Karekteristik Pemimpin apakah harus Suci?

Menyampaikan materi karakteristik pemimpin dari slide milik Dr. S. Martono, M. Si menyimpan sebuah pertanyaan yang masih belum terjawab. Adapun pertanyaannya adalah apakah ada karakteristik pemimpin dari materi tersebut? Jika ada, siapa dia?

Dijelaskan dalam materi tersebut bahwa karakteristik pemimpin adalah memiliki kematangan spiritual, mental, sosial, emosi, fisik, kewibawaan, keuletan dan kerajinan, jujur, kesanggupan untuk berkomunikasi, memiliki keterampilan teknis dalam bidang manajemen, mempunyai keinginan untuk menjadi pemimpin, memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, dan perilaku pemimpin yang didasarkan pada delapan sifat ajaran dan filosifi kepemimpinan Jawa, yaitu hasta brata. Pemimpin yang berperilaku hasta brata seperti bumi (tanah), surya (matahari), candra (bulan), kartika (bintang), angkasa (langit), samodra (laut), dahana (api), dan maruta (angin).

Jika kita perhatikan, maka pemimpin yang dimaksudkan adalah jelas manusia yang sangat super. Dimana ia memiliki kemampuan yang lebih dari manusia. Bagaimana tidak? Ia matang, terampil, cakap, dan pandai. Mana ada manusia yang memiliki kelebihan seperti itu? Bukankah manusia juga sebagai makhluk yang memiliki penyakit lupa dan dosa? Jika manusia itu memiliki penyakit lupa dan dosa, berarti tidak termasuk dalam karakteristik pemimpin. Terus pemimpin seperti apa dia yang dimaksudkan dalam materi tersebut? Nah itulah pertanyaan awal yang ada dalam paragraf pertama.

Saya sebagai dosen pun saat ini, belum bisa menjawabnya. Jika ada yang mau berkomentar silakan menjawab dikomentar status blog ini. Mari kita diskusi materi karakteristik pemimpin. Bagi yang menjawabnya menarik, akan diberi nilai plus dan hadiah. Tapi hadiahnya nanti dulu. Selamat menjawab.

Rembang, 31 Oktober 2015

Agung Kuswantoro

Terasa ujian disertasi

Dari berbagai pengalaman saya saat memberi materi pelatihan atau menjadi pembicara tentang elektronik arsip atau kearsipan di suatu organisasi yang ada di daera-daerah, yang paling berkesan yaitu saat diundang oleh Pascasarjana (PPs) Universitas Negeri Semarang (Unnes). Mengapa berkesan? Karena saya terasa ujian disertasi. Dimana ditonton oleh semua pegawai kependidikan PPs Unnes, yang bertanya adalah Prof. Rer. Nat Wahyu Hardiyanto, M. Si (Prof. Wahyu) dan Prof. Dr. Joko Widodo, M. Pd. (Prof. Joko). Mereka adalah Asisten Direktur (Asdir) akademik dan administrasi umum PPs Unnes.

Acara tersebut adalah pelatihan bagi tenaga kependidikan agar dapat melayani mahasiswa atau stakeholder lebih optimal dengan pengelolaan arsip dinamis. Namun, ternyata tidak hanya tenaga kependidikan saja yang mengikuti, tetapi pimpinan mereka juga sangat antusias mengikutinya.

Saya presentasi kurang lebih tiga jam. Tenaga kependidikan tidak ada yang bertanya. Justru, pertanyaan yang banyak dari Prof. Wahyu dan Prof. Joko. Prof. Wahyu pertanyaannya menekankan pada aspek sistemnya yang pernah saya bangun, sedangkan Prof Joko pertanyaannya menekankan pada aspek keauntentik arsip.

Seorang pegawai memberikan peringatan kepada saya bahwa presentasi saya telah selesai, namun mereka masih asyik bertanya. Alhamdulillah saya bisa menjawabnya dan mereka bisa menerima penjelasan saya.

Diakhir presentasi, saya mengatakan baru kali ini saya presentasi atau memberikan pelatihan dengan pertanyaan-pertanyaan yang kritis, dimana pertanyaan tersebut tidak tanggung-tanggung dilontarkan langsung dari Profesor yang ahli dibidangnya. Presentasi saya terasa ujian disertasi terbuka yang disaksikan oleh Bapak/ Ibu tenaga kependidikan. Kalimat saya langsung disambut dengan tepuk tangan oleh mereka. Mereka mengatakan kuliah lagi aja mas, langsung strata tiga dibuatkan disertasi materi yang barusan.

Setelah pemaparan selesai, saya langsung coffe break dan berbicara santai kepada kedua Profesor tersebut. Alhasil, mereka sangat tertarik dengan materi kearsipan yang saya paparkan dan ingin mengetahui program yang telah saya buat. Semoga pengalaman yang berharga ini menjadikan diri saya untuk bersemangat belajar karena belajar tidak hanya dari kampus, namun guru yang termahal adalah pengalaman. Mudah-mudahan pengalaman ini menjadi guru yang termahal untuk saya sebagai bekal kesuksesan. Amin

Rembang, 31 Oktober 2015

Agung Kuswantoro