Oleh Agung Kuswantoro*
dimuat dikompas mahasiswa edisi September 2012
Suatu hari, Seorang dosen dihubungi oleh mahasiswa. Dosen tersebut adalah penulis. Mahasiswa mengirimkan sms ke dosen, bermaksud sharing mengenai materi perkuliahan. Dosen saat itu, sedang mengajar di kelas. Mahasiswa dengan segala upayanya mencoba untuk menghubungi dan menginginkan ada pertemuan dengan dosen tersebut setelah mengajar. Alhasil, dosen tersebut memberikan alternatif waktu untuk bertemu dengan mahasiswa tersebut.
Ada beberapa kalimat yang diingat oleh dosen dengan mahasiswa tersebut selama menghubunginya, sebagai berikut :
Mahasiswa : “Apa Bapak ada di Kampus?”,
Dosen : “Ya, Saya di kampus”.
Mahasiswa : “Apakah Bapak ada waktu untuk konsultasi?”
Dosen : “Ya, ada waktu”.
Mahasiswa : “Kapan Bapak ada waktu?
Dosen : ”Ya, sekarang bisa temui saya dan saya di kampus sampai jam empat sore”.
Mahasiswa : “Di mana?
Dosen : “Di ruang labolatorium komputer”.
Mahasiswa : “Oke, Pak. Saya tak mandi dulu”.
Dosen : Jika kamu seperti itu, sikap kamu tidak tepat. Mohon dirubah”.
Mahasiswa :”Maaf, Pak. Iya, Pak”.
Itu hanyalah sepenggal kisah peristiwa tersebut. Hal yang perlu mendapat perhatian adalah perlunya adanya cara berkomunikasi yang baik. Komunikasi yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut, dirasa perlu dirubah. Mengingat mahasiswa adalah sebagai penerus bangsa, maka perlu adanya sikap yang santun.
Mamang tidak semua mahasiswa memiliki sikap tersebut. Namun, perlu adanya character building bagi mahasiswa. Mahasiswa merupakan harapan bangsa. Hari depan yang dicita-citakan merupakan tanggung jawab mahasiswa di kemudian hari. Melihat sikap mahasiswa tersebut, apakah karakter mahasiswa tersebut dapat dirubah? Bukankan charater building mudah dibentuk pada masa anak-anak atau satuan Sekolah Dasar?
Bisakah Mengubah Karakter?
Ini merupakan pertanyaan sulit. Menurut Munir (2010) jika karakter diartikan sebagaimana bahasa asalnya, yaitu charassein, tentu saja sulit dirubah. Karakter orang pemberani akan sulit dirubah menjadi penakut atau pengecut. Demikian juga karakter lembut akan sulit berubah menjadi kasar.
Namun, jika karakter dapat dibangun atau dibentuk atau dipahat, maka pasti dapat diubah. Sebab, pembangunan dan pembentukan sendiri sejatinya adalah perubahan. Hanya saja, jika bangunan itu bangunan yang kokoh, butuh waktu lama dan energi yang tidak sedikit untuk mengubahnya. Berbeda dengan bangunan tidak permanen yang menggunakan bahan-bahan rapuh, maka mengubahnya pun akan lebih cepat dan mudah. Oleh karena itu, perlu adanya beberapa upaya dalam membangun karakter mahasiswa.
Upaya Pembangunan Karakter Mahasiswa
Mengingat karakter bukan sesuatu yang mudah diubah. Apalagi pada tingkat mahasiswa yang sudah terbentuk karakternya dari lingkungan keluarga dan sekolah. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya-upaya pembentukan karakter mahasiswa. Menurut Hidayatulloh (2010) ada beberapa upaya dalam pembentukan karakter mahasiswa.
Pertama, lebih berorientasi pada performance, daripada status. Aktivitas yang dilakukan mahasiswa hendaknya lebih menekankan pada aspek-aspek kinerja, kualitas dan proses daripada status, kuantitas, dan produk. Hal ini bukan berarti status dan produk tidak penting, melainkan dengan kinerja proses yang baik secara tidak langsung akan mendapatkan status dan hasil yang baik. Misalnya tidak menonjolkan pada pemburuan ijasah, melainkan pada isi atau kemampuan bidang studi atau keahlian yang ditekuni.
Kedua, menemukan metode belajar yang cocok bagi dirinya. Secara umum metode pembelajaran dapat diterapkan kepada seluruh siswa, namun mahasiswa memiliki kekhususan atau kebiasaan yang sudah mapan dan baik bagi dirinya. Dalam hal ini mahasiswa perlu mencari dan menemukan metode yang paling cocok bagi dirinya dalam mempelajari dan mendalami materi kuliah, misal ada mahasiswa yang lebih cocok dengan pendekatan diskusi, membaca, mendengarkan, atau yang lainnya.
Ketiga, tidak hanya berorientasi pada aktivitas akademik. Mahasiswa memiliki keleluasaan dalam menempatkan diri di kampus, sehingga perlu memanfaatkan kesempatan sebaik-baiknya. Mahasiswa sebenarnya dihadapkan pada berbagai aktivitas selain akademis. Oleh karena itu, mahasiswa hendaknya melakukan aktivitas selain aktivitas akademik, seperti aktivitas kemahasiswaan. Perlu diingat bahwa aktivitas utama adalah aktivitas akademik. Jika mahasiswa melakukan aktivitas lain justru akan mengganggu aktivitas akademik, lebih baik tidak dilakukannya.
Dengan upaya tersebut diharapkan karakter mahasiswa terwujud. Mahasiswa adalah harapan bangsa. Masa depan bangsa ditentukan oleh mahasiswa. Sebagai generasi penerus bangsa, maka posisi mahasiswa harus dipersiapkan sebagai intelektual dan pemimpin di masa depan (leader of the future) yang mandiri, kreatif dan berintegritas.
Tujuan pendidikan adalah mengembangkan intelektual dan karakter. Oleh karena itu, kemajuan karakter harus memperoleh perhatian seluruh elemen unsur akademik dan masyarakat dan setiap insan menjadikannya sebagai kekuatan bagi pertumbuhan dirinya, karena sebenarnya karakter sangat erat dengan nasib sebagaimana dikemukakan oleh Thomas Lickona yaitu hati-hatilah Anda dengan pikiran Anda, karena pikiran anda menentukan perkataanAnda. Hati-hatilah Anda dengan perkataan Anda, karena perkataan Anda akan menentukan perbuatan Anda. Hati-hatilah dengan perbuatan Anda, karena perbuatan Anda akan menentukan karakter Anda. Hati-hatilah Anda dengan karakter anda, karena karakter Anda akan menentukan nasib Anda.
*Penulis adalah pendamping mahasiswa Pendidikan Ekonomi FE Unnes