Refleksi Pelaksanaan Solat Idul Adha

Oleh Agung Kuswantoro, S,Pd dimuat di Koran Radar

Ahad,tanggal 6 November 2011 yang bertepatan dengan 10 Dulhizzah 1432 atau hari raya Idul Adha. Pukul 06.00 para jemaah bergegas menuju Masjid Agung Pemalang. Saat itu, di masjid Agung Pemalang sedang diadakan solah Idul Adha. Rasa bangga ditunjukkan oleh Bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak dengan mulut yang selalu bertakbir, kaki melangkah dengan cepat, bau wangian yang harum, dan berpakain yang santun dan terindah bagi mereka.

Pukul 06.15 sebagain jamaah sudah berdatangan di masjid. Terlihat panitia sedang menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan mulai dari tempat solat untuk jamaah laki-laki dan wanita, merapikan masjid, menata kotak amal, menyiapkan balon sebagai pertanda rombongan khotib dan iman telah tiba, dan persiapan lainnya.

Pukul 06.30 sempat panitia menginformasikan mengenai hasil perolehan hewan kurban, mengingatkan jamaah untuk menghadap ke masjid, dan mengingatkan jamaah pria untuk maju ke depan solatnya yang ada di belakang wanita. Pada waktu itu juga sebagain jamaah merasa gundah dengan semakin siangnya, akan tetapi belum dimulainya solat. Terdengar pula suara dari tempat lain yang menyelenggarakan solat Idul Adha yang sedang khotbah.

Tepat pukul 06.45 terlihat rombongan Pejabat dam Imam masjid datang pertanda akan dilaksanakan solat Id. Setelah beberapa menit, panitia menginformasikan bahwa solat akan dimulai pukul 06.50, artinya para jamaah bersabar dan mengingatkan jamaah untuk senantiasa mendengarkan khotbah stelah selesai solat. Di saat itu, terdengar pula suara khotbah dari tempat lain yang hampir selesai khotbah pertama. Tepat

Pukul 06.50 suara iqomah berkumadang, pertanda pelaksanaan solat sudah dimulai. Setelah solat, suara dari tempat lain terdengar pelaksanaan khotbah selesai, justru di masjid Agung baru akan mulai solat.

Dari kejadian tersebut, penulis berpikir bahwa dengan terdengarnya tempat lain yang sedang berkhutbah dan di masjid Agung belum dimulai artinya, ada kedekatan tempat yang masing-masing berbeda dalam masuk solatnya.

Matahari di alam semesta hanya satu. Melihat keadaan tersebut menjadi bias rasanya jika ada perbedaan masuk solatnya dalam tempat yang berdekatan. Bukankah ketika Imsak dan Futur di bulan Romadon baik satu tempat di kedua tempat itu sama? Mengapa ketika masuk solat Idul Adha berbeda? Bahkan tidak hanya pada satu tempat saja, ditempat lain juga sudah selesai. Hal ini ditunjukkan ketika penulis pulang dari masjid pada pukul 07.30, ada beberapa tempat lain yang sedang mempersiapkan selamatan/ syukuran dan persiapan penyembelihan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa telah selesai solat dalam waktu yang tidak lama.

Perlu Adanya Sinergi ulama dan Umaro

Melihat kondisi yang berbeda pelaksanaan dalam satu daerah. Maka perlu adanya sinergi antara ulama dan umara dalam lapangan. Ada dua langkah dalam mengatasi permasalahan tersebut. Pertama, perlu adanya pemahaman tentang waktu awal pelaksanaan solaat Id. Penulis belumlah mahir dalam memahami agama. Akan tetapi, berusaha memahaminya. Berdasarkan ilmu dari beberapa sumber bahwa menurut mayoritas ulama-ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Hambali, waktu shalat Id dimulai dari matahari setinggi tombak sampai waktu zawal (matahari bergeser ke barat). Ibnul Qayyim mengatakan, Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa mengakhirkan shalat Idul Fitri dan mempercepat pelaksanaan shalat Idul Adha. Ibnu Umar yang sangat dikenal mencontoh ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah keluar menuju lapangan kecuali hingga matahari meninggi.

Kedua, kerja sama antar Ulama dan Umaro. Ulama dan Umara adalah pasangan pemuka masyarakat yang utama. Ulama, kosakata bahasa Arab, bentuk jamak dari kata alim. Artinya orang yang berpengetahuan, ahli ilmu, orang pandai. Dalam bahasa Indonesia menjadi bentuk tunggal, orang yang ahli ilmu agama Islam. Kata ulama sepadan dengan Ulul Albab dalam Al Qur’an adalah orang yang arif. Umara, bentuk jamak dari kata amir, artinya pemimpin, penguasa. Kosakata amir sepadan dengan ulul amri dalam Al Qur’an yang artinya orang yang mempunyai pengaruh, kekuasan, orang yang memangku urusan rakyat, penguasa. Tugas ulama adalah memberikan pemahaman dan pencerahan pada masyarakat. Pemahaman dalam menentukan waktu pelaksanaan solah. Umaro adalah memberikan rasa ketenangan, rasa aman dan nyaman pada masyarakat di suatu tempat. Rasa tenang dalam menjalankan solat, aman dalam pelaksanaan, nyaman selama pelaksanaan karena tidak terpengaruhnya suara-suara yang terdengar pada solat.

Umaro dalam hal ini adalah Kemenag. Kemenag mengundang ulama, ustad, pengurus masjid, ormas Islam, dan penitia penyelenggaraan solat Id melalui musyarawah yang dilakukan oleh Umaro. Melalui kedua langkah tersebut diharapkan tidak adanya perbedaan dalam pelaksanaan solat Id. Mengingat kebesamaan adalah kekuatan umat Islam, dengan menjung tinggi nilai perbedaan adalah rahmat. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, semoga pelaksanaan solat Id tahun depan menjadi lebih baik dari tahun sekarang. Amin.

Penulis : Agung Kuswantoro

Warga Pemalang, Alamat Jalan RE Martadinata 84 Pelutan Pemalang 52311

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: