Oleh Agung Kuswantoro
Pemberitaan media mengenai Arya Wiguna tentang Demi Tuhan, menarik perhatian banyak orang. Terlihat di Youtube, emosi dia dibuat parodi dan lagu. Sikapnya menjadikan dia menjadi artis.
Pendapat beberapa beberapa orang yang penulis temui mengatakan bahwa gaya kemarahan dia itu unik. Gaya kemarahannya yaitu teriakan suara yang keras, tangan yang menuding-nuding dan menggrbarak-grakkan meja serta kaki yang menghentakkan ke bumi. Model itulah yang membuat orang mengkreasikan gayanya.
Kata sumpahnya menjadikan saya tertarik mengkajinya. Kata yang diucapkannya adalah Demi Tuhan. Menurut kaidah nahwu bahwa kalimat sumpah atau qosam didahului dengan huruf wawu, ba’ dan ta. Isim atau kata yang dijadikan sumpah, maka wajib dibaca jar atau kasroh karena huruf qosam termasuk huruf jar seperti wallohi, billahi, dan ta llahi.
Sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa membaca kalimat qosam jangan waqof (berhenti) seperti wallah, billah, dan talloh. Contoh tersebut dihukumi tidak kalimat sumpah karena tidak mengkasrohkan isimnya.
Makna Sumpah
Sumpah menurut sar’i yaitu menguatkan atau menahkikkan sesuatu dengan menyebut nama Alloh, bukan nama Tuhan. Artinya jika orang bersumpah dengan nama Tuhan, maka tidak dikatakan kalimat sumpah, tetapi kalimat biasa.
Keterlibatan nama Tuhan harus ada, sehingga di dalam bahasa Indonesia kalimat sumpah yaitu Demi Alloh, bukan Demi Tuhan.
Penulis berpendapat bahwa perkataan Arya Wiguna yang bersumpah Demi Tuhan itu bukan kalimat sumpah, tetapi kalimat biasa. Yang benar adalah penyebutan nama Tuhannya yaitu Demi Alloh, sebagaimana dalam sumpah jabatan.
Di dalam sumpah jabatan disebutkan bahwa diawali dengan ucapan “Demi Alloh” bagi penganut Islam, diakhiri dengan ucapan “Semoga Tuhan menolong saya” bagi penganut agama Kristen Protestan atau Katolik, diawali dengan ucapan “Om Atah Paratama Wisesa” bagi penganut agama Hindu, dan diawali dengan ucapan “Demi Sang Hyang Adi Budha” untuk penganut agama Budha.
Sumpah secara etimologi adalah pernyataan yang disertai tekad melakukan sesuatu apabila yang dinyatakan tidak benar. Artinya orang yang bersumpah akan menerima konsekuensi dari apa yang akan diucapkan.
Orang yang bersumpah tidak ada korelasi dengan orang lain. Orang lain sebagai saksi dari ucapan orang yang bersumpah, sehingga perlu adanya keterlibatan nama Tuhannya. Dengan demikian orang yang akan bersumpah harus berhati suci dan berpikir logis karena berhubungan dengan Tuhannya, bukan pada saksi yang mendengarkan sumpahnya.
Bukankah, jika ada pelantikan pejabat baru, yang di dalamnya ada sumpah jabatan dihadiri oleh banyak orang? Artinya bahwa hadirin adalah saksi dari pernyataannya.
Apabila sesuatu yang dinyatakan tidak benar, maka yang menghukum bukanlah hadirin, tetapi Tuhannya, karena dia telah melibatkan namaNya.
Janganlah mempermainkan nama Tuhan. Berkatalah yang baik. Jika tidak dapat berkata baik maka diam, karena diam lebih menyelematkan dari kata yang tidak berhikmah. Bukankah orang yang paling kuat adalah orang yang dapat menahan marah?
Agung Kuswantoro : Dosen Fakultas Ekonomi Unnes, penggiat kajian Mahasiswa Mengaji
Mei 24, 2013 @ 03:40:48
ada job arsip lagi nggak pak?
Mei 24, 2013 @ 03:43:23
pak apa kabar??
ada job arsip lagi nggak pak?hehe…pengen bisa nata arsip lagi…
Mei 25, 2013 @ 06:43:50
belum,,klo ada aku beri tau
Mei 31, 2013 @ 07:29:51
Siap pak…