Merantau dan Kemandirian

Merantau dan Kemandirian
Oleh Agung Kuswantoro

Apakah Anda orang merantau? Jika perantau, mari kita saling belajar dari tulisan ini. Tulisan ini sebagai suara hati atas orang yang berpendapat kepada saya. Terlebih, saat sekarang, ada anak saya yang barusan lahir. Alhamdulillah, melalui kelahiran anak, silaturahmi antar sahabat, teman kantor, dan tetangga di lingkungan rumah saya.

Mereka yang datang ke rumah, ada yang seumuran dengan saya. Ada pula yang lebih tua dari kita – saya dan istri – khususnya yang datang lebih tua kepada saya, mereka memberikan nasihat-nasihat kepada saya. Saya mengganggap mereka sebagai orang tua.

Kebanyakan mereka mengatakan kepada saya bahwa saya mandiri. Jujur, saat orang mengatakan kepada saya tentang kami yang mandiri, saya justru bingung. Kalau, tidak bertahan hidup di perantauan, saya harus apa? Jelas, jawabnya adalah melakukan apa yang bisa saya lakukan.

Begini. Mari kita berpikir logis. Kami berasal dari luar kota. Asal saya Pemalang, sedangkan istri dari Rembang. Orang tua kami pun, sibuk dengan urusannya masing-masing. Doa menjadi jembatan antara kami dengan orang tua kami.

Masa, saya tega menghubungi orang tua saya yang sedang sibuk? Atau, masa saya tega menelpon mertua yang sedang repot dengan urusan rumah, dimana mbak ipar juga melahirkan?

Itu maknanya, saya diberi kekuatan oleh Allah untuk menentukan keputusan untuk bertahan hidup di perantauan. Kekuatannya adalah diri sendiri. Diri yang kuat dan tangguh untuk menghadapi segala halangan dan rintangan. Peran masing-masing dalam keluarga harus dioptimalkan. Istri melaksanakan tugas sebagai istri. Suami melaksanakan tugas sebagai suami. Kerjasama sangat dibutuhkan diantara keduanya.

Repot itu pasti. Pastinya, kami tidak akan meminta kepada manusia. Mintanya kepada siapa? Jawabnya, Tuhan. Ya, Allah. Sehingga, kepasrahan secara total yang kami butuhkan. Saat susah, sebut nama Dia. Dia yang segalanya. Saat sakit, cukup nama Dia yang kita ucapkan.

Disinilah muncul kemandirian. Kemandirian yang sesuai dengan kemampuan kita. Saat kita tidak mampu, Allah pasti akan memberi pertolongan melalui malaikat-malaikat-Nya. Malaikat tak selalu berwujud Jibril. Manusia atau hewan juga Malaikat. Allah mengirimkan “manusia dan hewan” itu kepada kita berupa pertolongan saat susah. Jadi, jangan disangka, saat kita susah Allah itu tidak ada. Tetapi, Dia selalu disamping kita.

Kuncinya, saat kita mengatakan diri kita merantau, maka kesusahan pasti ada. Nah, tinggal kitanya, siapa yang akan kita sebut, manusia atau Tuhan? Saat kita sebut Tuhan, maka kepasrahan akan total. Sehingga itu mungkin yang dimaksudkan orang, bahwa sikap tersebut adalah mandiri.

Demikian tulisan sederhana. Semoga memberikan nilai positif bagi kehidupan kita semua. Pastinya, khusnudhon dengan kehidupan ini. Salam sukses untuk kita semua.

Semarang, 28 Februari 2017

Ingin Buat Yayasan, Tapi Butuh Kontrakan Dulu

Bismillahirrohmanirrohim. Dengan niat tulus kepada Allah. Saya butuh bantuannya. Saya jujur semangat untuk dakwah atau menyampaikan ilmu agama. Atau, membuat majlis ilmu. Melihat perkembangan lingkungan dan sekitarnya, saya ke depan akan membuat yayasan majlis ilmu. Namun, untuk jangka pendek saya akan mengontrakkan satu rumah yang rencana akan diisi oleh mahasiswa yang belum mampu, namun aktif pergi ke masjid dan aktif majlis ilmu.
Harga kontrakan 7 juta pertahun. Letak samping rumah saya. Mahasiswa yg tinggal di rumah itu, minimal akan membantu saya pada
1. Kajian subuh
2. Tadarus sebelum magrib.
Karena uang Rp 7.000.000,00 –menurut saya– itu tdk sedikit saya butuh masukan dari ibu/ bapak semua. Strategi saya adalah
1. Akan mendonaturkan semua (100%) royalti buku saya yang bertema sosial atau agama.
2. Royalti buku umum, akan saya sumbangkan pula namun berdasarkan perhitungan setelah ada uang masuk dari penerbit.
Lalu, saya juga butuh bendahara untuk mengelola uang yang masuk. Yang minat bantu saya mohon hubungi saya ke hp atau WA 08179599354
Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih
Hormat saya,
Agung Kuswantoro

Korupsi dan Arsip

Oleh Agung Kuswantoro

Apa kaitannya KPK dengan ANRI? Pertanyaan tersebut sama halnya dengan apakah ada hubungan antara korupsi dengan arsip? Korupsi identik dengan uang. Sedangkan arsip identik dengan kertas. Lalu dimanakah korelasinya?

Detik edisi Kamis (9/2/2017) mengabarkan bahwa KPK dan ANRI bekerjasama dalam beberapa hal. Pertama, penyelenggaraan kearsipan secara berkualitas di kementerian/ lembaga dan badan usaha pemerintah. Kedua, pembinaan penyelenggaraan kearsipan, jasa pengolahan arsip dinamis, dan penyelamatan arsip statis (guna sejarah). Ketiga, pertukaran data dan litbang (penelitian dan perkembangan) mengenai korupsi.

Arsip sebagai bukti yang paling autentik dalam segala apa pun. Bukti arsip autentik yaitu saat ada permasalahan, selalu yang ditanyakan, mana buktinya? Mana dokumennya?

Itu pertanda, jangan dipandang sebelah mata sebuah “arsip”. Anda tahu berkas kasus Munir? Setahu saya hilang dokumennya. Anda tahu dokumen Supersemar? ANRI menyatakan dokumen tersebut masuk dalam Daftar Pencarian Arsip. Apa yang terjadi saat arsipnya hilang? Semua menjadi tidak terarah, karena tidak ada bukti.

Saya sangat mendukung kerjasama ANRI dan KPK. Sangat sinergis sekali. Data pasti autentik dan valid. Tidak diragukan lagi mengenai dokumennya. Arsip menjadi barang bukti yang ampuh. Terlebih kasus korupsi yang berkaitan dengan negara. Jelas, arsip ini sangat vital. Termasuk arsip statis. Jangan sampai hilang. Apa kata dunia nanti, pasti kasusnya tidak tuntas.

Mari, kita hargai arsip kita masing-masing. Apalagi arsip suatu lembaga, pasti memiliki nilai informasi. Jangan sampai hilang. Jika tidak mampu menatanya, minta bantuanlah pada lembaga yang berwenang, sebagaimana KPK ke ANRI. Semua saling menguntungkan. Itu semua demi negara kita.

Semarang, 14 Februari 2017

Mengikat Makna “Teknik Baru Menulis”

Oleh Agung Kuswantoro

Membaca buku Quantum Writing editor Bapak Hernowo (Kaifa), pikiran saya langsung melayang untuk mempraktekkan. Ada beberapa tawaran yang ditulis oleh Bapak Hernowo. Pertama, mengalirkan diri lebih dalam (inner self) ke selembar kertas. Menulis secara bebas di kerta mengenai sesuatu yang kita minati.

Kedua, memetakan suara intuitif, membuat peta konsep dari intuisi kita sendiri, karena setiap manusia itu unik dalam kemampuannya. Ketiga, membebaskan batin dari tekanan. Saat kita merasa tekan (baca: ada masalah), menulislah. Menulis akan menjadikan kita mengurai, mengkonstruksi, dan mengorganisir masalah tersebut.

Keempat, memetakan pengalaman mengalir. Setiap orang pasti memiliki pengalaman yang menarik. Pengalaman yang menarik itulah yang kita tulis. Pasti lebih mudah dan mengalir, karena mengalami. Ingat menulis itu alami, mengalami, dan pengalaman. Ketiga, hal tersebut penting.

Dalam penulisan juga ada tekniknya ada yang secara alami, berbalik, dan berlatih. Alami sebagai modal dasar yang diberikan oleh Tuhan. Setiap orang pasti memilikinya. Apa pun bidangnya. Berbalik, modal dengan cara memetakan dulu ide-idenya, kemudian disusun arah panah aliran pemikirannya. Sangat kemungkinan, arah ini akan “berbalik”. Teknik menulis dengan cara berlatih dengan cara membuat pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita jawab melalui tulisan. Itulah cara teknik menulis

Demikian, mengikat makna atas yang saya baca. Sedikit yang saya baca, satu bab atau sub bab, setelah itu langsung saya ikat agar yang saya baca lebih bermakna. Sekaligus dengan cara ini, saya belajar menulis. Itu saja.

Surakarta, 4 Februari 2017