Pesimis adalah memandang diri sendiri lemah, tidak mempunyai kemampuan, melihat sesuatu dalam dirinya itu hitam. Baginya, diri sendiri adalah bunga yang penuh duri. Orang pesimis itu selalu berwajah muram, dadanya sempit, tidak mempunyai mimpi, harapan, asa, jalan keluar, dan tidak pula memiliki jalan kemudahan.
Pesimis muncul karena ketidakpercayaan diri atau minder yang melekat pada sesorang. Tuhan menciptakan sesuatu tidak ada yang sia-sia/ mubadir. Pasti memiliki kemanfaatan termasuk dalam diri manusia, bahwa sesungguhnya memiliki beragam potensi yang mungkin manusia sendiri tidak/ belum mengetahuinya.
Ini hanyalah sebuah cerita, bukan bermaksud untuk menyombongkan diri…na udu billahi min dalik. Cerita ini terjadi pada awal tahun 2002. Ketika itu, ada try out yang diselenggarakan di gedung serba guna, Pemalang Oleh IMPP (Ikatan Mahasiswa Pelajar Pemalang). Saya mengikuti try out tersebut meskipun saya termasuk kakak kelas satu level dengan peserta lain. Hanya bermodal niat yang kuat dan belajar yang sungguh-sungguh tanpa mengikuti lembaga bimbingan, mengingat keterbatasan dana. Saya juga berburu soal dengan membeli buku-buku soal ujian masuk Perguruan Tinggi. Selain itu, saya juga bertanya-tanya pada orang yang sudah diterima di Perguruan Tinggi untuk mengetahui trik-trik masuk di Perguruan Tinggi.
Pesimis yang saya rasakan pada saat itu adalah saya memiliki nama samaran yang pada LJK adalah sen seiya. Karena saya merasa tidak percaya diri dengan keadaan saya. Bahwa saya merasa adalah kakak kelas mereka, merasa lebih tua, merasa diriku adalah bukan bagian dari mereka. Bahkan dari hasil try out tersebut adalah saya termasuk peringkat kedua dari yang terbaik di antara peserta. Saya tidak berani memberanikan diri untuk maju ke depan untuk menerima hadiah dari panitia. Meskipun nama samara saya sen seiya beberapa kali disebut. Akhirnya saya merelakan hadiah tersebut.
Optimislah!
Manusia, ketika dihadapkan pada hal-hal sulit atau menemukan sebuah tantangan besar, maka ada dua pilihan yang harus dia ambil salah: maju menabrak dan menjawab tantangan tersebut atau mundur tanpa melakukan apa-apa. Jika dia memilih maju, maka ada dua kemungkinan yang bisa diraih, berhasil atau gagal. Tapi, jika dia memilih diam tanpa ada usaha dan tindakan nyata, maka kemungkinannya hanya satu, yaitu gagal. Dari ini, maka diperlukan pemupukan sikap optimis dalam menghadapi setiap tantangan dan membuang jauh-jauh sikap pesimis.
Melihat cerita di atas, optimis dalam diri saya sangat kecil. Padahal, saya memiliki kemampuan dengan hasil terbaik kedua dari peserta yang ada. Ketika dihadapkan dengan masalah tersebut saya lebih memilih maju dan meraih keberhasilan. Akan tetapi, ketika dihadapkan pada presentasi lebih memilih mundur.
Optimis merupakan keyakinan diri dan merupakan salah satu sifat yang sangat ditekankan dalam Islam. Dengan sifat optimis seseorang akan bersemangat dalam menjalani hidup ini untuk menjadi lebih baik. Allah melarang dan tidak menyukai orang yang bersikap lemah dan pesimistis baik dalam bertindak, berusaha, maupun berpikir. Dalam al-Qur’an Allah berfirman (artinya): “Janganlah kalian bersikap lemah, dan janganlah (pula) bersedih hati, padahal kalianlah orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kalian beriman.” (QS Ali Imran [3]: 139). Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda, ”Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada mukmin yang lemah,…” (HR an-Nasai dan al-Baihaqi)
Optimis berarti berusaha semaksimal mungkin dalam mencapai target atau standar ideal. Adanya standar ideal dan visi-misi yang jelas bisa menjadi tolok ukur dan memperjelas arah tujuan kita, agar hidup tidak sekadar mengalir begitu saja. Dengan begitu kita bisa mengetahui di manakah posisi kita dalam standar tersebut, sehingga bisa terpacu untuk menjadi lebih baik.
Ada beberapa nilai dari cerita di atas. Pertama, bahwa pesimis itu adalah perbuatan yang membunuh kepercayaan diri untuk bertindak. Pesimis akan menghambat seseorang dalam mewujudkan impiannya. Kedua, optimislah dan yakinlah bahwa Tuhan menciptakan sesuatu pasti ada manfaatnya. Tidak ada suatu ciptaanNya yang sia-sia dalam diri manusia sehingga manusia harus mengoptimalkan potensi tersebut. Ketiga, optimis itu sebagai wujud bentuk keimanan seseorang untuk menghadirkan Tuhannya dalam segala keadaan, sedangkan pesimis sebagai wujud rapuhnya keimanan seseorang karena merasa kehilangan kekuatanNya.
Penulis : Agung Kuswantoro, S.Pd
Pekerjaan : Pengajar Pendidikan Administrasi Perkantoran FE Unnes.