseorang berhasil di masyarakat. Penulis yakin seseorang dengan IQ bagus tapi dia mudah terbawa emosi dan suka marah-marah, pada akhirnya karirnya tidak sukses.
Seseorang yang tidak mudah terbawa emosi dipastikan karakternya bagus. Dengan demikian, dia merupakan sumber daya manusia yang bagus. Banyak negarawan tahu untuk membangun nagara dimulai dari SDM. Pembangunan SDM yang penting adalah karakternya.
Ketiga, setuju dengan pernyataan penulis bahwa pemenang olimpiade matematika merupakan produk penyiapan yang terprogram dari sekolah.
Pembahasan : Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu. Belajar dapat dipandang bagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui pengalaman. Menurut Sudjana dalam Rusman (2010) Belajar juga merupakan melihat, mengamati, dan memahami. Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu guru dan siswa. Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku siswa adalah belajar. Perilaku mengajar dan perilaku belajar tersebut terkait dengan bahan pembelajaran. Bahan pembelajaran dapat berupa pengetahuan, nilai-nilai kesusilaan, seni, agama, sikap, dan keterampilan. Hubungan antara guru, siswa, dan bahan ajar bersifat dinamis dan kompleks. Untuk keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran terdapat beberapa komponen yang menunjang yaitu komponen tujuan, komponen materi, komponen strategi belajar mengajar, dan komponen evaluasi. Masing-masing komponen tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Pembelajaran merupakan suatu system, yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu sama lain. Komponen tersebut meliputi tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan model-model pembelajaran apa yang digunakan dalam kegiatan dalam kegiatan pembelajaran. Tidak halnya dengan Hypnoteaching dan aktivasi otak tengah yang belum atau tidak ada pendekatan-pendekatan ataupun model-model dalam pembelajaran, dan ketidakjelasan dalam mengevaluasi dari kedua program tersebut.
Keempat, perlu adanya peningkatan kinerja sekolah sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat.
Pembahasan : Reeves dalam Lie (2010) mengusulkan sebuah konsep pemetaan kondisi dan posisi sekolah dengan menggunakan empat kuadran. Sumbu mendatar menunjukkan strategi dan tindakan penentu hasil yang sengaja dipilih dan dilakukan sekolah, sedangkan sumbu tegak memperlihatkan tingkat pencapaina hasilnya.
Tabel Strategi dan Tindakan Penentu Hasil
Beruntung Sekolah masih cukup sering memperoleh hasil baik, walau tanpa memiliki strategi dan tanpa melakukan tindakan efektif yang terencana. Kemungkinan sekolah mengulang keberhasilan semakin kecil |
Memimpin Sekolah mengalami tingkat pencapaian hasil yang tinggi serta memiliki pemahaman yang tinggi pula atas pentingnya strategi dan tindakan penentu hasil yang efektif. Kemungkina sekolah mengulang keberhasilan besar |
Kalah Sekolah mengalami tingkat pencapaian keberhasilan yang rendah. Pemahaman sekolah atas pentingnya strategi dan tindakan penentu hasil juga rendah. Kegagalan demi kegagalan sering dialami oleh sekolah |
Belajar Walau tingkat pencapaian keberhasilan belum optimal, namun tingkat pemahaman sekolah atas pentingnya strategi dan tindakan penentu hasil tinggi. Kemungkinan sekolah mengulang keberhasilan besar |
-1.0 -0.5 0.0 | 0.0 0.5 1.0 |
Umumnya kita lebih terbiasa mengukur tingkat pencapaian hasil (sumbu vertikal) tetapi sangat jarang mengukur tingkat efektivitas strategi dan tindakan penentu hasil (sumbu horizontal). Tingkat keberhasilan yang diukurpun seringkali hanya bersifat popular di masyarakat, seperti prosentase kelulusan murid dalam Ujian Nasional, jumlah calon murid baru yang mendaftar, peringkat akreditasi sekolah, keberhasilan para murid dalam olimpiade matematika dan sains, jumlah dan ragam kejuaraan yang pialanya berhasil direbut para murid sekolah dan penambahan sarana dan prasarana.
Sedangkan pencapaian mutu yang justru mempunyai bobot edukasi masih jarang dievaluasi, seperti misalnya berapa banyak murid yang tadinya tertinggal dalam pelajaran sekarang menyukai belajar dan mulai mampu menyamai prestasi teman-temannya yang lain, berapa banyak murid yang mengalami perubahan perilaku, berapa banyak murid yang terinspirasi untuk menjadi ilmuwan, wirausahawan atau agen perubahan sosial ketika mempelajari sebuah topic pembelajaran, berapa banyak murid yang mampu berikir kreatif dan inovatif serta mengalami perkembangan signifikan dalam kecakapan memecahkan masalah.
Sekolah-sekolah yang tampak baik, acapkali dijumpai berada pada kuadran pertama beruntung (lucky). Sekolah-sekolah ini masih cukup sering memperoleh keberhasilan namun sebenarnya kesadaran dan pemahaman atas pentingnya strategi dan rencana tindakan penentu hasil yang efektif masih relative rendah dan belum membudaya. Sekolah-sekolah ini masih diuntungkan karena memperoleh siswa baru (intake) yang sangat berkualitas dengan orang tua berstatus sosial ekonomi menengah atas yang mampu memberi kesempatan anak-anaknya untuk les macam-macam di luar jam sekolah. Tanpa strategi atau tindakan tertentu yang dirancang secara bersengaja, sekolah sudah tampak berhasil dengan siswa-siswa yang sangat berprestasi dalam berbagai bidang.
Menurut Moedjiarto (2002) ada tiga tipe sekolah unggul (terbaik). Tipe pertama adalah inputnya unggul meskipun proses belajar mengajarnya tidak luar biasa, lulusannya tetap bermutu tinggi. Tipe kedua adalah fasilitas unggul (serba mewah), uang sekolah mahal, gurunya pilihan (kabanyakan melihatkan guru-guru dari manca Negara), rasio guru:murid sangat baik (kelas kecil) maka sekolah tersebut dapat melayani dengan mutu internasional. Tipe ketiga adalah sekolah yang mampu memproses siswa bermutu rendah (input rendah) menjadi lulusan yang bermutu tinggi (output tinggi) maka sekolah tersebut akan efektif.
Kelima, keterlibatan orang tua dalam prestasi pendidikan anaknya lebih utama dibanding dengan lembaga pendidikan.
Pembahasan : Siswa yang berprestasi dan berhasil lulus pendidikan dengan hasil yang baik selalu memiliki orang tua yang selalu bersikap mendukung proses pendidikan yang anak jalani. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua agar anak-anaknya berprestasi dalam menempuh pendidikan yaitu dukungan lahir dan batin dari orang tua, bekerja sama dengan guru atau wali kelas, sediakan waktu untuk anak, perhatikan kegiatan belajar di rumah, ajarkan rasa tanggung jawab, belajar disiplin, kesehatan, dan menjadi teman terbaik.
Sebagai orang tua dapat menghindari banyak problem dan kekhawatiran atas pendidikan anak dengan mengingat bahwa kerja sama yang sukses dibangun di atas komunikasi yang baik. Kerja sama yang baik dengan para guru atau wali kelas di sekolah juga dapat melindungi anak untuk mendapat pendidikan yang layak di sekolah.
Keenam, para guru perlu membuat variasi pembelajaran yang lebih menekankan pada inovatif, kreatif, kepekaan sosial dan problem solvingyang lebih memperhatikan pada kemampuan siswa.
Pembahasan : Menurut Rogers (dalam Palmer, 2003) dalam proses pendidikan dibutuhkan rasa hormat yang positif, empati, dan suasana yang harmonis/tulus, untuk mencapai perkembangan yang sehat sehingga tercapai aktualisasi diri
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka perilaku mengajar yang humanis, adalah tindakan guru baik bahasa verbal dan non verbal yang menghargai kapasitas siswa dan memperlakukan siswa dengan rasa hormat dan empati sesuai karakteristik masing-masing.
Carl Rogers menyatakan pentingnya penerimaan tanpa syarat, penghargaan dan hubungan yang nyaman antara terapis dan klien, hubungan dialogis yang memberdayakan klien untuk mencapai aktualisasi diri siswa (dalam Palmer, 2003). Implikasi ajaran tersebut dalam bidang pendidikan adalah perlunya perilaku guru yang menerima siswa sesuai potensinya, menciptakan hubungan yang saling percaya dan nyaman, hubungan dialogis yang memberdayakan siswa untuk mencapai aktualisasi diri. Pengajaran yang baik adalah “proses yang mengundang siswa untuk melihat dirinya sebagai orang yang mampu, bernilai, dan mengarahkan diri sendiri, dan pemberian semangat kepada mereka untuk berbuat sesuai dengan persepsi dirinya tersebut” (Purkey & Novak, dalam Eggen & Kauchak, 1997).
Selain itu, dibuuthkan pendekatan pengajaran yang humanis dengan mengakui, menghargai dan menerima siswa apa adanya, tidak membodoh-bodohkan siswa, terbuka menerima pendapat dan pandangan siswa tanpa menilai atau mencela, terbuka untuk komunikasi dengan siswa, dan tidak hanya menghargai potensi akademik, memberi keamanan psikologis, memberi pengalaman sukses kepada siswa; untuk aktivitas-aktivitas kreatif guru tidak banyak memberikan aturan, menceritakan pengalaman, menulis cerita, menghargai usaha, imaginasi, fantasi dan inovasi siswa, stimulasi banyak buku bacaan, dan memberikan aktivitas brainstorming.
Ketujuh, perubahan bukanlah proses instan karena banyak faktor yang mempengaruhi dalam belajar dan pengajaran merupakan sebuah sistem
Pembahasan : Dalam psikologi pendidikan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor dari luar dan dalam. Faktor dari luar dibagi menjadi faktor non sosial dan social. Faktor dari dalam dibagi menjadi faktor fisiologis dan psikologis. Terkait dengang multiple intelegensi siswa terhadap faktor tersebut menunjukkan bahwa keberhasilan belajar siswa banyak dipengaruhi oleh banyak proses. Mustakhil, jika multiple intelegensi yang dimiliki siswa diperoleh secara instan. Dengan pengajaran hypnoteaching dan aktivasi otak tengah menunjukkan bahwa tidak memperhatikan pada psikologi pendidikan, bahwa keberhasilan dalam belajar banyak faktornya. Multiple intelegensi juga didukung lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah. Secara psikologi pendidikan bahwa intelegensi itu diperoleh dengan tes yang terukur dengan kriteria tertentu seperti kredibilitas, validitas, dan tingkat kesukaran. Namun, kedua pengajaran tersebut tidak adanya kejelasan dalam penilaian keberhasilan pengajaran. Apalagi system pengajaran kedua system dari aspek rencana, penataan intensional orang, material, prosedur, saling ketergatungan (interdependent) dan tujuannya tidak jelas.
Daftar pustaka:
Anneahira. 2010. Pendidikan yang Baik untuk Anak. 2010.www.anneahira.com/pendidikan-untuk-anak.htm
Dauehard. 2011. Pembelajaran Hypnoteaching. www.davehard.worpress.com/pembelajran-hypnoteaching.
Enggen, P dan Kauckak, D. 1997. Educational Psychology Windows on Classroom third Edition. New Jersey : Prentice-hall.inc
Estiningsih, Dwi. 2011. Kajian Ilmiah Metode Aktivasi Otak Tengah.www.pondokibu.com/parenting/pendidikan-psikologi anak/kajian-ilmiah-membantah-metode-aktivasi-otak-tengah/ didownload pada tanggal 2 Mei 2011.
Hartono. 2011. Aktivasi Otak Tengah. www.otaktangah.com/pengaktifan-otak-tangah/aktivasi-otak-tangah. didownload pada tanggal 1 Mei 2011.
Hamalik, Oemar. 2008.Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta:Bumi Aksara.
Lie, Anita. 2011. Membincangkan Posisi Sekolah Berdasar Konsep Pemetaan. Jakarta:Tacher Guide.
Palmer, J.A (editor). 2003.50 Pemikir Pendidikan dari Piaget Sampai Masa Sekarang (terjemahan : Farid Assifa). Yogyakarta : Penerbit Jendela.
Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Grafindo Persada.
Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Jakarta: Grafindo Persada.
Zuchdi, Darmiyati. 2009. Humanisme Pendidikan Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara.