Oleh Agung Kuswantoro*
Membaca berita di Suara Merdeka, edisi Sabtu 7 Juli 2012 di bagian Semarang Metro halaman 21 mengenai Usia Masuk SD Dipersoalkan, saya sebagai seoarang pendidik mendukung hal tersebut. Terlebih Dinas Kabupaten Semarang melunching aturan Perwal No. 15 tahun 2012 tentang penyelenggaraan PPD, yang didalamnya memuat usia wajib belajar sembilan tahun.
Orang tua merasa bangga dengan prestasi anaknya ketika usia 5 tahun bisa membaca, menulis, dan berhitung. Kita patut bersyukur dengan prestasi anak yang memiliki kemampuan tersebut, jika kita dapat mengatur akan kondisi perkembangan anak tersebut. Jika tidak, hal tersebut akan menjadi “bom waktu” bagi orang tuanya. Karena, kelak jika anak dipaksakan masuk ke sekolah dasar, pada waktu tertentu dia akan “meledak” emosionalnya.
Maturity belum Optimal
Hal ini sejalan dengan dalam teori perkembangan kognitif usia 2 sampai 7 tahun merupakan tahapan pra operasional, di mana anak mulai menerima berbagai rangsangan yang masih terbatas, kemampuan bahasa anak mulai berkembang, meskipun pola pikirnya masih bersifat statis dan masih belum mampu untuk berpikir secara abstrak. Jika anak bisa membaca dan menulis, hal ini sangatlah wajar jika melihat ciri-ciri pada usia perkembangan anak. Namun, hal ini justru kelak pada suatu saat akan berontak, karena mereka maturity (matang) dalam kognitif. Berbeda dengan usia 7 sampai 12 tahun merupakan tahap konkret operasional. Pada tahap ini, anak sudah mampu mengoperasionalkan dan mulai berpikir kritis secara rasional. Tak, hanya sekedar membaca dan menulis saja, akan tetapi mendeskripsikan dari hal yang bersifat abstrak. Maturity pada usia ini sangat berperan, anak mampu menyusun, melipat, melakukan pemisahan, penggabungan, menderetkan dan membagi.
Pembatasan masuk sekolah dasar sudah dilakukan oleh beberapa di negara seperti Australia. di Australia pendidikan dasar usianya adalah 6 sampai 12 tahun. Hal ini sejalan dengan teori perkembangan yang ada pada anak. Bahkan, di negara tersebut tidak mengenal ulangan. Mereka secara otomatis naik ke kelas berikutnya sejalan dengan pergantian tahun. Hal ini agar sekolah dasar dapat sebagai basic siswa agar selalu meyakini bahwa pendidikan bukan sesuatu yang menyeramkan, akan tetapi menyenangkan.
Artinya, bahwa di negara lain sudah menerapkan pembatasan umur. Dengan maksud, agar siswa secara kognitif siap menerima materi, dan siap melanjutkan ke jenjang pendidikan lanjutan. Jika anak belum siap masuk ke sekolah dasar, maka adanya idad atau persiapan/ TK. Hal ini guna untuk mengkondisikan siswa sebelum masuk ke sekolah dasar.
Perwal tersebut pada hakikatnya sebagai wujud perhatian pemerintah terhadap perkembangan anak dan kasih sayang pemerintah pada orang tua. Hal ini untuk mengurangi berbagai kemungkinan perubahan diri anak kelak, sebagaimana di atas bahwa jika kepandaian anak jika terus-menerus dipaksakan untuk belajar, padahal maturity belum optimal, maka akan kepandaian tersebut tidak terkontrol. Penulis sering mendengar bahwa dulu, orang tua bercerita mengenai kepandaian anaknya di usia yang belum matang, kemudian menyekolahkan ke pendidikan dasar. Akibatnya, beberapa tahun kemudian anak tersebut menjadi malas belajar, cenderung memberontak dalam belajar, emosional lebih tinggi, dan lainnya. Hal ini dikarenakan usia anak yang terlalu dipaksakan. Bukankan, semua ada masanya? Kupu-kupu terbang pun membutuhkan fase untuk bermetamorfosis, apalagi manusia yang bermetamorfosis menjadi manusia yang berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, dan negara melalui menuntut ilmu. Semoga kita dapat menjadi manusia yang berguna tepat pada masanya. Amin
*Penulis : Agung Kuswantoro
Alamat : Perumahan Sekarwangi Blok I, Gang Peteraya Selatan, Sekaran, Gunungpati, Semarang.