Maraknya Kartu BPJS, KTP, Kartu Indonesia Sehat, dan ijasah palsu menjadikan pembelajaran bagi kita semua untuk berhati-hati dalam bertindak, khususnya lembaga yang menerbitkan dokumen tersebut. Kasus ini tidak jauh berbeda dengan pemalsuan surat edaran, sebagaimana dalam diungkapkan oleh Kepala UPT Humas UNNES (http://unnes.ac.id/berita/hati-hati-beredar-surat-edaran-palsu-untuk-penipuan/)
Pemalsu surat tersebut tidak segan-segan menandatangani dan memberikan cap pada dokumen (surat) tersebut. Keadaan tersebut harus kita sikapi melalui tata naskah dinas surat dinas lembaga tersebut. Tata naskah ini sebagai petunjuk dalam penulisan sebuah surat masuk-keluar suatu lembaga yang meliputi bentuk surat dan bagian-bagian surat seperti kop surat, nomor surat, hal, lampiran surat, kata pembuka, pembuka surat, isi surat, penutup surat, penandatangan surat, dan tembusan.
Tata naskah menjadi dasar hukum dalam pengelolaan sebuah surat itu autentik atau tidak autentik. Jika ada surat yang tidak sesuai dengan tata naskah surat yang diberlakukan oleh lembaga tersebut, maka dengan sendirinya dokumen tersebut tidak autentik. Sehingga di suatu lembaga tertentu tata naskah menjadi rahasia suatu lembaga agar orang tidak dapat memalsukan sebuah surat di lembaganya. Sebaliknya, jika ada surat yang sesuai dengan tata naskah surat yang diberlakukan oleh lembaga tersebut, maka dokumen tersebut autentik.
Dalam tata naskah juga diatur jenis tulisan, ukuran font, ukuran stempel surat, margin kanan-kiri surat, ukuran kertas, initial (pengonsep dan pengetik surat), berat kertas, pengkodean masalah surat atau pola klasifikasi, dan lainnya. Intinya sebuah dokumen autentik dapat dilihat dari penciptaan suatu dokumen. Bahkan untuk dokumen tertentu seperti sertifikat atau ijasah memiliki nomor seri yang hanya diterbitkan oleh lembaga tersebut.
Dokumen menjadi autentik jika disahkan oleh lembaga yang bersangkutan dengan bukti tanda tangan pimpinan dan stempel lembaga tersebut. Misal foto copy ijasah, akta lahir, akta nikah atau sertifikat akan bernilai autentik jika divalidasi pimpinan lembaga melalui tanda tangan pimpinan dan stempel lembaga.
Jika ada orang yang sengaja memalsukan suatu dokumen maka dapat dibawah ke ranah hukum karena ia telah membuat suatu dokumen yang mengatasnamakan suatu lembaga. Biasanya pelaku yang membuat pemalsuan dokumen dengan menirukan suatu dokumen aslinya.
Dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 tentang kearsipan Bab VI Pasal 68 ayat 1 disebutkan pencipta arsip dan/atau lembaga kearsipan dapat membuat arsip dalam berbagai bentuk dan/atau melakukan alih media meliputi media elektronik dan/atau media lain. Maknanya bahwa yang berhak mengautentikasi suatu dokumen adalah pencipta dokumen. Misal sertifikat foefl, yang berhak mengecek keasliannya adalah Pusat Pengembangan Bahasa UNNES karena pusat bahasa yang telah menerbitkan sertifikat toefl-nya.
Dalam tingkatan negara, kasus ini mirip dengan arsip Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Ia adalah sebuah dokumen yang sangat vital, namun hingga sekarang belum ditemukan sehingga dokumen tersebut dikategorikan arsip hilang. Selama penelusuran ada tiga jenis arsip yang ditemukan. Pertama, Supersemar yang diterima dari Sekretariat Negara, dengan ciri jumlah halaman dua lembar, berkop Burung Garuda, diketik rapi, dan di bawahnya tertera tanda tangan beserta nama Sukarno. Kedua, Supersemar yang diterima dari Pusat Penerangan TNI AD dengan ciri jumlah halaman satu lembar, berkop Burung Garuda, ketikan tidak serapi versi pertama. Penulisan ejaan sudah menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku pada saat itu. Jika pada versi pertama di bawah tanda tangan tertulis nama Sukarno, pada versi kedua tertulis nama Soekarno. Ketiga, Supersemar yang diterima dari Yayasan Akademi Kebangsaan, dengan ciri: jumlah halaman satu lembar, sebagian surat robek sehingga tidak utuh lagi, kop surat tidak jelas, hanya berupa salinan. Tanda tangan Soekarno pada versi ketiga ini juga berbeda dengan versi pertama dan kedua. Untuk menguji keaslian ketiga dokumen tersebut, ANRI bekerja sama dengan Pusat Laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal Polri. Hasilnya adalah Supersemar tersebut dinyatakan tidak asli (tidak autentik). (Azmi, Kompas 10 Maret 2015)
Jadi sangat jelas untuk menguji keautentikan sebuah dokumen harus ditelusuri pencipta dokumen tersebut. Satu dokumen ternyata ada tiga pencipta arsip, namun belum tentu autentik. Pencipta dari lembagalah yang resmi mengeluarkan dokumen tersebut dengan menggunakan tata naskah yang telah ditetapkan lembaganya. Ancaman hukum bagi pemalsu dokumen jelas ada, karena ia telah berani menandatangani nama pimpinan di lembaga tersebut dan memalsukan cap dinas lembaganya.
Catatan bagi lembaga yang menciptakan arsip dalam mengeluarkan sebuah dokumen harus berhati-hati. Tata naskah harus diperhatikan. Jangan asal membuat, kemudian diajukan kepada pimpinan untuk ditandatangani. Oleh karena itu, diperlukan sebuah koreksi. Dalam korespondensi Bahasa Indonesia dikenal dengan initial. Initial berisi kode pengonsep dan pengetik surat. Jika ada kesalahan ketik, maka kesalahan terletak pada pengetik surat. Jika ada kesalahan dalam gaya bahasa atau konsep surat maka kesalahan terletak pada pengonsep surat. Orang mengatakan cara ini dengan adanya paraf sekretaris sebelum ditandatangani pimpinan.
Mari kita kaji tata naskah persuratan UNNES yang telah diterbitkan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) melalui peraturan nomor 51 tahun 2015 tentang Tata Naskah Dinas di lingkungan Kemristekdikti. UNNES sebagai lembaga yang taat asas, semua surat yang diciptakan harus mengikuti kaidah dalam peraturan tersebut. Jika ada sebuah dokumen yang tidak sesuai dengan kaidah tersebut maka keautentikannya akan diragukan sehingga akan menimbulkan penafsiran yang beragam, sebagaimana kasus Supersemar.
Agung Kuswantoro, dosen Fakultas Ekonomi UNNES dan koordinator layananan sistem kearsipan UPT Kearsipan UNNES
sumber : https://unnes.ac.id/gagasan/keautentikan-sebuah-dokumen/