Tulisan ini saya tujukan pada seorang dan Bapak penjual koran yang berada di perempatan Milo. Rabu, 8 Februari 2012 sekitar jam 07.00, Saya dari Jalan Dr. Cipto menuju Simpang Lima. Kebetulan di perempatan traffic light Milo menyala warna merah, sehingga saya berhenti. Di saat saya berhenti, melihat seorang Bapak yang menjual koran. Saya perhatikan Bapak tersebut sangat menikmati dengan keadaannya. Keadaan fisik Bapak tidak sempurna pada bagian kakinya. Namun, bersemangat menjualkan barang dagangannya.
Sungguh besar hati Bapak tersebut, saya menghampiri Bapak tersebut dan membelinya. Dengan harapan, saya juga harus banyak belajar hidup dari beliau. Tepat di samping Bapak tersebut, ada seorang (wanita menurut pandangan saya). Hal yang menarik, sepintas dibandingkan Bapak yang menjual koran dengan wanita tersebut. Jika melihat wanita tersebut tidaklah ada panggilan hati. Karena dia mengamen dan ketidakjelasan jenis kelamin (transgender dalam bahasa saya) dan wanita tersebut merokok, serta bermake up tebal.
Secara kasat mata, menurut saya bahwa orang cenderung lebih tertarik dan simpati pada Bapak yang menjual koran. Akan tetapi, ketika saya menghampiri Bapak tersebut, kebetulan traffic ligh menyala hijau, maka saya bergegas menginjakkan gigi motor dan mengeber gas. Ketika saya sudah melaju, tiba-tiba wanita tersebut teriak, “Bapak sarung tangannya jatuh”, kata dia. Mendengar teriakan tersebut saya berhenti, dan tiba-tiba wanita itu mengambilkan sarung tangan itu untuk saya.
Selama perjalanan saya berpikir, ternyata saya keliru pada saat memperhatikan dia. Saya cenderung bersebalah mata terhadap dia, dibanding Bapak penjual koran. Jika wanita tersebut, tidak berteriak dan tidak mengambilkan sarung tangan untukku. Bagiku hal itu bukan suatu masalah, tinggal beli lagi sudah memperoleh sarung tangan baru.
Wanita yang tadi adalah wanita yang secara fisik mungkin orang akan risih melihatnya. Tetapi, siapa yang mengira dia mau berteriak dan mengambilkannya, padahal saya tidak memberikan uang dari mengamennya. Kenapa dia mau menolong saya?
Tuhan menciptakan manusia dalam keadaan yang paling sempurna. Kesempurnaan itu akan menjadi rendah derajatnya, jika belum bisa menghargai manusia lain. Bapak tersebut memang memiliki kekurangan secara fisik, namun memiliki penghargaan terhadap terhadap dirinya sendiri. Dia sudah dapat menghargai keberfungsian alat tubuh lain untuk berjalan dengan media tongkat. Itulah wujud syukur bapak tersebut.
Demikian juga kondisi fisik wanita tersebut, di saat orang melihatnya canggung, tetapi dia punya rasa peduli, dia mau menolong pada orang yang baru saja bertemu. Penyakit hati salah satunya adalah memandang itu rendah. Namun, kepedulian dan sifat menolong menguatkan bahwa manusia itu harus positive thinking. Jangan merasa melihat secara fisik, tetapi juga melihat secara hati.
Hikmah dari pelajaran itu adalah dalam kondisi apa paun dan keadaan apa pun manusia harus positive thinking, meski dalam keadaan terdesak. Positive thinking dapat memberikan ketenangan dari bisikan-bisikan negatif. Perbuatan baik harus kita tumbuhkan melalui dari hal-hal kecil. Sekecil apa pun orang perbuatan baik, harus dihargai. Semoga kita dapat belajar dari mereka.
Penulis : Agung Kuswantoro
Alamat : Jalan RE Martadinata 84 Pemalang