Membangun Peradaban

1 Romadhon 1435 Hijriyah bertapatan dengan 29 Juni 2014, warga perumahan saya yaitu perum sekarwangi, sekaran, semarang mengadakan solat isya dan tarawih berjamaah di tempat parkir rumah Pak Bahrul. Mengapa dilakukan di tempat parkir? Karena musolla yang ada di dekat perumahan warga kami belum dibangun. Oleh karenanya, kami berinisiatif mengadakan kegiatan tersebut di tempat Pak Bahrul. Mengingat tempat beliau luas dan beliau bersedia untuk ditempati untuk kegiatan keagamaan.

Awal ide tersebut bermula dari kesulitan warga kami saat romadhon yang jauh dari masjid atau musolla. Jika pun ada masjid, maka letaknya jauh. Sehingga, sewaktu ada perkumpulan kecil dari warga yaitu pak Wisnu, pak Bahrul, pak Wid, dan saya menggagas agar dilakukan solat taraweh bersama. Dari diskusi kecil tersebut, maka disepakati kegiatan tersebut. Saya dan pak Wisnu mohon ijin ke pak RT, memberitahu bahwa warga perumahan akan mengadakan solat isya dan taraweh berjamaah. Alhamdulillah, pak RT memberikan ijin tersebut, bahkan sangat senang mendengar berita tersebut. Langkah berikutnya yang kami tempuh adalah berkoordinasi mengenai teknis pelaksanaan baik solat maupun tempat.

Pioneer

Musolla yang ada sekarang (rumah pak Bahrul) merupakan embrio dari jamaah di musolla yang akan dibangun. Jika sudah terbangun musollanya, maka jamaah yang sekarang akan hijrah ke musalla baru.

Mengingat musolla kami baru (parkir pak bahrul), sehingga pelakunya adalah yang menginisiatif kegiatan tersebut. Mulai dari imam, bilal, khotbah kultum, dan makmum. Misal, imamnya adalah saya, bilalnya pak Bahrul, khotbah kultumnya pak Wisnu. Besoknya bilalnya pak Dian, khotbah kultumnya pak Bahrul, dan imamnya saya. Dan seterusnya.

Saat saya menjadi imam dan khutbah kultum dihari pertama, saya menyampaikan kepada jamaah, bahwa kegiatan ini semata-mata mengharap ridlo Alloh. Kita menyelenggarakan ini sebagai fasilitas bagi warga perumahan agar dapat menyemarakkan bulan taraweh di tempat yang dekat. Saya memberikan materi mengenai tempat yang pertama dalam membangun peradaban adalah masjid. Misalnya, masjid Quba adalah masjid yang pertama kali dibangun nabi di tahun pertama Hijriyah. Di dalam masjid muncullah kegiatan-kegiatan yang memakmurkan masjid, sehingga orang saling bersosialisasi, belajar, dan berdiskusi. Demikian juga, musolla kita diharapkan sebagaimana fungsi masjid. Di sini akan ada kajian, solat taraweh, witir, tadarus, buka puasa bersama, dan lainnya.

Setelah saya menyampaikan kultum, dilanjutkan dengan sambutan singkatan dari pak wisnu. Beliau menyakinkan kepada jamaah, bahwa proses yang kita lakukan adalah legal (ijin RT), sehingga jamaah jangan takut akan kegiatan kita. Beliau juga memaparkan teknis solat tarawehnya, seperti jumlah rokaat dan doa.

Taraweh Hari Pertama : Belajar

Taraweh hari pertama saya bertindak sebagai imam dan kutbah kultum. Saya menyadari dalam diri saya masih banyak kekurangan, sehingga saya masih banyak butuh belajar agama. Di malam itu, kondisi mulai dari bilal dan imam masih perlu belajar lagi.

Dari imam, saya masih ada bacaan yang kurang sesuai, bahkan lupa saya sempat duduk tahyat awal saat rokaat kedua, yang seharunya tidak menggunakan tahyat awal. Alhamdulillah para jamaah mengingatkan saya untuk segera memperbaikinya.

Dari Bilal pun masih ada kekurangan yaitu kata-kata yang diucapkan masih ragu, misal kata  rakaat menjadi rakataini. Makmum pun demikian, dalam menjawab bacaan bilal, terasa tidak kompak, bahkan cenderung bingung dengan bacaan apa yang harus diucapkan.

Setelah solat taraweh, kami pun berkumpul mendiskusikan kekurangan dari solat tadi. Diskusi kecil tersebut menghasilkan jadwal imam, bilal, dan kutbah kultum. Saya juga diberi bantuan untuk menyusun naskah bilal dan jawab makmum mulai dari adan hingga doa witir.

Sepulang dari solat, saya langsung membuat naskahnya. Alhamdulillah selesai dalam waktu empat puluh menit. Paginya, saya menyerahkan naskah tersebut ke pak bahrul, beliau membacanya dan menyetujui dari tulisan saya. Kemudian saya meng-fotocopi-kan sejumlah lima belas. Saat solat taraweh tiba, saya membagikan naskah tersebut kepada bilal dan jamaah.

Taraweh Hari Kedua: Hujan Lebat

Hari kedua tawareh saya dapat tugas untuk menjadi Imam dan khutbah kultum. Saat solat isya berlangsung cuaca gerimis. Alhamdulillah para jamaah bersemangat datang. Kejadian yang tidak disangka terjadi, saat saya mengimami solat taraweh yang pertama (4 rokaat) terjadi hujan lebat. Karena tempatnya di parkiran, sehingga air hujan masuk ke dalam ruang solat. Ketinggian dinding yang hanya satu meter, menjadikan air masuk saat solat di tempat solat.

Apa yang terjadi? Ya basah kuyub, terutama jamaah Ibu yang berada di dekat dinding. Demikian juga jamaah yang ditengah terkena air hujan yang terbawa angin. Sehingga rukuk, baju, tikar, dan naskah bilal pun basah kuyub.

Saat itu pula, saya sebagai Imam tidak bisa egaois. Saya mempercepat bacaan di rokaat taraweh pertama. Setelah selesainya, saya langsung merapat ke depan, agar yang di belakang dapat maju, sehingga tidak kehujanan.

Rokaat kedua, hujan tambah besar. Saya sebagai imam langsung mengeraskan bacaannya, agar suara saya dapat didengar oleh jamaah, karena suara saya bersaing dengan suara air hujan yang jatuh di atap.

Saya memberikan materi kultum tentang menjaga niat agar tetap ikhlas, jangan sampai kita membelok niatnya, karena ucapan yang tidak baik. Ikhlas dapat dimaknai bersyukur. Hujan adalah nikmat Alloh, kita harus bersyukur Alloh mengijinkan hujan pada malam ini. Di saat kondisi seperti ini, kita diharapkan selalu minta padaNya. Alloh melihat sendiri, bahwa kita butuh tempat dalam beribadah. Taraweh pun kita masih kehujanan. Saya memberikan motivasi kepada jamaah agar selalu positif thinking. Jangan sampai niat ibadah kita menjadi rusak, hanya karena faktor hujan.

Setelah selesai solat, saya membacakan berdikir dengan agak keras. Dalam pikiran saya agar jamaah solat taraweh dan witir cepet selesai, karena jamaah kurang konsentrasi dalam berdikir, lebih fokus pada menyelamatkan situasi hujan. sehingga bacaan dikirnya saya bacakan. Pak wisnu berkata kepada saya “kenapa pkj tadi kok jamaah tidak diberi kesempatan untuk melafalkan dzikir?  Saya jawab karena cuaca hujan, sehingga perlu saya persingkat dan percepat agar cepat selesai solatnya. Alhamdulillah jawaban saya dapat dimengerti oleh pak wisnu.

Taraweh hari ketiga : Jamaah berdikir

Alhamdulillah di taraweh ketiga, saya menjadi Imam lagi, namun khutbahnya adalah pak wisnu. Untuk bilal masih tetap bahrul. Hal yang sangat berkesan bagi saya adalah respon dzikir jamaah yang keras dan kompak dalam melafalkan. Setiap kata saya mengucapkan, jamaah mengucapkannya.

Artinya bahwa mereka antusias dalam berdikir dan berdoa. Hal ini saya lakukan, sebagaimana masukan dari pak wisnu dan pak bahrul, bahwa dalam berdoa agar pelan-pelan agar jamaah juga mengikuti dari kata-kata imam (saya) dalam berdikir dan berdoa.

Demikian teman-teman cerita taraweh saya di hari pertama, kedua, dan ketiga. Semoga cerita ini menjadi motivasi kita untuk berbuat baik. Dan, jauhkan rasa kesombongan diri kita. Saya menuliskan cerita ini sebagai doa, tidak bermaksud ria atau pun yang lainnya. Mudah-mudahan kita semua menjadi manusia pembejar di lingkungannya. Semoga Alloh mengampuni dosa kita semua di bulan berkah. Amin

 

Agung Kuswantoro, warga perum sekarwangi sekaran semarang, email : agungbinmadik@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: