Oleh Agung Kuswantoro
Sebelumnya saya mohon maaf atas tulisan ini. Sekedar curhatan dari hari dan refleksi selama kita mengaji di masjid. Alhamdulillah, kajian masih berlangsung hingga hari ini. Barusan tadi kita berbicara tentang bab tayamum–versi tatap muka–mari kita renungkan kembali materi kajian-kajian kita.
Pertama, latar belakang muncul kajian ini adalah atas ide jamaah. Beliau adalah pak Selamet. Ia meminta saya dituliskan solawat nariyah, doa, bertanya tentang solat.
Awalnya saya hanya tadarus rutin setiap selesai solat subuh. Beliau mendampingi dan mendengarkan suara mengaji saya. Saya pun penasaran mengapa beliau mendampingi saja? Kemudian saya berikan alqur’an untuk gantian membaca. Beliau mengatakan “saya belum (baca tidak bisa mengaji). Beliau meminta saya mengajari dan menuliskan berbagai doa dan solawat. Langsung saya tuliskan dalam dua versi yaitu tulisan latin bahasa Indonesia dan bahasa Arab.
Dalam perkembangannya, ada jamaah yang tertarik dengan tulisan-tulisan tersebut, lalu tulisan tersebut digandakan dan jamaah yang lain tertarik untuk membacanya. Saya sendiri meminta tolong pada mahasiswa untuk solawatan dengan doa, jangan solawatan yang menggunakan bahasa Jawa. Pertajam mahrojnya, pelafalan harus jelas, fasih, dan panjang pendeknya harus pas saat solawatan, sehingga jamaah yang lain mendengar solawat atau doa yang benar adalah yang diucapkan oleh mahasiswa.
Ternyata dugaan saya benar, bahwa jamaah di lingkungan masjid saya, sedikit sekali yang bisa membaca alquran. Tidak ada 75 prosen–menurut saya– yang bisa membaca alquran atau huruf hijaiyah. Selama ini mereka hanya menghafal dari apa yang mereka dengar.
Sedih. Sangat sedih hatiku. Jadi mereka hanya hafalan. Pantas, solawatan tidak fasih, romadon tidak berani nyimak atau mengaji alquran–tadarus– dan ibadah lainnya juga belum sesuai kaidah.
Kondisi itulah akhirnya muncul kajian ini. Eh bukan berarti bahagia pula ya, butuh perjuangan agar bisa istiqomah atau langgeng dalam mengaji. Dibutuhkan kerjasama yang baik antar sesama.
Bersambung….
Semarang, 30 Desember 2016