Nabi Muhammad Saw : Anak Yatim yang Sukses

Muhammad, nama Nabi terakhir umat Islam. Dia lahir di dunia, ayahnya yang bernama Abdullah meninggal, saat Ia dalam kandungan. Ketika usia tujuh tahun, Ia sudah menjadi yatim piatu. Yatim piatu, sebuah istilah dalam bahasa Indonesia yang artinya anak yang ditinggalkan kedua orang tuanya. Berbeda dengan istilah bahasa Arab yang menyamakan yatim dan yatim piatu. Penulis dalam tulisan ini, menyamakan kedua istilah tersebut yaitu yatim.

Islam sebagai agama yang peduli terhadap anak yatim, memberikan perhatian khusus yang tertulis dalam al Qur’an. Tuntunan al Qu’an menyangkut keberadaan anak yatim dibagi dalam dua periode, yaitu periode Makkah dan Madinah. Tuntunan secara umum, periode Makkah, menekankan pentingnya memperhatikan sisi kejiwaan, akhlak, dan jika tidak mampu memberi bantuan, maka berilah perhatian dalam bentuk nonmateri. Adapun periode Madinah, lebih menekankan pada tindakan untuk menjaga perasaan dan pengelolaan harta anak yatim (Surah an Nisa:4).

Nabi Muhammad Saw, sebagai kekasih Alloh, dilahirkan dalam kondisi yatim, sehingga Ia merasakan sebagaimana di atas. Ketika lahir, Ia disusui oleh Tsuibah dan Halimatus Sa’diyah. Ia diasuh oleh kakek dan pamannya, yaitu Abdul Mutholib dan Abu Tholib. Kasih sayang Nabi Muhammad Saw diperoleh melalui orang terdekatnya. Saat usia tujuh tahun, Ia sudah mengembala kambing. Ia menjaga, memelihara, memberi makanan dan minuman kambing. Ia menghitung jumlah kambing saat memulai dan mengakhiri pengembalaannya, untuk memastikan tidak ada kambing yang hilang.

Artinya, Nabi Muhammad Saw dengan mengembala kambing, Ia belajar tekun, sabar, ulet, memelihara, kerja keras, disiplin, dan memimpin. Meskipun, yang dipimpin adalah binatang. Waktu kanak-kanak, Ia dilatih untuk berjuang dalam menjalani sebuah kehidupan.

Perjuangan hidup Nabi Muhammad Saw berhasil saat usia dua puluh lima tahun dan empat puluh tahun. Usia dua puluh lima tahun, Ia menikah dengan siti Khodijah. Usia empat puluh tahun, Ia diangkat menjadi Nabi.

Usia dua puluh lima tahun, Ia menjadi pemuda yang sukses dan kaya. Hal ini terlihat dari mahar atau emas kawin beliau saat menikah dengan Siti Khodijah yaitu 100 onta, katakanlah harga seekor onta di tahun 2013 sebesar Rp 31.250.000; sehingga maharnya adalah 3 Milyaran. Pastinya, uang tersebut berasal dari usaha dan keuletan bisnis yang Ia lakukan, bukan dari kedua orang tuanya. Di usianya yang muda, Ia berani membuat keputusan menikah.

Berbeda saat sekarang, usia dua puluh lima tahun, biasanya dia sebagai fress graduate lulusan sarjana, dia masih sibuk dengan mencari pekerjaan, dan memulai karir. Kebanyakan darinya, belum berani membuat keputusan menikah. Dia masih mendeklarasikan diri pada kekasihnya dengan pacaran, belum mengakadkan dalam sebuah pernikahan. Katakanlah, dia menikah, apakah maharnya sebesar jumlah rupiah sebagaimana Nabi Muhammad Saw?

Usia empat puluh tahun, Ia telah diangkat oleh Alloh sebagai Nabi. Ia mendapatkan wahyu pertama, setelah ber-kholwat atau refleksi di gua Hiro yaitu Suroh al Alaq 1-5. Saat usia empat puluh tahun, Ia tidak hanya sibuk dengan dirinya atau urusan dunia saja. Ia memikirkan umat dengan cara berdakwah mengenalkan nilai-nilai ukhrowi yang bersifat abadi.

Berbeda saat sekarang, usia empat puluh tahun biasanya sedang puncak-puncaknya karir, bahkan ada yang mengatakan jika usia empat puluh tahun dia sudah sukses, maka sisa hidupnya akan sukses, karena pada usia empat puluh tahun merupakan usia matang bagi seseorang dalam berfikir dan bertindak, sebagaimana al Qur’an Suroh al Ahqoof:15

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah pula. Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa : “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan padaku dan kepada kedua orang tuaku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridoi, berilah kebaikan kepadaku dengan memberi kebaikan kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang yang berserah diri.

Dari kedua contoh, umur yang ada dalam diri Nabi Muhammad Saw yaitu usia dua puluh lima dan empat puluh tahun, menjadi kriteria sukses seseorang dalam batasan umur hidupnya. Kadang kita tidak bisa menjawab, saat ada pertanyaan “Pada usia berapa, Anda ingin sukses? Pastinya, kedua usia tersebut menjadi salah satu jawabannya

Rahasia Sukses

Dengan kesuksesan Nabi Muhammad Saw pada kedua usia tersebut, menjadikan pertanyaan buat kita sebagai pengikutnya, yaitu apa rahasia kesuksesan Beliau? Menurut penulis, bahwa kesuksesan beliau adalah Iman. Ia menanamkan keimanannya dalam hati dan mengamalkannya dalam tindakan nyata dari ucapan yang Ia lisankan.

Ia yakin, bahwa modal iman, mampu mengantarkan kehidupan yang sukses dunia dan akhirat, bahkan Alloh melindunginya dalam keadaan apa pun, sebagaimana Nabi Muhammad Saw dalam kondisi panas, Ia tetap terlindungi dengan awan yang teduh memayungi Beliau, sebagaimana penyaksian Maisaroh saat menemaninya berbisnis.

Menurut penulis, keimanan Nabi Muhammad Saw yang saat itu baru berusia dua puluhan tahun sudah tinggi. Ia menyakini, jika Ia melakukan kebaikan (amal sholeh), maka Alloh akan membalasnya dengan kebaikan pula. Diiringi dengan keuletan dan kedisiplinan yang tinggi pula saat Beliau bekerja.

Kadang manusia sendiri yang tidak beriman, hanya lisan mengatakanya, tetapi belum tentu perbuatan menunjukkan keimanannya. Misal, saat adzan berkumandang, ada sebagian orang yang men-cuek-kan panggilan dari Alloh, Ia sibuk dengan urusan dunianya.

Ada pula, orang berinfak (sedekah) satu, maka Alloh akan membalasnya dengan sepuluh. Jika tidak mengimaninya, maka dia sedekah dengan nilai yang kecil, sehingga Alloh akan mengembalikannya dengan jumlah yang kecil pula.

Alloh menjanjikan kepada manusia bagi orang yang beriman akan dipermudah dari segala urusan dan dihilangkan kesempitan hidupnya, dan Dia akan melimpahkan keberkahan, sebagaimana dalam Suroh al ‘Arof:7

Jika sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan limpahkan kepada mereka keberkahan dari atas langit dan perut bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Dengan iman menjadikan seseorang keluar dari kesempitan hidup. Nabi Muhammad Saw yang berpredikat yatim, dengan keimanannya, mampu mengantarkan pada kesuksesan. Ia hanya bermodal kedekatan pada Alloh sebagai pengharapannya, bukan pada manusia. Ia hanya memiliki Alloh. Ia menjadi pemimpin manusia di dunia dan akhirat dalam model pendidikan karakter (akhlak) sebagai uswatun khasanah atau teladan yang baik, di mana Ia pernah belajar memimpin dari mengembala kambing.

Menurut penulis dapat dikatakan juga, Ia adalah Bapak anak yatim, karena Ia  dekat dengannya, sebagaimana Hadist Aku dan pengasuh anak yatim, kelak di surge seperti dua jari (HR Bukhori).

Apakah semua anak yatim, bisa sukses seperti Beliau? Ataukah kita yang orang tuanya masih hidup, bisa kaya seperti Dia? Jika pun sukses dan kaya yang bermodal pada orang tua, kedudukan, jabatan, atau yang lainnya. Pastinya bisa, tetapi akan sirna, karena Alloh tidak akan meridoinya. Dengan modal imanlah kita bisa mengikuti kesuksesan Beliau. Bersegeralah untuk ulet, sabar, dan disiplin dalam bekerja, serta meng-update iman kita untuk mencapai kesuksesan hidup. Waallohu ‘alam bi sowab.

Agung Kuswantoro, S. Pd, M. Pd, penulis buku Mahasiswa Mengaji dan dosen pendidikan ekonomi Unnes, email : agungbinmadik@gmail.com

NABI MUHAMMAD SAW : KEBANGKITAN ANAK YATIM

Muhammad, nama kecil Nabi kita yang terakhir. Dilahirkan dalam keadaan yatim. Di lingkungan Mekah, tidak mengistilahkan yatim dan yatim piatu. Saat ditinggal salah satu dari keduanya, maka dinamakan yatim. Berbeda dengan lingkungan di negara kita, ada pembedaan yatim dengan yatim piatu. Dinamakan piatu, kata guru saya karena dia wajib dibantu.
Saya menyamakan kedua istilah tersebut dalam tulisan ini. Nabi Muhammad SAW lahir di dunia dalam keadaan yatim, beliau dibesarkan oleh lingkungan keluarganya yang sederhana, namun beliau sukses di usia muda dan tuanya, baik di dunia dan akhiratnya.
Beliau umur 25 tahun sudah menikah dengan Siti Khodijah dengan mahar 100 onta (jiika tidak salah), jika saya asumsikan, mahar beliau yaitu satu mobil ferrari. Artinya, saat muda, Beliau sudah sukses.
Beliau umur 40 tahun sudah kenabian. Artinya, umur beliau sudah matang dan dianggap dewasa dalam ke-Islam-an, sehingga banyak wahyu diberikan mulai umur itu.
Melihat dua usia beliau yang saya contohkan, artinya dia didik oleh lingkungan yang kuat. Menuru saya, Beliau berasal dari suku termulia di Makah, yaitu suku Quraisy. Bermodal dari suku itulah, nabi berjuang dalam menyebarkan tauhid La i La Ha Illalloh.
Padahal, tetangga, bahkan pamannya (setahuku) belum beragama Islam. Tetapi, Nabi masih menghormatinya.
Bagaimana Nabi bisa sukses dan kaya, katakanlah di umur 25 tahun? jika kita samakan dengan saat ini, umur 25 tahun baru lulus sarjana, dia sedang sibuk mencari pekerjaan atau awal karirnya. Jadi katakanlah, gaji dia, apa cukup untuk membeli Ferrari?
Umumnya orang di umur 40 tahun, sedang puncaknya karir. Namun, di saat umur itu pula, apakah ingat dengan urusab akhirat?
Saya berpendapat, bahwa salah satu kunci sukses Beliau adalah dengan keimanannya. Dia yakin, dengan Iman yang dijaga, maka Alloh akan menjaganya. Ummu Aiman, sahabat Beliau waktu berdagang, mengatakan bahwa, saat Nabi berjalan di suasana panas, Dia selalu dilindungi oleh awan mendung sehingga Beliau tidak kepanasan.
Saat orang dipuncak karir, Dia menguatkan dirinya dengan merefleksi di Gua Tsur, hanya untuk mencari ketenangan dan kedekatan dengan Tuhannya.
Mungkinkah kita sebagai manusia yang kodratnya sama dengan beliau yaitu makan, tidur, mengantuk, lapar, haus, dan lainnya dapat sukses seperti Beliau di waktu muda dan tua di dunia dan akhirat?
Menurut saya bisa, dengan jalan Iman. Kadang kita sendiri yang tidak percaya akan janji Alloh, misal jika kita bersedakah 1, maka akan dibalas 10, sehingga saat kita bersedah. Karena tidak yakin dengan konsep tersebut, maka berinfaknya sedikit.
Umur 25 dan 40 tahun, bagi seorang laki-laki adalah patokan dia untuk kesuksesan. Katakanlah Nabi berani membuat keptusan menikah dengan uangnya sendiri. Dia bukan berasal dari orang kaya, terlebih kedua orang tuanya meninggal saat waktu kecil.
Dibanding dengan era sekarang, pemuda usia 25 tahun mendeklarasikan hubungannya dengan ikatan pacaran, belum berani mengakadkan dalam ikatan pernikahan.
Umur 40 tahun, Nabi sudah focus pada masalah akhirat. Coba, kita perhatikan di lingkungan kita saat ada Alloh memanggil lewat adzan, apakah langsung datang padaNya? Kadang ada sebagain orang dengan santainya dia mencuekkan panggilan tersebut, dia sibuk dengan pekerjaan dunia.
Hal ini menjadi dasar, bahwa Nabi meskipun yatim, mampu bangkit dari keterpurukan dari psikologis, fisik, dan materi. Dia mamapu eksis dengan modal iman dan Alloh yang akan membalasnya dari perbuatan baiknya.
Saat Nabi yatim, Beliau mengembala kambing. Dalam mengembala diajarkan kesabaran dan ketekunan, karena Beliau memimpin hewan. Beliau dilatih menjadi pemimpin yang saat itu yang dipimpin adalah hewan, setelah Beliau dewasa memimpin manusia sedunia.
Anak yatim bukan sekedar dibantu dengan sumbangan finansial yang diberikan secara seromonial di suatu hotel atau kantor, kemudian ditepuk tangani dari penerimaan bantuan itu, tetapi anak yatim yang perlu dibatu adalah segi psikis, karena dia tidak mendapat perhatian dari kedua orang tuanya.
Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan kita, bahwa meski dirinya dari yatim yang lemah akan psikisnya, tetapi Beliau berhasil sukses di mudanya, berkat ketekunan dan keimanannya. Jika Nabi Muhammad SAW saja yang memiliki kekurangan saat kecil, mengapa kita yang orang tuanya utuh tidak bisa seperti Beliau? Atau kita yang dulu waktu kecil yatim, mengapa tidak bisa seperti Beliau? Semoga anak yatim di dunia dapat eksis dan sukses sebagaimana Nabi kita, Nabi Muhammad SAW.
Selamat Maulud Nabi Muhammad SAW
Agung Kuswantoro, seorang yang rindu dengan Nabi Muhammad SAW dan ingin menirukan kepribadiannya.