Sen Seiya, Hanya Nama

Sen Seiya, hanya nama itulah yang saya gunakan ketika awal tahun 2002. Jadi ketika saya mengikuti try out dari Ikatan Mahasiswa Pelajar Pemalang (IMPP) yang bekerja sama dengan lembaga bimbingan belajar di gedung Serba Guna, Pemalang. Saat itu saya, sebagai lulusan tahun 2001, yang notabene saya sudah lulus lebih dahulu, di mana peserta try out tersebut didominasi oleh lulusan angkatan tahun 2002. Namun, dengan semangat tinggi saya tetap mengikuti try out tersebut. Pada saat berangkat, saya bersamaan dengan adik kelas saya dari SMA Negeri 3 Pemalang. Saya sangat termotivasi untuk masuk di Perguruan Tinggi Negeri (PTN), meskipun saya sudah lepas buku selama satu tahun dan tidak mengikuti kursus di lembaga bimbingan. Ketekatan saya sangat tinggi untuk kuliah di PTN, karena ancaman orang tua, jika tidak terima di PTN secara tidak langsung saya berdagang asongan di Jakarta. Semenjak Januari 2002 saya belajar mandiri secara intensif dengan mempelajari soal-soal buku dari SPMB yang kudapat di pasar Pagi dan beberapa adik kelas yang memiliki buku kumpulan tersebut.

Di saat try out, pada tahap pertama dikenalkan mengenai PTN, cara masuk PTN, jurusan di PTN, passing grade tiap jurusan dan lainnya. Kemudian masuk pada tahap yang inti yaitu latihan soal mengerjakan SPMB dengan penilaian sebagaimana SPMB yang sesungguhnya, yaitu jika benar dikalikan empat, jika salah dikurangi satu, dan tidak diisi nol.

Lembar Jawab Komputer (LJK) saat itu sudah dibagikan, tiap peserta mendapatkan LJK dan soal yang sudah dipersiapkan kepada panitia. Ketika saya mendapatkan soal dan LJK tersebut, sempat bingung karena saya akan membulatkan nama saya pada LJK dengan nama siapa? sehubungan dengan saya sudah lulus dibandingkan peserta lainnya. Pada saat itu, yang ada dalam benak saya adalah nama tokoh idola waktu kecil yaitu Sen Seiya.

Ketika saya menuliskan nama dengan Sen Seiya, dalam benak saya saat itu adalah sikap malu saya yang berlebihan. Saya tidak memiliki kepercayaan diri yang tinggi, hanya karena saya merasa yang lebih tua dibandingkan dengan peserta lainnya.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya waktu mengerjakan soal telah selesai. Saatnya peserta untuk mengumpulkan LJK kepada panitia yang sudang stan by di tiap-tiap sudut ruangan gedung serba guna.Tibalah pengumuman dan pembagian hadiah bagi peserta yang mendapatkan nilai terbaik pada try out tersebut. Panitia mengumumkan, bahwa nilai tertinggi pertama adalah si fulan (nama saya lupa), nilai tertinggi kedua adalah Sen Seiya. Seketika nama tersebut bergema di ruangan tersebut. Berkali-kali dipanggil, tapi tidak ada orang yang maju ke panggung untuk menerima hadiah. Sampai dipanggil asal sekolah, nomor pendaftaran, jenis kelamin, dan panitia sempat menyanjung nama yang bagus serta sempat terpatah-patah memanggil nama tersebut dengan SEN-SE-I-YA. Karena beberapa panggilan nama Sen Seiya tidak ada yang maju ke panggung, akhirnya didiskualifikasi karena tidak ada peserta atas nama tersebut.

Justru ketika nama Sen Seiya disebutkan berulang-ulang, sedangkan saya ada di tempat tersebut. Saya sendiri yang menuliskan nama tersebut, namun tidak mengetahui posisi saat itu merasa “tidak sadar”kan diri bahwa, itu adalah saya. Seakan-akan nama tersebut itu, bukan aku. Benar-benar, bahwa itu adalah bukan saya. Setalah mendengar bahwa nama Sen Seiya didiskualifikasi, saya justru baru sadar, bahwa nama barusan yang disebutkan adalah nama saya. Dengan besar diri, saya tidak protes ke panitia bahwa nama tersebut adalah saya.

Saya adalah Agung Kuswantoro

Semenjak kejadian tersebut, menyadarkan bahwa saya terlalu apatis, tidak confidence, dan pesimis dengan menggapa diri saya terlalu tua untuk dari peserta. Menyadarkan pula bahwa saya adalah Agung Kuswantoro. Seharusnya saya lebih bangga dengan nama yang diberikan oleh Nenek saya.

Dalam kehidupan kita jangan pesimis, karena sesungguhnya sikap pesimis itu akan membunuh potensi yang ada pada diri sendiri. Apa yang saya lakukan saat itu adalah betapa besar sifar pesimis saya, saya merasa paling tua, saya tidak ikut kursus di lembaga bimbingan, saya tidak seangkatan dengan pesarta lain, saya belajar dari buku bekas yang dijual di pasar, saya merasa tidak mampu bergaul dengan teman-teman lain, dan lainnya.

Sepulang dari acara tersebut, seusai solat duhur dalam hati saya bertanya, kenapa tadi saya tidak memakai nama Agung Kuswantoro? itu yang kupikirkan saat itu, akan tetapi pertanyaan tersebut dapat dijawab ketika saya diterima di PTN (Unnes). Jika mengingat kejadian tersebut terasa menangis batin, betapa tidak bersyukurnya saya saat itu. Namun, tidak menangis atau membayangkan hadiah apa yang akan diberikan pada Sen Seiya.

Mudah-mudahan cerita itu dapat memotivasi pada teman-taman saya yang sedang pesimis untuk dapat optimis dan lebih yakin akan kesusksesan ada di depan mata.Cerita ini juga bukan untuk menyombongkan diri sendiri, karena saya sedang belajar dalam memahami hidup. Sukses selalu

Penulis             : Agung Kuswantoro, pengajar pendidikan ekonomi Fakultas Ekonomi Unnes

2 Komentar (+add yours?)

  1. Nana
    Agu 21, 2012 @ 17:42:01

    Nice

    Balas

Tinggalkan Balasan ke agung kuswantoro,agungbae123 Batalkan balasan