Dulu, kota Mekah mengalami banjir bandang sehingga masjidil Haram (Kabah) mengalami kerusakan. Melihat keadaan tersebut, bangsa Quraisy sepakat untuk merenovasi Kabah. Pada awalnya, mereka masih takut merobohkan Kabah. Akhirnya, Al Walid bin Al Mughiroh Al Makzumy mengawali meroboh Kabah. Setelah melihat tidak ada hal buruk yang terjadi pada Al Walid, orang Quraisy pun mulai merobohkan Kabah.
Tidak ada permasalahan selama renovasi Kabah. Permasalahan muncul, saat tahap akhir renovasi, yaitu sosok yang meletakan hajar aswad. Perselisihan pendapat terjadi hingga lima hari, bahkan hampir menyebabkan pertumpahan darah antar qobilah (golongan).
Abu Umayyah, tokoh yang paling tua di bangsa Quraisy tampil meredam dalam perselisihan tersebut. Dia mengatakan, tugas peletakan Hajar Aswad harus diberikan kepada orang yang paling dulu masuk masjid melalui pintu Bani Syaibah. Orang Quraisy pun lalu menyetujuinya.
Atas kehendak Alloh, ternyata nabi Muhammad, orang yang pertama masuk masjid. Mengetahui hak tersebut, orang Quraisy pun sepakat yang membawa “batu mulia” tersebut adalah Beliau. Beliau membawa Hajar Aswad menggunakan sorban yang dibawa secara bersama-sama dengan masing-masing kobilah di sorbannya. Saat itu, usia beliau 35 tahun.
Nilai
Berdasarkan cerita di atas, dapat diambil beberapa nilai. Pertama, pemimpin tidak memikirkan golongannya. Beliau, meskipun dari bangsa Quraisy, namun tidak menunjukkan golongan dan kabilahnya. Beliau tidak tertekan dengan kepentingan golongannya. Hal ini terlihat dari cara Beliau dalam membawa Hajar Aswad melalui sorbannya, di mana perwakilan tiap kabilah memegang ujung sorbannya.
Kedua, pemimpin harus memberikan keteladanan. Dia mampu memberikan contoh kepada pengikutnya. Segala yang melekat pada dirinya mulai dari ucapan dan tindakan adalah panutan bagi orang lain. Perkataan dan tindakannya harus sejalan dengan pemikiran dan hati nuraninya, jangan sampai Ia pandai berkata, namun tindakannya tidak sesuai dengan perkataannya.
Keteladanan nabi Muhammad ditunjukkan dengan statement bangsa Quraisy saat mengetahui, bahwa Beliau orang yang pertama datang ke masjid, yaitu “Kami rela, karena Dialah orang yang dipercaya. Maknanya, orang menilai seorang Muhammad adalah orang mampu mengembang amanah dan masyarakat menyakini bahwa Beliau mampu melaksanakan kepercayaan kepentingan umat, sehingga Ia mendapat gelar al Amin (yang dipercaya) di usia yang masih tergolong muda. Gelar non akademis tersebut pun susah didapatkan. Bukan pemerintah yang memberi gelar tersebut, namun masyarakat yang menganugerahinya.
Ketiga, pentingnya sosok yang dihormati dalam suatu kelompok untuk meredam suatu perselisihan. Jika ada permasalahan di suatu kelompok, maka libatkan menyelesaikan suatu konflik. Peran Abu Umayyah sangat penting dalam kasus tersebut, karena beliau tokoh yang mampu meredam konflik. Bayangkan, jika tanpa ada peran Abu Umayyah, maka pertumpahan darah pun bisa terjadi.
Situasi ini memberikan makna, bahwa pemimpin harus mendengar pendapat tokoh yang di-takdhimi (dihormati) di lembaganya. Ia jangan egois dalam membuat kebijakan-kebijakan lembaga. Ia harus mengakomodir semua kepentingan dari semua golongan, terlebih dengan pendiri atau mantan pemimpin lembaga.
Keempat, pemimpin harus memiliki sikap teguh pendirian dan berkeyakinan tinggi dalam hidupnya. Sebagaimana Al Walid yang memulai merobohkan Ka’bah, di mana awalnya banyak orang yang takut untuk merobohkannya, karena takut akan terjadi sesuatu. Melihat keadaan ini, Walid dengan keyakinan dan pendirian dalam hatinya memulai merobohkannya, setelah merobohkan tidak terjadi apa-apa, kemudian orang-orang mengikutinya.
Keyakinan dan prinsip yang kuat harus ditanamkan oleh seorang pemimpin. Ia tidak mudah terpengaruh oleh golongan atau pendapat orang. Ia yakin akan kebenaran yang ada di dalam hatinya. Pastinya, kebenaran yang diyakini dalam agamanya.
Semoga cerita di atas dan nilai yang melekat dapat menjadi pelajaran hidup dalam diri kita dan mampu mengaplikasikan kita kelak menjadi pemimpin di keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara ini. Minimal memimpin diri sendiri. Wa allahu ‘alam
Agung Kuswantoro, pegiat mahasiswa mengaji dan dosen Fakultas Ekonomi Unnes, email : agungbinmadik@gmail.com