Iman dan Yakin

Di tanggal terakhir bulan Mei, yaitu 31 Mei 2014 kajian Mahasiswa Mengaji mengadakan kajian rutin. Meskipun dihimpit dengan hari libur, namun kajian tetap berlangsung. Tema kajian pertemuan tersebut adalah iman. Hal ini sesuai dengan reques salah satu santri Mahasiswa Mengaji. Berawal saya meng-update status di facebook untuk mengkajinya.

Saya berpikir jika materinya yakin, maka akan susah dalam membahasnya, sehingga saya berusaha mencari alurnya. Saya membuka referensi kitab tauhid, ketemulah bahwa yakin adalah puncak dari iman. Oleh karenanya materi yang dikaji adalah iman. Saat mencari definisi iman, saya kesusahan. Ternyata belum ada pakar yang mengkaji konsep iman. Hanya indikator-indikatornya, seperti “al imanu huwa tasdiqul qolbi wal iqroru bilisan wal amalu bil arkan” artinya iman adalah pembenaran hati, diikrarkan melalui lisan, dan dibuktikan dengan amal. Makna tersebut merupakan indikator iman. Bahkan dari beberapa ahli bahwa makna iman yaitu pembenaran hati, bukan pembenaran akal. Karena tidak semua akal menerima akan sebuah pembenaran. Missal peristiwa isro mi’roj. Namun untuk membuktikan kebenaran hati, ketajaman akal juga dibutuhkan. Oleh karena didalam tauhid juga dikenalkan dengan istilah dalil naqli dan aqli.

 

Ilmu

Antara iman dan ilmu harus bersinergi. Iman berasal dari hati, sedangkan ilmu berasal dari akal. Iman menenangkan hati, ilmu menyelesaikan masalah duniawi. Iman obatnya hati, sedangkan ilmu mengobati jasmani. Gambaran orang beriman seperti orang berada di perahu yang ada di tengah lautan dengan ombak besar, angin kencang, petir menyambar, dan suara gemuruh yang keras. Keadaan tersebut tidak menjadikan takut, karena dia yakin bahwa akan ada pulau yang akan dia singgahi dengan tanaman sayuran dan buah yang dapat dimakan. Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa iman hanya dapat dirasakan oleh orang yang merasakan. Penulis menyamakan iman seperti cinta. Hanya dapat di rasakan bagi orang yang jatuh cinta, sehingga ia kagum pada yang dicintainya.

Ada hadis muttafiqun ‘alaih dalam arbain nawawi, yakni hadis nomor dua yang menjelaskan mengenai iman, islam, ihsan, dan tanda-tanda kiamat. Diceritakan bahwa dalam suatu majlis, ada seorang yang tinggi dan berbaju putih bertanya kepada nabi Muhammad S.A.W tentang iman. Beliau menjawab iman yaitu iman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, qodho dan qodar serta kiamat (rukun iman). Kemudian orang tersebut bertanya tentang islam, nabi menjawabnya islam yaitu mengucapkan syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji (rukun islam). Kemudian orang tersebut bertanya tentang ihsan. Nabi menjawabnya apabila seseorang beribadah, maka seakan-akan Allah S.W.T melihatnya, dan apabila orang tersebut tidak melihatnya, maka sesungguhnya Allah melihatnya. Dari ketiga pertanyaan orang tersebut membenarkannya, dan merasa puas dengan jawaban Nabi Muhammad S.A.W. Setelah mendengar jawaban Nabi, orang tersebut meninggalkannya. Ternyata orang tersebut adalah malaikat Jibril. Berdaarkan hadis tersebut, iman secara eksplisit dimaknai rukun islam. Oleh karenanya, penulis berpendapat bahwa iman susah didefinisikan, namun dapat dirasakan oleh yang mengalaminya karena standar dari iman adalah ketenangan jiwa (hati)

Puncak dari iman adalah yakin. Yakin pun ada tingkatannya yaitu ilmu yakin, ainul yakin, dan haqul yakin. Ilmu yakni mengetahui akan yang diyakininya. Ainul yakin, wujud keyakinanannya dapat diketahui. Sedangkan haqul yakin kebenarannya akan terbukti. Misal kita mengetahui dan yakin bahwa Mekah ada di Arab Saudi, jika demikian berarti tingakatan iman pada taraf ilmu yakin. Dan, jika meyakini Mekah berada di Arab Saudi dan mengetahui tempat-tempat vital seperti masjid, rumah sakit, pasar, dan lainnya, maka keadaan tersebut pada taraf ainul yakin. Sedangkan haqul yakin, jika keadaan orang tersebut pernah tinggal di Mekah selama 10 tahun dan ia mengetahui gang-gang atau lorong-lorong yang ada di Mekah.

Dengan demikian hati memiliki tingkatan, oleh karenanya hati bersifat dinamis, sehingga perlu memperbarui hati. Cara memperbaharuinya dengan membaca al quran dan berdzikir. Keyakinan seseorang akan bertambah jika iman pun bertambah. Sehingga iman dan yakin berbanding lurus. Misal orang yang hidupnya sederhana tidak mempunyai pekerjaan tetap, tetapi dia berkeyakinan bahwa Tuhan tidak akan membuatnya sengsara, karena rizki telah ditanggung Tuhan. Tugas dia adalah menghadirkan rizki dengan berbut baik.

Demikian gambaran tentang iman dan yakin, semoga memberikan manfaat kepada kita dan menambah keimanan diri kita. Amiin

 

Ditulis oleh Agung Kuswantoro, pegiat mahasiswa mengaji dan dosen fakultas ekonomi Universitas Negeri Semarang, email agungbinmadik@gmail.com

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: