Tulisan ini dibuat sebagai ucapan terima kasih kepada orang tua penulis, yang telah mendidik dengan penuh cinta. Dikatakan cinta, karena bertentangan dengan akal dan hati. Kadang keinginan saya sebagai anak bertentangan dengan pemikiran orang tua, tetapi sesuai dengan kata hati saya. Seperti itulah gambaran cinta orang tua pada anak.
Orang tua (Ibu) adalah guru pertama di dunia, sebelum mengenal sekolah. Ibu harus menyiapkan model mendidik anak yang tepat. Mengingat, perubahan dan perkembangan teknologi dan informasi yang cepat.
Orang tua baru menyadari kesalahannya setelah anaknya terlibat perbuatan negatif, seperti pergaulan bebas, penggunaan obat terlarang, tawuran, dan lainnya. Banyak faktor yang menyebabkan anak terjerumus pada perbuatan negatif. Salah satunya adalah lemahnya komunikasi orang tua terhadap anak.
Crutchfield dan Ballachey (1992:6) menyebutkan bahwa communication is the interchange of meaning among people.Artinya, komunikasi adalah pertukaran makna di antara orang-orang. Saat berkomunikasi dengan anak, sesungguhnya kita sedang melakukan pertukaran makna. Artinya, kita berusaha menyampaikan apa yang ada dalam pikiran dan hati dengan menggunakan bahasa sebagai simbol yang bisa dipahami oleh anak-anak. Sehingga, diharapkan apa yang disampaikan melalui bahasa itu bisa dipahami oleh mereka. Oleh karena itu, Wood dalam Amiruddin (2011) menegaskan bahwa meaning is the heart of communication. Artinya, pemaknaan adalah jantung atau inti dari komunikasi. Komunikasi dianggap berhasil atau efektif apabila orang yang diajak berkomunikasi memahami makna apa yang kita inginkan.
Mungkin kita banyak bicara pada anak, tetapi jika mereka tidak bisa menangkap makna yang diinginkankan, komunikasi itu dianggap gagal. Banyak orangtua yang mengatakan pada anaknya, “Mama udah sering bicara, tapi kok kamu nggak ngertijuga, ya?”
Kalau ada kasus semacam ini, orangtua jangan dulu menyalahkan anaknya, tetapi harus melakukan introspeksi. Mengapa anaknya sampai tidak mengerti? Boleh jadi, ketidakmampuan anak memahami makna yang disampaikan akibat dari ketidakmampuan orangtua berkomunikasi secara efektif.
Orangtua harus berusaha melatih kemampuan berkomunikasi dengan anak. Alasannya, kegagalan dalam komunikasi akan melahirkan dampak buruk, baik secara individu maupun sosial. Secara individual, kegagalan tersebut akan menimbulkan frustasi, demoralisasi, alienasi, dan penyakit-penyakit jiwa lainnya. Banyak kasus anak menjadi pembangkang, pemberontak, melakukan hal-hal yang bertentangan dengan agama dan kesopanan, misalnya terlibat tawuran, mabuk-mabukan, bahkan narkoba. Ternyata, hal itu disebabkan karena kegagalan komunikasi dengan orangtuanya. Anak-anak merasa frustasi karena sudah tidak bisa berkomunikasi dengan mereka, akhirnya anak melakukan protes dalam bentuk perilaku yang membuat orangtuanya kecewa. Semakin kecewa orangtua dengan kelakuan tersebut, mereka semakin tahu bahwa usahanya berhasil. Inilah bahaya apabila orangtua dan anak mengalami kegagalan dalam komunikasi.
Secara sosial, kegagalan komunikasi akan menghambat paling pengertian, kerja sama, dan toleransi. Akhir-akhir ini kita membaca berita di koran dan majalah serta menyaksikan berita di televisi mengenai kekerasan yang dilakukan satu kelompok orang terhadap kelompok lainnya. Mengapa hal itu terjadi? Salah satu penyebabnya karena mengalami kegagalan dalam berkomunikasi.
Suami dan istri yang gagal membangun komunikasi, secara sosial sangat mungkin akan mengalami perceraian. Saat pihak manajemen dan karyawan mengalami kegagalan komunikasi sangat mungkin akan menghambat kinerja. jangan sepelekan komunikasi karena akan menjadi penyebab dampak buruk secara sosial.
Mengingat peranan komunikasi yang begitu strategis dan penting dalam membangun relasi individual dan sosial yang sehat, cukup logis apabila fenomena komunikasi dibahas cukup rinci dalam Al-Quran. Al-Quran membahas komunikasi dengan istilah qaulan yang artinya pembicaraan atau perkataan. Paling tidak ditemukan tujuh fenomena qaulan dalam Al-Quran, yaitu qaulan sadida, qaulan baligha, qaulan ma’rufan, qaulan kariman, qaulan layyinan, dan qaulan maysuura.
Qaulan sadidaartinya perkataan yang benar. Qaulan sadidamempunyai dua aspek, pertama aspek isi. Artinya, saat berbicara kepada anak, isi pembicaraannya harus benar menurut kaidah ilmu, jangan asal bicara, pikirkan dengan matang isi pembicaraan tersebut. Kalau anak bertanya, orangtua jangan asal menjawab, sebab bisa jadi jawaban kita itu salah menurut kaidah ilmu.
Misalnya, “Mama, kenapa ikan kok matanya nggakberkedip padahal ia ada di air?” Ibunya menjawab, “Emang maunya gitu, kamu yang gitu ajaditanyakan!” Ini adalah contoh jawaban yang asal-asalan dan tidak benar menurut kaidah ilmu.
Kalaupun orangtua tidak bisa menjawab pertanyaan anak, lebih baik berterus terang sambil memuji pertanyaan itu. Katakan saja, “Aduh sayang, pertanyaan kamu hebat sampai Mama nggakbisa jawab. Nanti kita tanya, ya sama ibu guru atau kita cari jawabannya di buku.” jawaban seperti ini adalah qaulan sadida(ucapan benar).
Kedua adalah aspek cara. Artinya, saat menyampaikan pesan caranya harus benar. jangan memojokkan anak, jangan menghinakan, jangan membunuh semangatnya. Misalnya, pulang sekolah anak melaporkan jika ia mendapatkan nilai lima untuk pelajaran Matematika. Mendengar berita itu, ada dua cara bicara. Ada orangtua yang bicara seperti ini, “Kamu bodoh, ya. Masa dapet lima, sih? Memalukan! padahal, kamu kan belajar abis-abisan?”
Inilah orangtua yang tidak qaulan sadida karena pembicaraannya menghinakan anak dan membunuh semangatnya. Akan tetapi, ada juga orangtua yang bicara begini, “Mama lihat kamu udah belajar sungguh-sungguh. Insya Allah kalau kamu terus belajar, Mama yakin kamu bisa dapet yang lebih bagus lagi!” Inilah ucapan orangtua yang qaulan sadidakarena mereka menghargai usaha anak dan memberi penghargaan serta motivasi untuk lebih baik lagi.
Qaulan balighaartinya perkataan yang berbekas pada jiwa. Agar ucapan berbekas pada jiwa anak, kita harus memahami psikis atau kejiwaan anak. Orangtua yang baik pasti mengetahui karakter anak-anaknya. Orangtua tidak bisa menilai karakter semua anak sama. Setiap anak memiliki karakter masing-masing. Misalnya, anak pertama boleh jadi lebih terbuka, ia bisa mendiskusikan apa pun kepada orangtuanya. Sementara, anak kedua bisa jadi lebih tertutup. Ia tidak mau bicara kepada orangtuanya, ia mungkin lebih suka curhat kepada kakaknya.
Perkataan orangtua akan bisa menyentuh emosi atau perasaan anak apabila mereka memahami karakter anaknya. Inilah tugas penting orangtua untuk memahami setiap perkembangan fisik dan psikis anak sehingga kita bisa bicara secara qaulan baligha.
Kalau anak sudah terlihat bosan dengan pembicaraan kita, sebaiknya hentikan saja nasihat itu karena mereka tidak akan lagi tersentuh jiwanya. Mereka malah bosan mendengarnya. Jangan terlalu sering bercerita tentang masa lain karena belum tentu menyentuh jiwa anak.
Banyak orangtua yang bercerita tentang masa lalunya, “Dulu, waktu SMP seperti kamu, kalau ke sekolah Mama jalan kaki 3 km, tapi Mama nggak pernah bolos. Kamu tiap hari diantar jemput masih aja malas ke sekolah. Mama nggak ngerti.”
Celakanya, cerita itu diulang-ulang dengan niat bisa menyentuh jiwa anak. Percayalah, cerita seperti ini malah akan menimbulkan kebosanan pada mereka. Anak sama sekali tidak akan tersentuh. Tentu saja bukan tidak boleh bercerita, tetapi jangan mengulang-ngulang cerita yang sama. Satu kali cerita saja anak sudah hafal alurnya. Ini diulang-ulang lebih dari tiga kali, pasti anak akan bosan. Ingat, cerita membosankan itu tidak akan menyentuh jiwanya.
Qaulan ma’ruufanadalah perkataan yang baik. Perkataan yang baik yaitu perkataan yang penuh dengan penghargaan, menyenangkan, dan tidak menistakan. Apabila kita menemukan kesalahan dalam perilaku atau omongan anak, tegurlah dengan tetap menjaga kehormatan anak, jangan dinistakan di depan orang banyak. Sungguh menyedihkan kalau masih ada orangtua yang kalau menegur anaknya justru di depan teman-temannya.
Ada seorang ibu berkata begini di depan ibu-ibu lainnya, “Anak saya itu jarang gosok gigi, susah bangetkalau disuruh menggosok gigi. Coba lihat tuh giginya kuning, kan?” Inilah contoh orangtua yang tidak qaulan ma’ruufapada anaknya karena ia menistakan anaknya itu di depan orang banyak.
Qaulan ma’ruufanbisa dilakukan dengan good character.Artinya, orangtua menjunjung musyawarah, menjaga nilai-nilai keadilan, tidak menistakan, menjaga sportivitas, memberi apresiasi apabila anak berprestasi, tidak membanding-bandingkan karena kalau kita suka membandingkan berarti kita telah menghinakan anak.
Qaulan kariimanartinya perkataan yang mulia. Yaitu, perkataan yang memberi motivasi, yang menumbuhkan kepercayaan diri, perkataan yang membuat anak bisa menemukan potensi dirinya. Misalnya, ada anak yang mengeluh pada orangtuanya karena nilai fisikanya selalu jelek. Ayahnya mengatakan, “Waktu SMP, nilai fisika ayah juga selalu jelek. Tetapi, sekarang ayah malah jadi guru besar fisika. Ayah yakin kamu bukan bodoh, tapi belum menemukan teknik belajarnya.”
Ini adalah contoh ucapan yang qaulan kariiman, ucapan mulia yang penuh dengan motivasi. Ada juga orangtua yang berkomentar, “Emang kamu nggak ada bakat di fisika, sampai kapan pun pasti jelek nilainya.” Inilah contoh ucapan yang tidak qaulan kariimankarena membunuh semangat dan karakter anak.
Qaulan layyinanyaitu perkataan yang lemah lembut. Ucapan yang lembut mencerminkan cinta dan kasih saying, sementara ucapan kasar mencerminkan kemarahan dan kebencian. Islam mengajarkan agar perkataan kita itu layyin alias lembut, penuh cinta dan perhatian.
Dalam riwayat Imam Ahmad diungkapkan bahwa Rasulullah Saw. bertemu dengan seorang sahabat yang sangat melarat. Rasulullah Saw. bertanya, “Mengapa kamu mengalami kesengsaraan seperti ini?” Sahabat itu menjawab, Ya Rasulullah, saya mengalami kemelaratan ini karena saya selalu berdoa, “Ya Allah, berikanlah kepadaku kemelaratan di dunia sehingga dengan kemelaratan itu aku bisa bahagia di surga.”
Mendengar jawaban ini, Rasulullah bersabda, “Inginkah aku tunjukkan doa yang paling baik? Alangkah baiknya kalau kamu berdoa, ‘Rabbanaa aatina fid dunyaa hasanah wafil aakhirati hasanah wa qinaa ‘adzaabannar(Ya Allah, berikan kepada kami kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat serta jauhkan kami dari azab neraka).”‘
Coba perhatikan kasus tersebut. Doa yang diucapkan sahabat itu salah. Ia minta melarat di dunia karena mengharapkan kebahagiaan di akhirat. Akan tetapi, Nabi tidak memarahinya, tetapi beliau menunjukkan dengan penuh kelembutan doa yang terbaik. Hikmah yang bisa diambil adalah dalam berkomunikasi dengan anak, apabila mereka melakukan kesalahan, jangan dihadapi dengan kemarahan, apalagi menggunakan bahasa yang kasar. Gunakanlah bahasa yang lembut, penuh cinta, dan hikmah. Inilah yang disebut qaulan layyinan,ucapan yang lembut.
Qaulan maysuuraartinya perkataan yang mudah. Maksudnya, ucapan yang mudah dicerna, tidak berbelit-belit. Bisa juga bermakna ucapan yang membuat anak merasa mudah untuk melaksanakan apa yang kita katakan. Misalnya, ada seorang anak yang mengeluh bahwa belajar bahasa Inggris itu susah.
Ada dua komentar terhadap pernyataan anak ini. Ada orangtua yang berkomentar, “Teman Mama sekarang sekolah di Amerika, padahal dulu nilai bahasa Ingrisnya jelek. Tapi, ia tekun, maka sesulit apa pun pelajaran, kalau kita tekun insya Allah jadi biasa dan akhirnya bisa.” Inilah contoh ucapan yang maysuura,ucapan yang membuat orang yang mendengarnya merasa mudah dan ringan.
Tetapi, ada juga orangtua yang berkomentar begini, “Emang Nak, kalau nggak cerdas, belajar sekeras apa pun tetap aja bodoh!” Inilah contoh ucapan yang tidak maysuurakarena ucapannya membuat anak menjadi semakin merasa sulit, bahkan menjadi putus asa.
Itulah isyarat-isyarat komunikasi yang ada dalam Al-Quran. Sungguh kemampuan berkomunikasi menjadi kunci penting dalam pendidikan anak. Apa yang dijelaskan dalam Al-Quran kalau kita amalkan dengan segala kesungguhan insya Allah akan membuahkan hasil yang menyenangkan. Inilah saatnya kita sebagai orangtua untuk melatih kemampuan komunikasi dengan anak-anak agar lebih baik. Semoga dengan ikhtiar yang tiada henti, anak-anak kita akan merasakan kearifan komunikasi orangtuanya (Amiruddin, 2011:32-37).
Menurut model komunikasi Laswell dalam Effendi (2006) menyebutkan, bahwa komunikasi harus memiliki persepsi yang sama. Jika komunikasi antara orang tua tidak mencapai persepsi yang sama, maka dapat dikatakan komunikasi itu gagal atau tidak bermakna, sehingga menimbulkan miss comunicaations di antara keduanya, seperti takut, berontak, menolak, membangkang, atau lainnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan model berikut :
maaf gambar Model Komunikasi Orangtua dengan Anak tidka bisa muncul
Orang tua sebagai sender (pengirim pesan) kepada receiver (anak) melalui media (HP) untuk melarang keluar rumah (pesan). Hal tersebut merupakan bentuk komunikasi, namun tidak bermakna, karena anak meresponnya dengan rasa takut, sehingga tidak bisa dikatakan memiliki satu persepsi, karena anak tidak memiliki perasaan happy. Jika anak merasa nyaman dengan pesannya, maka dapat dikatakan bermakna, karena dia akan melaksanakan perintahnya dengan senang hati dan tanpa ada keterpaksaan.
Trik Komunikasi Anak
Untuk mengatasi noise (gangguan) komunikasi tersebut, ada beberapa trik yang dapat membuat orangtua seperti sahabat bagi anak-anaknya. Pertama, membangun komunikasi yang aman bagi anak. Jangan sampai anak menjadi horor melihat orangtuanya. Seperti kita, anak pun tidak enak, sedih jika dicela. Mereka adalah anak-anak yang belum tahu mana yang sesungguhnya harus ia lakukan. Mereka sangat membutuhkan bimbingan, pengarahan dari orangtuanya.
Kedua, ciptakan komunikasi membangun dengan anak. Artinya, ketika anak mendapat masalah, misalnya nilainya kurang bagus, jangan langsung dimarahi, anak bisa stress duluan. Sebaiknya, kita bisa menceritakan tentang kondisi kita dahulu yang nilainya juga pernah jelek, tapi kemudian bersungguh-sungguh belajar, hingga bisa juara kelas. Tentu, hal iti lebih positif dan memotivasi, anak untuk berupaya memperbaiki diri. Kita juga jangan segan memuji prestasi anak, tentu dalam batas yang proporsional.
Ketiga, cobalah bangun komunikasi dua arah dengan anak. Orangtua harus berani meminta pendapat, nasehat dari anak untuk setiap masalah yang terjadi dalam keluarga, upayakan diselesaikan dengan musyawarah. Semua anggota keluarga, termasuk anak bebas mengeluarkan opininya. Sehingga, anak merasa memiliki peran dalam kehidupan dirumah. Ia akan merasa dihargai. Menjadi sebuah hal yang penting bagi kita, setiap orangtua untuk membangun komunikasi harmonis dengan anak. Kadang kita bisa belajar dari anak, karena mereka masih mempunyai kebersihan hati. Mudah-mudahan kita senantiasa dimampukan untuk menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak kita. Amiin.
Daftar Pustaka:
Amiruddin, A. 2011. Golden Parenting: Sudahkah Kudidik Anakku dengan Benar?. Bandung: Khazanah Intelektual.
Crutchfield dan Ballachey. 1997. Perceiving The World: The Process and Effects of Mass Communication, Urbana: University of Illionis Press.
Effendi, O.C. 2006. Komunikasi : Teori dan Praktek. Bandung: Penerbit Rosda Karya.
Gymnastiar, A. 2013. Komunikasi dengan Anak. Semarang: Buletin Sakinah Edisi 397/th V/2013
Biodata Penulis
Nama Lengkap : Agung Kuswantoro
Nama Akun Fb : https://www.facebook.com/agung.kuswantoro
Tempat tanggal lahir : Pemalang, 7 November 1982
Jurusan/ Fakultas : Pendidikan Ekonomi/ Fakultas Ekonomi
Kampus : Universitas Negeri Semarang
Alamat Lengkap : Perum Sekarwangi Blok I Nomor 10, Jalan Pete Raya Selatan, Sekaran, RT 02/ RW 01, Gunungpati, Semarang, 50029
Nomor HP : 08179599354
Email : agungbinmadik@gmail.com