“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menginfakkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang, Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” QS. Al Imron: 133-135)
Ayat di atas mengingatkan kita akan tujuan orang berpuasa di bulan Ramadhan. Tujuan orang berpuasa adalah takwa, sebagaimana wasiat setiap khotib hari Jum’at. Posisi sekarang dalam kalender Islam, kita memasuki bulan Syawal, tepatnya tanggal 23. Syawal adalah bulan ke-10 dari bulan hijriyah. Arti kata syawal adalah naik, ringan, atau membawa.
Dua Cara Pandang
Memaknai kata syawal dapat dilihat dari dua cara pandang yaitu adat orang Arab dan ibadah. Islam memang turun dari tanah Mekkah, Arab Saudi. Kita harus membedakan antara kebiasaan orang Arab dan nilai-nilai Islam sendiri. Misal, orang Arab memiliki kebiasaan berpakaian jubbah bagi laki-laki baik dalam keadaan sholat atau kebiasaan kesehariannya. Demikian juga, orang Indonesia memiliki kebiasaan berpakaian sarung/celana bagi laki-laki dalam keadaan sholat. Namun, mereka melaksanakan sholat, dimana prinsipnya adalah menutup aurat. Inilah yang saya maksud, bahwa dalam memandang Islam, juga tidak lepas dengan budaya orang Arab.
Demikian juga, kata syawal memiliki arti naik karena banyak unta-unta menaikkan ekornya sebagai tanda tidak mau dikawini, sehingga orang Arab memiliki kepercayaan bahwa bulan ini tidak baik dan melihat pernikahan di bulan Syawal akan berakhir buruk. Hal ini berlawanan dengan orang Jawa, justru orang Jawa memandang bahwa bulan Syawal adalah “panen mantu”. Kepercayaan orang Arab yang menganggap sial saat menikah di bulan tersebut, ditepis oleh Nabi Muhammad SAW dengan pernikahan beliau dengan Aisyah dan pernikahan Fatimah dengan sahabat Ali Rodiallohu’anhu. Perbuatan Nabi Muhammad SAW yang menikah di bulan Syawal menunjukkan bahwa waktu itu milik Allah, bukan manusia. Sehingga tidak ada hari atau bulan sial.
Makna syawal dari sisi ibadah yaitu meningkat atau naik. Berbicara naik, maka benak yang ada dalam pikiran kita adalah naik dari tempat rendah ke tempat yang tinggi. Artinya, ada tahapan-tahapan atau step by step atau ada bagian yang ditinggalkan dan ada yang dilewati.
Sederhananya, untuk melewati atau untuk naik ke suatu tempat dibutuhkan suatu bekal atau latihan. Latihan ini, dalam bahasa ibadah kita adalah Ramadhan. Ramadhan adalah sebuah sekolah yang mengkader peserta didiknya menjadi lulusan yang bertakwa dengan kurikulum sholat malam berupa sholat tarawih dan witir, puasa berupa menahan lapar di siang hari, sedekah, itikaf, tadarus al qur’an, dan kurikulum yang lainnya.
Pelajaran-pelajaran yang ada dalam kurikulum inilah yang harus kita DITINGKATKAN, yang harus kita DINAIKKAN di bulan-bulan setelah Ramadhan. Karena Ramadhan sudah mengajarkan di waktu yang sudah ditentukan yaitu 30 hari atau satu bulan.
Kita sebagai siswa atau peserta didik yang pernah belajar di sekolah Ramadhan ini, kita harus punya rencana ibadah 11 bulan berikutnya. Misal, sholat malam harus kita niati dan rencanakan kapan dan jam berapa kita bangun? Berapa ayat atau surat yang akan kita baca setiap harinya? Berapa rupiah yang akan kita sedekahkan ke sesama tiap harinya? Dan berapa kali kita akan itikaf atau sholat tahiyatul masjid setiap minggunya? Berapa pula hari yang akan kita puasai di bulan Syawal? Karena ada hadis yang menyebutkan “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasan enam hari di bulan Syawal maka dia seperti berpuasa setahun penuh (HR. Muslim no. 1164). Itulah agenda rutin yang harus di-syawalkan atau ditingkatkan. Jika kita biasa saja dalam beribadah di bulan Syawal atau 11 bulan berikutnya, maka kita tidak menikmati Syawal, alias stagnan atau ajeg.
Tanda Orang Bertakwa
Lalu, bagaimana tanda orang lulus dari sekolah Ramadhan? Kita kembali pada paragraf awal sebagai prolog dalam tulisan ini. Ada lima tanda orang yang bertakwa, yaitu:
- Gemar menginfakkan harta bendanya di jalan Allah, baik dalam keadaan sempit dan lapang
(Alladina yunfiquuna fisirri wa ddorro)
- Mampu mengendalikan serta menahan diri dari amarah (wal kadimina ghoibi)
- Selalu bersifat pemaaf dan tidak pendendam kepada orang lain yang berbuat salah (wal ‘afina anin nasi)
- Saat terejrumus pada perbuatan keji dan dosa atau mendolimi diri sendiri, ia segera ingat kepada Allah, kemudian beristighfar dan bertobat kepada Allah atas segala perbuatan dosa yang telah dilakukannya.
- Secara sadar tidak mengulangi perbuatan keji dan mungkar yang pernah dilakukan
Kelima tanda orang bertakwa yang disebutkan dalam QS. Ali Imron 133-135. Insa Allah diantara tanda-tanda itu ada dalam diri kita. Jika belum ada tanda-tanda itu atau satu diantara kelima belum ada, maka saatnya kita menaikkan kualitas ibadah kita. Jangan sampai, kita stagnan atau tidak naik kelas, dikarenakan kebiasaan buruk kita atau budaya yang tidak baik di sekeliling kita. Jika tidak sekarang kapan lagi? Bukannya waktu itu milik Allah? Bukannya kematian milik Allah? Lalu, kapan tanda-tanda orang bertakwa kita dapatkan dengan waktu terus berjalan, tetapi kita tidak menaikkan ibadah kita? Wallahu alam
Demikian tulisan yang dapt saya sampaikan, simpulannya adalah :
- Syawal harus dimaknai dengan sisi ibawah yaitu peningkatan amalan ibadah kita kepada Allah dengan bekal sekolah Ramadhan.
- Syawal jangan dimaknai secara kebiasaan (adat) saja, tapi dimaknai secara ibadah
- Peningkatan ibadah dapat diwujudkan dengan perbuatan:
- Gemar berinfak
- Menahan diri dari amarah
- Bersifat pemaaf
- Cepat beristighfar dan bertobat, jika berbuat salah atau dosa kepada Allah.
- Tidak mengulangi perbuatan keji
Kelima inilah sebagai bukti lulusan sekolah Ramadhan yaitu menjadi orang yang bertakwa.
Daftar Pustaka:
- Al Qur’anul Karim. QS. Ali Imron 133-135
- Hadist Muslim no. 1164
- Zein, M. Harry. Lima Ciri Manusia Bertakwa. Republika. 19 Juli 2013
- El Rahman, Azam, Muhammad. Makna Syawal. kompasiana.com
- Wiyonggo Seto. Makna Syawal secara Bahasa. Blog pribadi Wiyonggo Seto.
Jul 31, 2016 @ 01:27:35
bagaimana cara meraih dan mempertahankan ketakwaan ya?
trims
Agu 19, 2016 @ 13:32:50
jaga amalan-amalan sebagaimana dalam tulisan tersebtu. atau jaga amalan-amalan ramadan waktu di syawal