Oleh Agung Kuswantoro
Setiap Rektor UNNES, Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum berpidato saat wisuda mengatakan pilar utama UNNES sebagai rumah ilmu adalah mahasiswa yang cerdas dan berkarakter. Nah disinilah saya penasaran untuk mengkaji makna cerdas.
Orang cerdas, jenisnya banyak. Masyarakat mengatakan orang yang cerdas adalah yang pandai ilmu matematika, fisika, kimia, biologi, sosial, dan ilmu lainnya. Ia mendalami ilmu dan menguasainya.
Ada juga orang yang mengatakan bahwa orang yang cerdas adalah orang yang cepat dan tepat menemukan solusi atas permasalahan yang terjadi. Ada permasalahan inflasi atau pasar, ia mampu memberikan solusi cepat dan tepat melalui pendekatan ekonomi. Ia dikenal sebagai ekonom.
Ada pula, permasalahan sosial dan pembentukan karakter. Ia dikenal sebagai sosiolog atau pendidik atau guru bangsa.
Lalu, bagaimana agama Islam memaknai orang cerdas. Ahmad Ubaidillah (2016) mengatakan bahwa orang yang cerdas adalah orang yang ketika berbuat atau bertindak senantiasa diorientasikan untuk kepentingan jangka panjang. Sebaliknya orang bodoh adalah orang yang bertindak hanya untuk jangka pendek.
Ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, bahwa suatu ketika saya pernah bersama Rasulullah, lalu datang seorang laki-laki dari kaum Anshor. Dia mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad SAW. Lalu bertanya, Wahai Rasulullah, muslim manakah yang paling utama? Rosulullah menjawab, “Yaitu yang paling baik akhlaknya. Lalu muslim manakah yang paling cerdas? Rosulullah menjawabnya, “Yang paling banyak mengingat kematian, dan paling banyak persiapannya untuk kehidupan yang berikutnya (setelah kematian). Mereka itulah orang-orang yang cerdas (HR. Ibnu Majah).
Ada pula hadis lain, bahwa Nabi Muhammad SAW berkata orang yang cerdas adalah orang yang menghitung (menghisab) dirinya dan beramal untuk masa setelah mati. Orang yang lemah adalah jiwanya mengikuti hawa nafsunya, dan berangan-angan kepada Allh (HR. Imam at Tar midzi, Ahmad, At-Thabarani, dan Ibnu Majah).
Kedua hadist tersebut menguatkan bahwa orang yang cerdas adalah orang yang bertindak untuk jangka lama, bagaimana pendapat Ahmad Ubaidillah. Orang yang cerdas ternyata bukan orang yang sekedar orang yang pandai berhitung, berbahasa, atau menguasai teknologi. Namun orang yang cerdas adalah orang yang senantiasa menyiapkan dan memperbanyak amal sholeh untuk bekal setelah kematian.
Sebaliknya, orang yang bodoh atau lemah adalah orang yang menuruti hawa nafsunya. Ia menyangka Alloh akan mengampuni segala dosanya dan memperoleh surga, kelak di akhirat.
Dengan demikian, UNNES adalah sebuah lembaga yang tidak mementingkan urusan ilmu dunia saja. Cerdas menjadi bukti, jika UNNES juga peduli terhadap pemikiran-pemikiran jangka panjang. Jika UNNES hanya mementingkan urusan dunia, maka yang terjadi muncul lulusan atau pegawai yang tidak jujur dan tidak amanah. Mengapa demikian? Karena ia tidak memikirkan urusan kehidupan setelah hidup di dunia yaitu akhirat. Ia tidak mempertimbangkan amal sholeh. Ia fokus pada perbuatan yang ia tidak menyadarinya bahwa perbuatan tersebut salah.
Patut kita apresiasi setiap kalimat yang disampaikan oleh Rektor UNNES tersebut bahwa mahasiswa UNNES adalah cerdas. Cerdas harus diimbangi dengan perbuatan baik berupa amal untuk bekal diakhiat. Apalah gunannya kepandian ini, namun digunakan untuk perbuatan tercela.
Singkatnya, orang cerdas adalah orang yang memikirkan akhirat dan melakukan persiapan menuju tempat abadi. Sedangkan orang bodoh adalah orang yang hanya memikirkan nafsunya yang jangkanya sangat pendek.
Marilah kita menjadi pribadi yang cerdas. Cerdas secara hakiki. Perdalam keilmuan kita, bingkailah hati kita dengan kecerdasan sebagaimana yang diinginkan oleh Nabi Muhammad SAW. Terlebih lembaga ini, mendukung iklim yang kondusif untuk menciptakan sumber insani yang cerdas.
Semarang, 24 Desember 2016
Efek setelah merenung pidato Rektor UNNES, Prof. Fathur Rohman, M.Hum. dan membaca opini Mengarahkan Anak Kita Menjadi Cerdas oleh Ahmad Ubaidillah. Tribun Jateng edisi 21 Desember 2016.