materi humas
Sujud Sahwi 1 Syawal 1432 H
07 Sep 2011 Tinggalkan komentar
idak jarang saat kita dalam melaksanakan sholat dan sudah selesai salam, timbul rasa keraguan dalam hati kita. Keraguan tersebut berupa lupa jumlah raka`at yang telah dikerjakan (tertambah atau terkurangi), lupa tasyahhud awal dan qunut serta ragu saat sholat sedang berada di raka`at keberapa dan lainnya. Apabila hal ini terjadi pada kita, maka disunahkan untuk sujud sahwi.
Melihat kondisi saat sidang Isbat penetapan 1 Syawal 1432 H pada tanggal 29 Agustus 2011 jam 19.00 sampai 20.45 WIB, saya sebagai orang awam merasa bingung dengan keadaan tersebut. Saya hanyalah umat yang tidak mengerti akan Rukyatul Hilal dan Hisab. Kebingungan saya rasakan adalah waktu yang biasanya hasil sidang Isbat dibutuhkan antara 20 sampai 30 menit. Namun, pada tahun ini membutuhkan waktu 90 menit. Padahal keadaan saat itu, para muslimin selesai menunaikan sholat Isa pukul 19.20 WIB, setelah itu hanya menunggu keputusan Isbat. Membayangkan juga bagaimana nasib Saudara muslim di Indonesia Timur, hanya menunggu keputusan hasil Isbat. Jika itu diibaratkan dalam solat, saya akan melakukan sujud sahwi karena kebingungan saya terhadap keadaan tersebut.
Sidang yang dihadiri oleh ahli Rukyah dan Hisab seharusnya dapat memberi keputusan secara efektif dan efesien. Efektif artinya keputusan tersebut sangat dinanti bagi umat, sedangkan efesien artinya dalam membuat keputusan membutuhkan sumber berupa waktu, tenaga, dan pikiran yang cermat. Kondisi sidang pada saat itu, menurut penulis tidak efesien karena keputusan tersebut membutuhkan waktu yang lama.
Penulis, tidak mempersoalkan perbedaan kapan penentuan 1 Syawal. Namun, jika melihat jalannya sidang terasa sedih, dengan hujan pendapat para ahli. Bahkan ada yang merasa tersinggung salah satu ormas dengan tidak disebutkan oleh Pak Menteri. Pendapat yang sangat miris adalah disebutkan bahwa penanggalan di kalender yang berbeda dengan keputusan Pemerintah sehingga menimbulkan kegaduhan di masyarakat. karena ada banyak almanak 1 Syawal itu hari Selasa. Setelah ditelusuri ada kesalahan berpedoman pada SKB (Surat Keputusan Bersama) 3 menteri tentang hari Libur Nasional dan Cuti Bersama,
Penanggalan yang baru kali ini rasanya terjadi, tanggal libur dari pemerintah, dan dianulir hanya H-1, tentu membawa dampak sosial dan ekonomi yang besar. Seperti dikutip di PRLM, Purwakarta. Ibu-ibu merasa dirugikan Pemerintah karena sudah membuat masakan lebaran. Akibatnya terancam basi. Hal lain terjadi juga pada Pedagang yang menutup tokonya pada hari Selasa, karena menganggapnya lebaran, akan tetapi dengan diundurnya lebaran, maka dia merasa dirugikan karena telah menutup tokonya yang pada hari itu sangat dibutuhkan masyarakat.
Ada beberapa catatan untuk pemerintah dalam penetapan 1 Syawal untuk tahun berikutnya. Pertama, perlu adanya ukhuwah yang kokoh antara umaro dan ulama demi kemaslahatan Umat. Umat tidak membutuhkan kajian ilmiah dengan detail, yang dibutuhkan ketegasan dan kejelasan dari Pemerintah dan keharmonisan umat. Menurut Tabayyun ukhuwah adalah “ikatan jiwa yang melahirkan perasaan kasih sayang, cinta, dan penghormatan yang mendalam terhadap setiap orang, di mana keterpautan jiwa itu ditautkan oleh ikatan akidah Islam, iman dan takwa”. Sehingga persaudaraan yang tulus akan melahirkan rasa kasih sayang yang mendalam pada jiwa setiap muslim dan mendatangkan dampak positif, seperti saling menolong, mengutamakan orang lain, ramah, dan mudah untuk saling memaafkan.
Kedua, perlu adanya perlindungan bagi ormas-ormas tertentu, sebagimana termaktub dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu” Hal ini terbukti, perwakilan Muhammadiyah meminta perlindungan bagi pengikutnya yang akan melaksanakan solah Ied. Di mana, seharusnya itu adalah kewajiban pemerintah terhadap warganya.
Ketiga, perlu ada penertiban bagi orang yang melakukan rukyat dan hisab di daerah. Dengan adanya penafian tiga orang yang telah melihat hilal di Jepara dan Cakung. Artinya, pemerintah tidak semata-mata menafikan hal tersebut karena pemahaman awam saya, jika mereka telah disumpah dan mereka juga masuk dalam tim isbat pemerintah, satu orang saja yang melihat hilal adalah penguat bahwa bulan syawal sudah masuk.
Alangkah indahnya jika umat Islam di Indonesia yang beragam dan terunik di dunia ini menjadi kokoh dan harmonis dalam menyikapi penentuan 1 syawal. Perbedaan pendapat akan menjadi rahmat, jika bernilai manfaat, namun akan menjadi laknat, jika bernilai maksiat. Semoga kejadian penetapan 1 Syawal 1432 H tahun ini yang penuh dengan keresahan masyarakat, tidak terjadi pada tahun-tahun berikutnya dan mendewasakan umat dalam menyikapi perbedaan pendapat. Amin
Penulis : Agung Kuswantoro, S.Pd
Mantan Aktivis Forum Studi Islam Unnes