Oleh Agung Kuswantoro
Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar” (QS al Ankabut 45)
Alhamdulillahirobbil ‘alamin. Marilah kita bersyukur kepada Allah SWT, karena pada hari ini (3 Rajab 1437 Hijriah) atau bertepatan hari terakhir di bulan Maret (31 Maret 2017 Masehi), kita masih diberi kesempatan untuk sholat Jum’atan secara berjamaah di masjid yang mulia ini.
Posisi sekarang, kita di bulan Rajab – kurang lebih ada 56 hari – menuju Ramadhan. Di bulan Ramadhan ada ibadah yang sangat terkenal yaitu ibadah tahunan berupa puasa. Islam mengajarkan kepada hamba-Nya untuk beribadah, sebagaimana Allah mengatakan: “Tidaklah Ku ciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada Ku” (QS. Adz Dzariat 56).
Dalam tauhid diterangkan bahwa ibadah ada dua yaitu ibadah mahdoh dan ghoiru mahdoh. Ibadah mahdoh yaitu aktivitas atau perbuatan yang sudah ditentukan syarat dan rukunnya. Misalnya, sholat, puasa, dan haji. Ibadah ini langsung ditujukan kepada Allah. Sedangkan ibadah ghoiru mahdoh adalah perbuatan atau aktivitas yang disamping ditujukan kepada Allah, tetapi juga ditujukan kepada makhluk Allah. Misalnya, membagi makanan, menjaga lingkungan, dan lainnya.
Untuk khutbah kali ini, mari kita mengenal ibadah mahdoh. Ibadah mahdoh yang berupa harian yaitu sholat. Sehari semalam minimal ada 17 rokaat. Ia adalah “buah tangan” atau “oleh-oleh” Nabi Muhammad SAW setelah melakukan “perjalanan suci” berupa Isro’ Mi’roj, pada tanggal 27 Rojab. Ada yang mengatakan kewajiban sholat dimulai 3 tahun sebelum hijrah, dan ada yang mengatakan 1,5 tahun sebelum hijrah.
Dalam kitab Fathul Mu’in diterangkan kefarduan sholat lima waktu diturunkan pada malam Isro’ M’roj (malam 27 Rajab) – 10 tahun 3 bulan terhitung semenjak Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul. Sholat Subuh tanggal 27 Rajab saat itu, tidak wajib dikerjakan karena belum diketahui kaifiyah-nya atau tata cara mengerjakan sholat.
Hal ini penting, karena tidak semua gerakan sholat secara syara’ atau hukum disebut sholat. Sholat adalah beberapa ucapan dan perbuatan tertentu yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam (Fathul Mu’in). Perhatikan kalimatnya yaitu “beberapa perbuatan dan ucapan tertentu”. Tidak semua gerakan tersebut sholat. Misal sholat jenazah, dimana ada takbir dan salam, tetapi tidak ada gerakan sujud dan rukuk. Apalagi duduk diantara dua sujud. Itu maknanya sholat itu punya ilmu. Bahkan, ada yang takbirnya hingga lima dan tujuh kali, yaitu pada saat sholat Idul Fitri atau Idul Adha.
Temuan di atas sebagai tanda, bahwa sholat itu harus mengetahui llmunya. Guru saya mengatakan “Orang yang sedang memperbaiki sholat, maka sesungguhnya ia sedang memperbaiki kehidupannya”. Alquran mengatakan sebagaimana ayat yang diatas yaitu “Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar” (QS al Ankabut 45)
Ini bukti bahwa sholat mampu mengendalikan kehidupan seseorang. Lalu, muncul pertanyaan yaitu” seperti apakah sholat yang dimaksud?”.
Mari kita kaji. Ilustrasi – atau contohnya – sederhana saja. Dalam fiqih dikenalkan denga syarat dan rukun sholat. Lalu, orang akan mempelajarinya, mana yang sunah dan wajib. Setelah itu, akan menemukan – mana bagian-bagian sholat yang sunah dan haram – atau batal sholatnya. Kemudian, ada perkara yang makruh dalam sholat, seperti menahan kentut. Atau ada perkara (perbuatan) sebagai penghubung wajib menuju sholat, yaitu wudhu.
Contoh diatas adalah gambaran sederhana mengenai orang sedang memperbaiki sholat dengan mengkaji ilmu sholat. Terlihat, ada “gerakan” perubahan dalam ibadah sholat pada dirinya. Orang yang mengkajinya dapat dikatakan berusaha mendapatkan sholat yang khusuk. Jelas, ia sedang memperbaiki sholatnya. Ia akan terasa tenang dan nyaman. “Pesan” sholat ia akan mudah untuk mendapatkannya. Lafal-lafal atau doa-doa selama ia ucapkan waktu sholat, dapat ia praktikkan.
Terasa “nyata” ia dapat mengejawantahkan atau mewujudkan makna sholat tersebut dalam kesehariannya. Sehingga dapat dikatakan orang yang memperbaiki sholatnya, sesungguhnya sedang memperbaiki kehidupannya. Oleh karenanya, perhatikanlah sholat orang yang mampu merubah kehidupannya di lingkungan kita. Pasti, ia total dan pasrah kepada Allah.
Sholat sebagai ibadah harian saja sangat diperhatikan. Mulai dari waktu masuk sholat, wudhu, hingga pelaksanaan. Sekali lagi, bahwa sholat adalah ibadah harian. 17 rokaat membawa dampak kehidupan seseorang.
Atau lima waktu, dimana sudah “korting” atau “diskon” atau “potongan rokaat” yang awalnya adalah 50 kali sholat, sebagaimana syariat jaman Nabi Musa Alaihis Salam. Hal ini sebagaimana, dikisahkan dalam kitab “Qissobul Mi’roj”. Sembilan kali Nabi Muhammad SAW meminta keringanan kepada Allah. Awalnya ada 50 sholatan. Alhasil, ada 5 kali sholat sehari semalam, yang pahalanya sama seperti 50 sholat. Ini pula yang membedakan syariat umat Nabi Muhammad SAW dengan umat lainnya atau umat sebelum Nabi Muhammad SAW.
Ibadah harian harus kita perhatikan. Kita harus pandai memilah hukum. Skala prioritas harus diperhatikan. Sholat yang termasuk ibadah harian dan wajib, jangan “terkalahkan” oleh ibadah sunah yang tahunan. Misal ada sholat Idul Fitri, jangan sampai keliru “ramainya sholat sunah, tetapi wajibnya sepi”. Hal ini sangat penting bagi seseorang untuk memperhatikan hukum-hukum dalam beribadah. Jangan sampai, ibadah sunahnya dibesar-besarkan, tetapi wajibnya lupa. Penting bagi setiap orang untuk membuat skala prioritas. Itu dalam level individu.
Bagaimana dengan level masyarakat? Buatlah, standar atau kriteria yang jelas. Misal, waktu sholat. Perhatikanlah tempat, mushola dan masjid yang menetapkan awal waktu sholat. 5 waktu full adzan, lengkap dengan muadzin dan imamnya, pastinya dengan adanya jamaah juga. Ada tempat yang hanya aktif Maghrib, Isya, dan Subuh untuk melaksanakan kegiatan sholat. Namun, ada pula yang utuh 5 waktu. Hal ini sangat penting, sebagai wujud perilaku perubahan di masyarakat. Masjid hidup, masyarakat juga hidup.
Perhatikanlah masyarakat seperti itu. Lihatlah Masjidil Haram. Adzan berkumandang, pertanda sholat akan dimulai. Tutuplah aktivitas saat itu. Yang berdagang, mengakhiri sementara dagangannya untuk menuju ke masjid. Masjidnya makmur, kehidupan masyarakatnya pun sejahtera.
Itu maknanya, sholat membawa perubahan dari individu ke level sosial. Jadi, cobalah kita perbaiki diri kita dalam masalah sholat ini, dengan cara mendisiplinkan diri sendiri untuk memperbaiki sholatnya sebagai ibadah harian kita kepada Allah.
Kesimpulan materi diatas adalah sebagai berikut:
- Sholat adalah ibadah harian. 17 rokaat harus kita optimalkan pelaksanaannya. Jangan hanya sekedar rutinitas saja.
- Perhatikanlah, orang yang sedang memperbaiki sholatnya, maka sesungguhnya ia sedang memperbaiki kehidupannya. Itu dalam level individu. Sedangkan dalam level masyarakat atau sosial yaitu perhatikanlah tempat/musholla/masjid yang sedang memperbaiki manajemen sholatnya, maka ketenangan dan kesejahteraan akan diraih oleh masyarakat tersebut.
Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita semua dalam menjalanak ibadah harian berupa sholat. Menjaga sholat kehidupan kita menjadi lebih baik. Amin
Semarang, 31 Maret 2017