Oleh Agung Kuswantoro
Ada yang menarik saat mengoreksi tugas mahasiswa yaitu sebagian besar mereka bersumber pada internet, dimana google menjadi “senjata” utama mereka. Cukup dengan mengetikkan keyword, maka google akan men-searching-nya. Setelah itu, kita meng-klik satu per satu alamat website yang dimunculkan oleh google. Itulah tahapan saat mereka mencari informasi di google.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah boleh mengerjakan dengan seperti itu ? mari kita mengkaji secara bersama-sama. Jika posisi kita sebagai pengajar, maka kita mengetikkan satu atau dua kalimat tugas mereka di google. Jika hasilnya, google memunculkan dengan huruf tebal atau bold berarti bersumber dari internet. Demikian juga, pada halaman dua dan seterusnya, jika hasilnya sama yaitu bold di google, maka mereka meng-copy paste dari internet.
Hal tersebut, menurut saya sah-sah saja internet sebagai sumber belajar, tetapi dengan mencantumkan daftar pustakanya. Namun, biasanya pekerjaan mereka seperti “kliping”. Mereka sebenarnya hanya meng-control C, membuka dokumen baru di word, meng-control V di word tersebut, meng-control P, dan memberi nama serta NIM di bagian atas kertas, sehingga mereka tidak menyusun, membangun, mengolah atau menganalisis informasi yang diperoleh.
Mereka melakukannya dengan “menempel-nempel” kalimat atau paragraf ke word. Tentunya, hasil pekerjaan dengan pola seperti ini tidak maksimal, karena mereka tidak mendefinisikan, menjelaskan, menguraikan, mengaplikasikan, atau mengevaluasi dari materi yang mereka peroleh di mbah google (sebutan keren google).
Pola yang seperti inilah, yang harus kita ubah. Adanya internet, bukan berarti segalanya ada. Internet bukan satu-satunya sumber belajar, masih banyak sumber lainnya, seperti buku teks, jurnal, majalah, artikel, hasil penelitian, prosseding dan lainnya.
Menurut Bloom, bahwa ada enam tingkatan dalam domain kognitif. Tingkatan paling dasar adalah pengetahuan, yang berisi hal-hal spesifik, metode dan struktur yang sederhana. Jika pola meng-kliping, artinya berada pada tataran pengetahuan, karena mereka mengenal definisi, unsur, faktor, atau hal-hal lainnya yang ada dalam konsep tersebut.
Berbeda dengan cara mereka memahami, mengaplikasi dan menganalisis dari sumber internet tersebut. Memahami sebagai langkah awal menjelaskan dan menguraikan sebuah konsep atau pengertian. Mengaplikasi sebagai kemampuan untuk menggunakan bahan yang telah dipelajari ke dalam situasi yang nyata, meliputi aturan, metode konsep, prinsip, hukum-hukum, dan teori. Menganalisis sebagai kemampuan merinci bahan menjadi bagian-bagian supaya strukturnya mudah untuk dimengerti. Menyintesis sebagai kemampuan mengombinasikan bagian-bagian menjadi suatu keseluruhan baru yang menitikberatkan pada tingkah laku kreatif dengan cara memformulasikan pola dan struktur baru. Mengevaluasi sebagai kemampuan dalam mempertimbangkan nilai untuk maksud tertentu berdasarkan criteria internal dan eksternal.
Saat mahasiswa yang meng-kliping ditanya terhadap tugasnya, biasanya cenderung jawabannya leterlek atau apa adanya dari yang mereka tulis, bahkan membacanya. Mereka tidak mengurai, menjelaskan, memberi contoh, atau mengaplikasikannya. Kreativitas keilmiahannya mereka belum nampak, karena mereka hanya mengetahui dari yang ditulisnya. Mereka berada pada posisi tingkatan pertama atau dasar.
Kita harus menaikkan tingkatan ranah belajar kita, tidak hanya cukup pengetahuan, tetapi pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Semuanya membutuhkan proses. Belajar adalah proses yang berkelanjutan dengan cara mengomentari, menganalisis, mengkritisi dan mempraktekkan. Melalui proses tersebut, maka budaya ilmiah dikalangan mahasiswa dapat terwujud.
Kita mengenal Mark Zuckeberg sebagai penemu facebook. Dia adalah mahasiswa yang tidak lulus di Harvard University, Amerika. Tetapi, dia telah berhasil membuat karya berupa website jejaring sosial yang terkenal di dunia.
Secara pendidikan, dia telah melakukan pembelajaran berbasis proses. Dia tidak hanya memahami, tetapi mengaplikasikan informasi yang diperolehnya. Dia telah berhasil mengaplikasikan informasi secara nyata sesuai dengan aturan, metode, konsep, prinsip, atau hukum menjadi bagian-bagian agar strukturnya mudah dipahami oleh banyak orang. Hal ini terbukti, bahawa facebook sebagai jaringan sosial yang banyak digunakan oleh orang untuk silaturahmi, memasarkan produk, memotivasi, dan lainnya.
Proseslah yang dicari mahasiswa, bukan hasil. Kata pepatah mencari kail, bukan ikan, artinya dengan menemukan kail, maka ikan akan diperoleh. Jika kailnya kuat, maka ikan besar akan memakan umpannya. Sebaliknya, jika kailnya kecil, maka ikan kecil pula yang didapatkannya, sehingga antara proses dan hasil belajar mahasiswa memiliki korelasi atau keterkaitan yang kuat.
Mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan materi daripada sekedar menerima materi, terlebih hanya dari google. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah dengan melakukan pendalaman materi yang mendalam daripada memperoleh materi yang banyak, tetapi tidak menguasai seperti me-mind mapping, analisis jurnal, membandingkan teori, bedah buku, observasi, mengimplementasi teori dan lainnya
Agung Kuswantoro, S. Pd, M.Pd, dosen Pendidikan Administrasi Perkantoran, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
Alamat : Perumahan Sekarwangi Blok I Nomor 10, Jalan Pete Raya Selatan, RT 02/03, Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229. HP 08179599354. Email : agungbinmadik@gmail.com