Memperbaiki Solat Untuk Memperbaiki Kualitas Hidup

 

Oleh Agung Kuswantoro

 

Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar” (QS al Ankabut 45)

 

Alhamdulillahirobbil ‘alamin. Marilah kita bersyukur kepada Allah SWT, karena pada hari ini (3 Rajab 1437 Hijriah) atau bertepatan hari terakhir di bulan Maret (31 Maret 2017 Masehi), kita masih diberi kesempatan untuk sholat Jum’atan secara berjamaah di masjid yang mulia ini.

Posisi sekarang, kita di bulan Rajab – kurang lebih ada 56 hari – menuju Ramadhan. Di bulan Ramadhan ada ibadah yang sangat terkenal yaitu ibadah tahunan berupa puasa. Islam mengajarkan kepada hamba-Nya untuk beribadah, sebagaimana Allah mengatakan: Tidaklah Ku ciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada Ku (QS. Adz Dzariat 56).

Dalam tauhid diterangkan bahwa ibadah ada dua yaitu ibadah mahdoh dan ghoiru mahdoh. Ibadah mahdoh yaitu aktivitas atau perbuatan yang sudah ditentukan syarat dan rukunnya. Misalnya, sholat, puasa, dan haji. Ibadah ini langsung ditujukan kepada Allah. Sedangkan ibadah ghoiru mahdoh adalah perbuatan atau aktivitas yang disamping ditujukan kepada Allah, tetapi juga ditujukan kepada makhluk Allah. Misalnya, membagi makanan, menjaga lingkungan, dan lainnya.

Untuk khutbah kali ini, mari kita mengenal ibadah mahdoh. Ibadah mahdoh yang berupa harian yaitu sholat. Sehari semalam minimal ada 17 rokaat. Ia adalah “buah tangan” atau “oleh-oleh” Nabi Muhammad SAW setelah melakukan “perjalanan suci” berupa Isro’ Mi’roj, pada tanggal 27 Rojab. Ada yang mengatakan kewajiban sholat dimulai 3 tahun sebelum hijrah, dan ada yang mengatakan 1,5 tahun sebelum hijrah.

Dalam kitab Fathul Mu’in diterangkan kefarduan sholat lima waktu diturunkan pada malam Isro’ M’roj (malam 27 Rajab) – 10 tahun 3 bulan terhitung semenjak Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul. Sholat Subuh tanggal 27 Rajab saat itu, tidak wajib dikerjakan karena belum diketahui kaifiyah-nya atau tata cara mengerjakan sholat.

Hal ini penting, karena tidak semua gerakan sholat secara syara’ atau hukum disebut sholat. Sholat adalah beberapa ucapan dan perbuatan tertentu yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam (Fathul Mu’in). Perhatikan kalimatnya yaitu “beberapa perbuatan dan ucapan tertentu”. Tidak semua gerakan tersebut sholat. Misal sholat jenazah, dimana ada takbir dan salam, tetapi tidak ada gerakan sujud dan rukuk. Apalagi duduk diantara dua sujud.  Itu maknanya sholat itu punya ilmu. Bahkan, ada yang takbirnya hingga lima dan tujuh kali, yaitu pada saat sholat Idul Fitri atau Idul Adha.

Temuan di atas sebagai tanda, bahwa sholat itu harus mengetahui llmunya. Guru saya mengatakan “Orang yang sedang memperbaiki sholat, maka sesungguhnya ia sedang memperbaiki kehidupannya”. Alquran mengatakan sebagaimana ayat yang diatas yaitu “Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar” (QS al Ankabut 45)

 

Ini bukti bahwa sholat mampu mengendalikan kehidupan seseorang. Lalu, muncul pertanyaan yaitu” seperti apakah sholat yang dimaksud?”.

Mari kita kaji. Ilustrasi – atau contohnya – sederhana saja. Dalam fiqih dikenalkan denga syarat dan rukun sholat. Lalu, orang akan mempelajarinya, mana yang sunah dan wajib. Setelah itu, akan menemukan – mana bagian-bagian sholat yang sunah dan haram – atau batal sholatnya. Kemudian, ada perkara yang makruh dalam sholat, seperti menahan kentut. Atau ada perkara (perbuatan) sebagai penghubung wajib menuju sholat, yaitu wudhu.

Contoh diatas adalah gambaran sederhana mengenai orang sedang memperbaiki sholat dengan mengkaji ilmu sholat. Terlihat, ada “gerakan” perubahan dalam ibadah sholat pada dirinya. Orang yang mengkajinya dapat dikatakan berusaha mendapatkan sholat yang khusuk. Jelas, ia sedang memperbaiki sholatnya. Ia akan terasa tenang dan nyaman. “Pesan” sholat ia akan mudah untuk mendapatkannya. Lafal-lafal atau doa-doa selama ia ucapkan waktu sholat, dapat ia praktikkan.

Terasa “nyata” ia dapat mengejawantahkan atau mewujudkan makna sholat tersebut dalam kesehariannya. Sehingga dapat dikatakan orang yang memperbaiki sholatnya, sesungguhnya sedang memperbaiki kehidupannya. Oleh karenanya, perhatikanlah sholat orang yang mampu merubah kehidupannya di lingkungan kita. Pasti, ia total dan pasrah kepada Allah.

Sholat sebagai ibadah harian saja sangat diperhatikan. Mulai dari waktu masuk sholat, wudhu, hingga pelaksanaan. Sekali lagi, bahwa sholat adalah ibadah harian. 17 rokaat membawa dampak kehidupan seseorang.

Atau lima waktu, dimana sudah “korting” atau “diskon” atau “potongan rokaat” yang awalnya adalah 50 kali sholat, sebagaimana syariat jaman Nabi Musa Alaihis Salam. Hal ini sebagaimana, dikisahkan dalam kitab “Qissobul Mi’roj”. Sembilan kali Nabi Muhammad SAW meminta keringanan kepada Allah. Awalnya ada 50 sholatan. Alhasil, ada 5 kali sholat sehari semalam, yang pahalanya sama seperti 50 sholat. Ini pula yang membedakan syariat umat Nabi Muhammad SAW dengan umat lainnya atau umat sebelum Nabi Muhammad SAW.

Ibadah harian harus kita perhatikan. Kita harus pandai memilah hukum. Skala prioritas harus diperhatikan. Sholat yang termasuk ibadah harian dan wajib, jangan “terkalahkan” oleh ibadah sunah yang tahunan. Misal ada sholat Idul Fitri, jangan sampai keliru “ramainya sholat sunah, tetapi wajibnya sepi”. Hal ini sangat penting bagi seseorang untuk memperhatikan hukum-hukum dalam beribadah. Jangan sampai, ibadah sunahnya dibesar-besarkan, tetapi wajibnya lupa. Penting bagi setiap orang untuk membuat skala prioritas. Itu dalam level individu.

Bagaimana dengan level masyarakat? Buatlah, standar atau kriteria yang jelas. Misal, waktu sholat. Perhatikanlah tempat, mushola dan masjid yang menetapkan awal waktu sholat. 5 waktu full adzan, lengkap dengan muadzin dan imamnya, pastinya dengan adanya jamaah juga. Ada tempat yang hanya aktif Maghrib, Isya, dan Subuh untuk melaksanakan kegiatan sholat. Namun, ada pula yang utuh 5 waktu. Hal ini sangat penting, sebagai wujud perilaku perubahan di masyarakat. Masjid hidup, masyarakat juga hidup.

Perhatikanlah masyarakat seperti itu. Lihatlah Masjidil Haram. Adzan berkumandang, pertanda sholat akan dimulai. Tutuplah aktivitas saat itu. Yang berdagang, mengakhiri sementara dagangannya untuk menuju ke masjid. Masjidnya makmur, kehidupan masyarakatnya pun sejahtera.

Itu maknanya, sholat  membawa perubahan dari individu ke level  sosial. Jadi, cobalah kita perbaiki diri kita dalam masalah sholat ini, dengan cara mendisiplinkan diri sendiri untuk memperbaiki sholatnya sebagai ibadah harian kita kepada Allah.

Kesimpulan materi diatas adalah sebagai berikut:

  1. Sholat adalah ibadah harian. 17 rokaat harus kita optimalkan pelaksanaannya. Jangan hanya sekedar rutinitas saja.
  2. Perhatikanlah, orang yang sedang memperbaiki sholatnya, maka sesungguhnya ia sedang memperbaiki kehidupannya. Itu dalam level individu. Sedangkan dalam level masyarakat atau sosial yaitu perhatikanlah tempat/musholla/masjid yang sedang memperbaiki manajemen sholatnya, maka ketenangan dan kesejahteraan akan diraih oleh masyarakat tersebut.

 

Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita semua dalam menjalanak ibadah harian berupa sholat. Menjaga sholat kehidupan kita menjadi lebih baik. Amin

 

 

Semarang, 31 Maret 2017

 

 

 

 

Muhammad Al Amin

Muhammad Al Amin

Oleh Agung Kuswantoro

 

 

Membaca buku Kepeminpinan Muhammad karya John Adair, sangat berkesan bagi saya. John Adair, pada awal kariernya adalah tentara Inggris yang satu-satunya bertugas di Legiun Arab, dimana ia menjadi ajudan sebuah resimen Badvi. Pada tahun 1979, ia menjadi Professor kajian kepemimpinan di University of Surrey.

 

 

Pesan yang disampaikan oleh penulis adalah sosok Muhammad merupakan orang yang berintegritas. Ia berperilaku tanggung dan tidak mengingkari kepercayaan. Integritas adalah sifat atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memilih potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan (KBBI.web.id).

 

 

Jelas, bahwa integritas adalah sifat yang menunjukkan kewibawaan. Sosok Muhammad adalah teladan dalam hal integritas. Gelar al amin – artinya yang terpercaya menjadi bukti Muhammad, bukanlah sosok yang punya hobby berdusta atau ingkar janji.

 

 

Seorang pemimpin harus bermodal integritas. Setiap ucapan yang ia sampaikan kepada orang lain, mampu ia praktekkan. Hal ini sebagai bukti integritas terhadap dirinya. Nabi Muhammad melakukan itu. Saking luar biasanya, Siti Khotijah tertarik dan meminangnya untuk menjadi calon suaminya.

 

 

25 tahun, Nabi Muhammad sudah membuktikan integritasnya sebagai pemuda yang jujur terhadap barang dagangannya. Jujur dengan pelanggan. Jujur terhadap masyarakat. Kejujuran mengantarkan beliau menjadi sosok pemimpin dunia. Pesan yang disampaikan langsung bersumber pada Illahi, sehingga ajarannya, hingga saat ini masih dirasakan oleh umatnya.

 

 

John Adair adalah pakar dalam bidang kepemimpinan. Salah satu kepemimpinan seorang Muhammad terletak pada al amin. Terpercaya, menjadi kunci – keberhasilan Nabi Muhammad. Tak mudah untuk melakukan itu, terlebih seorang manusia. Waallahu’alam.

 

 

Semarang, 29 Maret 2017

Titik Koma, Nilai Akhir, dan IF

 

Titik Koma, Nilai Akhir, dan IF

Oleh Agung Kuswantoro

 

 

Saat ini pekan keempat dari perkuliahan semester genap tahun 2016/2017. Tepatnya, Jum’at (24/3/2017) saya mengampu mata kuliah aplikasi perkantoran. Adapun materinya adalah fungsi IF.

 

 

Ada yang menarik menurut saya dalam pertemuan tersebut. Fungsi IF adalah logika. Sederhananya, adalah jika – maka. Kedua (jika – maka) kata inilah kuncinya. IF adalah simbol jika, ;  atau , adalah simbol maka.

 

 

Saat saya mengecek pekerjaan mahasiswa, saya menemukan ada yang aneh. Materi yang secara schedule, selesai dalam waktu 30 menit ini lebih dari 30 menit belum selesai. Saya pun langsung menuju ke komputer mahasiswa.

 

 

Ada beberapa catatan saya saat mengoreksi pekerjaan mereka (sebutan mahasiswa). Pertama, mengetik ., seharusnya ; bukan . (sendiri) kemudian , (koma). Saya benarkan sesuai yang benar yaitu ;

 

 

Kedua, penulisan sel dengan yang ada di buku saya ditulis apa adanya. Misal = IF (nilai akhir <50,“D”,“E”). Nah, mereka itu ditulis di komputer sama seperti di buku yaitu =IF (nilai akhir < 50,“D,”E”). Seharusnya mengetiknya =IF(D5<50,“D”,”E”) atau  = IF(D7<50,”D”,”E”).

 

 

Kedua hal tersebut adalah konsep dasar dalam menulis  dalam menuliskan fungsi IF. Aplikasi komputer adalah lanjutan mata kuliah TIK atau pengantar komputer. Dasarnya ada pada mata kuliah tersebut. Saya penasaran untuk mengetahui, mengapa terjadi kesalahan – yang menurut saya – fatal. Seharusnya mereka sudah memahami konsep dasar tersebut.

 

Saya mencoba mendiskusikan permasalahan ini kepada mereka mengenai ketidakpahaman mereka terkait materi ini. Penting, saya menanyakan hal ini, karena kedua kesalahan ini menimpa pada lebih dari 5 mahasiswa. Lumayan banyak, bukan? Belum lagi, masih ada mahasiswa yang “kaku” dalam membuat tabel.

 

 

Pertanyaan saya kepada mereka yaitu:

  1. Apakah sudah pernah dapat materi IF di excel?

Jawaban mereka sudah. Saya bertanya lagi, kapan terakhir dapat materi IF? Mereka menjawab waktu SMP dan SMA.

  1. Apakah pernah dapat mata kuliah pengantar komputer atau TIK di semester dua? Mereka menjawab tidak ada mata kuliah itu dari semester satu hingga empat. Adanya aplikasi komputer.

 

Kedua pertanyaan saya menjawab atas pertanyaan saya yaitu mengapa terjadi kedua kesalahan sebagaimana di atas, dimana kedua kesalahan – yaitu . , dan nilai akhir – ditulis apa adanya. Saya menganggap wajar atas kesalahan mereka, karena mereka telah lama tidak praktek komputer, bahkan mungkin baru kali ini membuka program excel sudah lulusan SMA.

 

 

Hilangnya mata kuliah pengantar komputer atau TIK berdampak signifikan terhadap mata kuliah aplikasi komputer. Buku aplikasi komputer yag saya tulis berlandaskan pada materi pengantar komputer atau TIK. Terlebih, ini mata kuliah “aplikasi”, jelas komputer yang saya aplikasikan. Bukan lagi belajar komputer. Tak sekedar, bagaimana cara membuat suatu ketikan surat, tetapi konsep dan cara komputerisasi itu pun harus kuat. Misalnya, mengenalkan “tab” sebagai pengganti “spasi” jika dalam mengetik manual. Lalu, ada mengetik sampul – istilah mengetik manual – sedangkan, jika diaplikasi komputer ada “envelopes” untuk mengetik sampul. Bahkan dapat mengetik orang yang dituju atau penerima surat untuk ratusan orang dapat dipraktekkan melalui aplikasi komputer.

 

 

Itu, baru aplikasi komputer. Bahkan di pertemuan keenam saya berikan cara pembuatan e arsip berbantuan Access. Namun, dasarnya jelas pengantar komputer dengan materi Access.

 

 

Sedangkan contoh yang terjadi di atas – saat pembelajaran – adalah excel. Terdapat temuan sebagaimana di atas, menjadi pembelajaran penting bagi saya dalam pembelajaran berikutnya. Jangan terlalu “berlari” karena modal mereka belum tentu ada, karena mata kuliah pengantar komputer atau TIK tidak diberikan.

 

 

Strategi saya dalam pembelajaran berikutnya adalah mereka mempelajari terlebih dahulu buku saya. Ikuti, langkah-langkahnya. Ini sebagai pengganti pengantar komputer atau TIK.   Sedangkan lembar latihan  adalah aplikasi atas materi yang mereka telah pelajari.

 

 

Itu saja yang perlu saya smapaikan. Dampak hilangnya atas mata kuliah pengantar komputer seperti ini. Semoga hanya saya saja yang mengalami seperti ini. Namun, saya enjoy karena saya cinta mengajar, saya cinta materi perkantoran, dan saya cinta pada mahasiswa. Berapa kali pun kesalahan mereka, saya siap mendampingi anak bangsa ini. Sukses selalu, jangan lupa rajin belajar!

 

Semarang, 28 Maret 2017

Mengarsip Mantan

 

Oleh Agung Kuswantoro

 

Ada seseorang bertanya kepada saya. Sebut saja ia dengan nama Fulan. Ia bertanya seperti ini, pak “Agung, apakah saya boleh menyimpan arsip Sang Mantan?” ekspresi saya pun, datar saya sembari melihat wajah Fulan. Sembari saya akan menjawabnya. Terlihat wajah dia, sedih dan mata memerah. Dalam hati, saya menduga bahwa ia dalam keadaan tidak bahagia.

 

Sebagai orang yang diberi pertanyaan, saya berusaha menjawabnya. Namun, bingung pula, mengapa pertanyaan tersebut diberikan kepada saya. Apakah saya ahli arsip? Atau saya ahli percintaan? Nah disitulah, perdebatan batin saya. Posisi tersebut, tidak membuat pusing saya. Saya mencoba menjawabnya dengan dasar ilmu kearsipan. Tujuannya, agar ia bahagia pula.

 

Begini jawaban saya. Mengarsip mantan dalam hati, jangan. Tetapi, musnahkan saja arsip-arsip mantan tersebut. jika kita menyimpannya, memori kita akan terpanggil. Ingatan kita, akan tertuju kepada dia. Agama islam –sepengetahuan saya—mengajarkan keikhlasan. Pemusnahan tersebut dimaknai dengang mengikhlaskan.

 

Cobolah, mengikhlaskan arsip dia. Termasuk fisik dia dalam hati. Jika, kau menyimpannya dalam hati, niscaya kau akan merekam keberadaan dia terus. Ikhlaskanlah dia dalam hati kau, niscaya kau akan bahagia. Jika kau, masih meyimpannya maka akan selalu ingat. Pertanda, kau belum ikhlas.

 

Musnahkan saja. Buat berita acara kepada Allah. Libatkan Allah dalam pembuatan acara pemusnahan agar kau menemukan orang yang lebih baik lagi. Katakan pada Allah, terima kasih sudah menemukan berkas atau file yang baik, namun file atau berkas tersebut masa Jadwal Retensi Arsip (JRA) telah habis. Sehingga perlu dinilai kembali. Alhasil dari penilaian tersebut adalah pemusnahan dengan cara dibakar. Tidak cukup dicacah karena hati akan teriris dan air mata akan meleleh.

 

Bakar saja. Nah disinilah, kehadiran Allah sangat penting dibutuhkan agar kau tidak bunuh diri atau patah hati, yang mengakibatkan malas bekerja atau hidup tidak bergairah. Agar Allah menuntun keiikhlasanmu. Allah-lah sebagai pemilik hati. Cukup Allah saja, hati ini menyimpan Allah. Mantan, ikhlaskan. Insya Allah kau, bahagia.

 

Kalimat-kalimat diatas sebagai jawaban saya pada dia. Dia pun tersenyum. Wajahnya, mulai berbinar-binar. Ia langsung ambil wudhu dan solat untuk membuat berita acara keihlasan memusnahkan arsip mantan dengan cara pembakaran arsip yang tersimpan di hati. Musnahlah rasa kecewa dan lenyap pula rasa  ketergantungan pada satu arsip. Muncullah arsip baru yang perlu diidentifikasi, dicatat, dikelompokkan mana yang baik dan yang buruk. Lalu, kita kaji lagi dengan berkonsultasi langsung kepada pemilik hati, yaitu Allah. Waallahu ‘alam

 

Semarang, 21 Maret 2017

Buku Madrasah Istiqlal

buku madrasah istiqlal

DAFTAR ISI

 

Cover………………………………………………………………………………………………………………….. i

Daftar Isi…………………………………………………………………………………………………………….. ii

Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………………. iii

 

Permainan Kartu “Hijaiyah” ………………………………………………………………………………. 1

Doa Mohon Diberi Tempat ………………………………………………………………………………… 2

Bakso = Titik ……………………………………………………………………………………………………… 3

Bisakah Aku Mendirikan Madrasah? ……………………………………………………………….. 4

Hambatan di Madrasah Istiqlal …………………………………………………………………………. 5

Madrasah Istiqlal Dapat Bantuan ……………………………………………………………………… 7

Madrasah Istiqlal Dapat Respon Positif ……………………………………………………………. 8

Modul Materi dan Buku Laporan Kemajuan Santri  Madrasah Istiqlal Jadi ……. 10

Pola Pembelajaran Madrasah Istiqlal ……………………………………………………………… 11

Madrasah Istiqlal Mulai Lagi …………………………………………………………………………… 13

Tekad Membuat Madrasah di Tahun 2020 ……………………………………………………… 14

Menambah Guru …………………………………………………………………………………………….. 16

Dua Santri Pun Kita Terima ……………………………………………………………………………. 18

Madrasah Tetap Hidupkah? ……………………………………………………………………………. 20

Madrasah Istiqlal: Dihidupkan atau Dimatikan?…………………………………………….. 22

Madrasah Istiqlal Masuk Masjid ………………………………………………………………………. 24

Rapat Koordinasi Madrasah …………………………………………………………………………… 26

Kajian Fiqih Rutin……………………………………………………………………………………………. 27

Contoh-contoh Surat Undangan…………………………………………………………………….. 29

Fotocopy Modul……………………………………………………………………………………………….. 31

Raport (Form raport)…………………………………………………………………………………………. 39

 

 

 

KATA PENGANTAR

ANDAI SEMAKIN BANYAK PENDIDIK MENULIS

Oleh M Husnaini

 

Sekali lagi kebanggaan saya lahir. Agung Kuswantoro, seorang pendidik, telah menerbitkan bukunya. Selama ini, buku yang terbit dari tangan seorang guru maupun dosen masih sangat minim. Gelar pendidikan tinggi sekalipun bukan jaminan produktif berkarya tulis. Jangankan menulis, bahkan tidak sedikit penyandang gelar pendidikan tinggi, termasuk yang menjadi guru dan dosen, merasa berat membaca. Buku belum menjadi kebutuhan primer, termasuk bagi mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan.

 

Karena itu, setiap ada guru atau dosen yang tekun membaca, apalagi semangat menulis sampai terbit buku, harus diapresiasi. Pendidik model begini, harus diakui, tidak banyak padanannya di negeri kita tercinta ini. Guru atau dosen yang gemar membaca dan menulis, menurut saya, adalah pendidik betulan. Mungkin lebih tepat disebut guru plus atau dosen plus. Mas Agung salah satunya.

 

Saya kenal beliau di Sahabat Pena Nusantara (SPN) beberapa bulan belakangan. SPN adalah komunitas  kepenulisan yang saya dirikan sejak 2015. Komunitas ini berupa grup WhatsApp yang berisi sejumlah penulis, dan setiap bulan kita menulis rutin sesuai tema yang ditentukan. Di grup ini, siapa pun orangnya, wajib aktif menulis. Memang itu aturannya. Dan seluruh tulisan yang terkumpul setiap bulan itu akan kita terbitkan menjadi buku setiap enam bulan sekali. Mas Agung termasuk anggota SPN yang produktif menulis sejak pertama kali bergabung.

 

Buku ini adalah bukti produktivitas beliau dalam menulis. Coba simak. Sesungguhnya yang beliau tulis adalah hal-hal biasa. Pengalaman sehari-hari yang Anda semua juga mengalami. Bahkan, mungkin pengalaman Anda lebih kaya dan lebih menarik. Bedanya, Anda melewatkannya begitu saja, sementara Mas Agung mengabadikan pengalaman beliau itu menjadi tulisan. Ini sebuah kelebihan yang harus kita tiru.

 

Kita ini sudah terlalu banyak ngomong. Kalau disuruh ceramah, pintar luar biasa. Yang kurang dari kebanyakan kita adalah keterampilan menulis. Ketelitian kita dalam mencatat hal-hal penting juga rendah. Mencari sepuluh penceramah untuk khotib Jumat di suatu kampung tidaklah susah. Bahkan, yang baru tamat mondok pun canggih berkhotbah. Tapi cobalah Anda cari pembaca buku, apalagi penulis buku. Satu kecamatan belum tentu menemukan dua. Buktikan saja.

 

Makanya kita ini minim data. Ngomong ke sana kemari, seringnya sama sekali tidak disertai bukti memadai. Dalil kita, seringnya, adalah “katanya”. Ini diperparah dengan era sosial media, terutama lewat WhatsApp dan Facebook. Sebuah informasi, belum juga kita baca dan pahami, langsung kita share sana-sini. Kita sebarkan kabar yang tidak pasti kebenarannya. Tanpa konfirmasi kepada sumber berita. Di situlah awal mula munculnya hoax.

 

Uniknya, yang melakukan begitu sering bukan orang awam. Termasuk yang menjadi guru atau dosen pun setali tiga uang. Silakan saja cek grup-grup WhatsApp mereka. Atau Facebook mereka. Andai saja pendidik kita ini rajin membaca dan menulis, insya Allah kebiasaan demikian dapat dikikis pelan-pelan. Menjadi guru dan dosen yang hebat, menurut saya, kunci utamanya tetap dengan membaca dan menulis. Andai saja semakin banyak guru dan dosen kita yang mau membaca dan menulis sehingga menjadi pendidik-pendidik yang inspiratif bagi bangsa dan agama ini.

Buku Sofware Manajemen Kearsipan

sofware manajemen kearsipan elektronik kearsipan

KATA PENGANTAR

Agar arsip selalu bernilai guna, perlu adanya alih media. Dalam Undang-undang nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan disebutkan bahwa salah satu cara untuk mengalihmediakan arsip dengan mengelektronikkan dokumen. Untuk mengelektronikan suatu dokumen dibutuhkan software yang sesuai dengan kebutuhan lembaga. Aplikasi yang pernah penulis buat adalah e arsip pembelajaran berbasis access.
Aplikasi e arsip pembelajaran memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah murah (gratis), sesuai dengan kebutuhan, tidak memerlukan install program, dan mudah dioperasikan. Sedangkan kelemahannya adalah sering terjadi error sehingga perlu di refresh, enable harus aktif, dan error system. Oleh karenanya, diperlukan solusi untuk mengatasi masalah teknis tersebut. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menciptakan software arsip. Software ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada dalam e arsip pembelajaran. Bahkan, diharapkan lebih baik dari aplikasi sebelumnya.
Ucapan terima kasih kepada jurusan pendidikan ekonomi administrasi perkantoran Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang sebagai lembaga yang membesarkan penulis dalam bidang kearsipan. Semoga software ini bisa bermanfaat untuk masyarakat Indonesia. Amin.

Bandung, 30 Januari 2017

Dr. H. Ade Sobandi, M. Si, M.Pd
Dosen Prodi Pendidikan Manajemen Perkantoran
dan Kepala Arsip Universitas Pendidikan Indonesia

DAFTAR ISI

Halaman Sampul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii

BAB 1 MANUAL BOOK E ARSIP LITE 1
1. Kebutuhan Sistem 1
2. Paket Instalasi 1
3. Instalasi Web Server XAMPP 1
4. Import Database 6

BAB 2 PENGOPERASIAN E ARSIP 10
1. Membuka E Arsip Melalui Browser 10
2. Dashboard dan Bagian-bagian Menu E Arsip 12
3. Pengaturan Dasar 12
4. Master Data Pokok 14
5. Mengelola Unit 15
6. Mengelola User 17
7. Mengelola Data Arsip 19
8. Mencetak Kartu Kendali 21
9. Edit Data Arsip 22
10. Pencarian dan Memfilter Data Arsip 22
11. Ikhtisar Arsip 22
12. File atau Softfile Arsip 23
13. Hapus Data Arsip 24

BAB 3 MENGELOLA DATA PEMINJAM 25
1. Entry Data Peminjam Baru 25
2. Edit Data Peminjam 25
3. Hapus Data Peminjam 25

BAB 4 MENGELOLA DATA PEMINJAMAN 27
1. Peminjaman Arsip 27
2. Pengembalian Arsip 28
3. Pencarian 28
4. Hapus Data Peminjaman 29

BIODATA PENULIS 30

Gus Mus Luar Biasa

Oleh Agung Kuswantoro

Membaca tulisan Dr. Nganun Naim tentang Malu Dengan Mbah Bisri sangat menarik. Saya sangat tersentuh dengan tulisan tersebut, bahkan sebelum membaca tulisan tersebut saya melihat youtube mengenai beliau di acara Kick Andy.

Trenyuh, malu, dan ikhlas. Beliau begitu tulus dalam mengungkapkan ide-idenya. Bahkan pemikiran anak atau mantunya pun, beliau tanpa ada nada marah, meskipun berbeda pendapat.

Kompas pernah menampilkan tulisan Ulil Absor – mantu beliau – kemudian dibalas juga oleh Gus Mus mengenai pemikirannya. Bagi beliau, perbedaan pendapat suatu jalan untuk mencari kebenaran. Mungkin, dengan caranya, ia akan mudah menemukan jalan kebenarannya. Jadi, jalan orang berbeda-beda untuk menemukannya.

Demikian Gus Mus yang tanpa batas, selain terlihat di tulisannya, juga dilukisannya. Ada lukisan dengan judul “Dzikir Bersama Inul” menjadi lukisan yang fenomenal bagi kalangan Islam. Khususnya, kiai muda. Namun, ada kiai yang tertarik untuk membelinya. Bagi beliau, melukis ya melukis. Tidak dibatasi! Perbedaan dalam menafsirkan lukisan tersebut, menunjukkan maqom seseorang dalam memahami kebenaran Allah.

Beliau mengatakan berpikir itu berdikir. Jangan dianggap berzikir itu melafalkan saja, tetapi memahami dan menganalisis juga berpikir. Jadi, berpikirlah—atau menulislah—agar umat Islam maju. Dengan cara seperti itu, kita akan memperluas suatu konsep.

Itulah, Gus Mus. Betapa luas pemahamannya. Pendidikan beliau yang tanpa sekolah formal secara lengkap, bisa kuliah di Kairo, Mesir. Disanalah, bertemu Gus Dur saat kuliah. Bahkan, beliau mengatakan pembelajaran yang ada di Kairo sama seperti di pondok dulu. Lalu Gus Dur mengatakan percuma saya kuliah di jurusan ini, “eman-eman menghabiskan umur”, karena mengulang materinya lagi. Akhirnya, Gus Dur keluar dari jurusan tersebut.

Sekali lagi, saya kagum dengan beliau. Menulis di mana pun. Tidak terpengaruh oleh keadaan, sehingga karya-karya kita terbaca oleh pembaca. Yang terpenting menulislah, agar kita bisa berkontribusi di dunia ini. Gus Mus menulis dimana saja. Karyanya pun ada dimana-mana.

Semarang, 9 Maret 2017

Apakah Ini Pertanda Kurang Perhatian Terhadap Administrasi?

Apakah Ini Pertanda Kurang Perhatian Terhadap Administrasi?
Oleh Agung Kuswantoro

Penyerapan ruang kantor di Kawasan Central Business District atau kawasan bisnis terpadu di Jakarta mencapai 62.000 meter persegi. Jumlah tersebut relatif sedikit (rendah) dibandingkan dengan rata-rata penyerapan ruang kantor sejak tahun 2007 – 2013 sebesar 190.000 meter persegi per tahun. Namun jumlah ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan taun 2014-2015 yaitu sekitar 50.000 meter persegi (Kompas, edisi 2 Februari 2017).

Keadaan di atas, saya langsung berpikir bahwa apakah orang saat ini menyepelekan tentang perkantoran? Atau orang urusan administrasi? Jika orang sudah berpikiran tentang hal tersebut, maka jangan menyalahkan kelak saat ada masalah tentang administrasi.

Misal, kasus tingkat negara, yaitu SUPERSEMAR hilang. Apakah yang terjadi? Ketajaman akan informasi tersebut menjadi berkurang. Senada hal itu, yaitu saat ATM atau KTM-Kartu Tanda Mahasiswa hilang, maka harus membuat surat kehilangan ke kantor polisi. Betapa repotnya, hanya karena satu berkas hilang, harus mengikuti prosedur meminta berita kehilangan ke tempat yang sudah ditentukan kelegalannya. Seperti kepolisian, mungkin kelurahan, kalau itu KTP.

Penurunan lahan perkantoran tahun 2016 relatif tinggi dibandingkan dengan tahun 2015, tetapi luasannya masih jauh dibawah rata-rata tahun sebelumnya. (Kompas, 2 Februari 2017). Mengapa demikian? Karena tingginya penyerapan didukung oleh pertumbuhan perusahaan dan dagang dan teknologi informasi (TI) yang berekspansi menambah ruang perkantoran.

Dapat dikatakan, bahwa lahan perkantoran berkurang, sedangkan perdagangan dan TI bertambah. Menurut saya logis jika ada alasan seperti di atas. Lahan secara fisik berkurang tetapi secara kapasitas bandwith bertambah.

Mungkin sudah menjadi kebutuhan bagi setiap organisasi untuk menerapkan suatu sistem (baca: aplikasi), namun bukan berarti menghilangkan dokumen manual. Sah saja secara proses dapat memperpendek dalam membuat atau menciptakan suatu dokumen, akan tetapi kaidah atau norma administrasi harus terpenuhi. Jangan sampai, elektroniknya dapat, tetapi keutentikan akan administrasinya hilang sebagaimana contoh di atas.

Sehingga, – menurut saya – konsep manajemen perkantoran saat sekarang sangat dibutuhkan. Misal, lay out kantor yang sederhana, namun semua pekerjaan tertangani semua. Dulu, ada bagian penulis buku agenda surat masuk-keluar. Sekarang, bagian tersebut sudah ada yang menangani oleh sistem. Jadi, prosesnya diperpendek, namun esensinya sama. Mengapa demikian? Karena ada sistem, pekerjaan yang semula ditulis di buku dipindah ke komputer. Jelas berarti ada pengalihan dalam kapasitas komputer.

Saya sependapat dengan informasi yang disampaikan oleh Kompas (2/2/2017), dengan catatan konsep administrasi harus utuh. Jangan asal mengambil atau memotong proses bisnis dalam suatu kantor. Tepatnya, manajemen perkantoran modern dibutuhkan sekarang. Jangan sampai modern, tetapi tidak ada kaidah perkantoran. Atau, jangan sampai manual, tetapi pekerjaan tidak efektif, sehingga tujuan organisasi lambat tercapai.

Semarang, 6 Maret 2017

Digitalisasi Kearsipan Percepat Layanan

Oleh Agung Kuswantoro

Membaca berita rubrik Fokus Jateng berjudul “Perpustakaan Digital Jateng Segera Diluncurkan (Suara Merdeka Edisi Selasa (28/2), dalam informasi tersebut ada sebuah keterangan yaitu penyimpanan arsip bila tak dilakukan secara digitalisasi, bisa akan kesulitan mencari arsip-arsip lama.

Peran tersebut disampaikan oleh Asisten Bidang Administrasi Setda Jateng, Budi Wibowo. Bahkan beliau mengatakan sarana penyelenggaraan kearsipan sangat penting. Sistem kearsipan kerap dianggap belum prioritas, padahal itu sangat menunjang sistem birokrasi.

Berdasarkan pemberitaan tersebut, saya sebagai pengamat administrasi, khususnya pegiat kearsipan sangat antusias mendengar informasi tersebut. Artinya ada perhatian oleh pemerintah dalam masalah kearsipan.

Saat orang menyepelekan arsip, justru saya sangat cinta kepada arsip. Memberikan penguatan materi kearsipan kepada masyarakat melalui pengabdian kepada masyarakat. Terkait dengan adanya digitalisasi kearsipan, saya rasa sah saja. Namun perlu diperhatikan kaidah dalam manajemen kearsipan.

Dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009, disebutkan bahwa salah satu penyelenggaraan kearsipan dilaksanakan berasaskan keautentikan dan keterpercayaan. Autentik artinya dapat dipercaya, asli, dan sah. Sedangkan percaya artinya mengakui atau yakin bahwa sesuatu memang benar atau nyata (KBBI).

Sebuah dokumen dikatakan arsip harus autentik. Dokumen tersebut asli, bukan copian. Jika itu fotokopi juga harus diautentifikasi oleh pencipta arsip atau lembaga yang membuat arsip. Autentifikasi dapat berwujud alih media elektronik atau lainnya. Prinsip inilah yang harus dipegang. Jadi dalam digitalisasi juga harus ada prinsip kerahasiaan dalam penggunaan, karena digitalisasi membutuhkan proses, salah satunya “privatisasi”. Jadi, tidak asal mendigitalisasikan suatu dokumen.

Katakanlah, dokumen sangat penting dan rahasia, maka tidak harus dimunculkan secara vulgar dokumen tersebut. Hanya pimpinan yang mengetahui arsip tersebut. Sebaliknya, dokumen yang bersifat terbuka, maka orang umum (publik) dapat mengaksesnya.

Kelebihan digitalisasi adalah cepat dalam penemuan arsip. Jadi, informasi cepat diakses oleh publik melalui sistem. Setiap orang dapat mengaksesnya, dimanapun dan kapan pun. Sehingga pelayanan kearsipan cepat terpenuhi.

Hal yang diperhatikan adalah digitalisasi adalah salah satu alih media. Arsip yang telah dialihmediakan, harus dijaga dokumen aslinya. Dalam penyimpanan manual, harus memperhatikan kaidah manajemen kearsipan. Saat digitalisasi hanya “klik”, namun saat manual harus jelas sistem penyimpanannya, mulai dari laci, guide, dan map.

Sehingga, saya sepakat bahwa digitalisasi kearsipan mempercepat layanan karena menggunakan sistem informasi atas dokumen yang telah dialihmediakan. Teknologi sangat membantu lembaga dalam melayani bidang administrasi, khususnya kearsipan.

Mari, kita dukung langkah Badan Perpustakaan dan Arsip Jawa tengah dalam proses me-launcing digitalisasi kearsipan. Saya menunggu aplikasi tersebut. Semoga lancar dalam proses pembuatannya. Amin.

Semarang, 6 Februari 2017

Agung Kuswantoro, Perum Sekarwangi Gang I nomor 9 Rt 2 / Rw 1 Jalan Pete Selatan, Sekaran, Gunungpati, Semarang.

Cerita Perantau: Beli atau Buat?

Oleh Agung Kuswantoro

Senang dan menjadi termotivasi saat bercerita tentang perantau. Hidup di negeri orang tak gampang layaknya mulut berkata. Kalau hanya sekedar cerita, tulisan ini tidak menarik. Namun, apabila Anda merasakannya maka tulisan ini menjadi menarik.

Saat saya menuliskan artikel berjudul “Kemandirian dan Perantau” mendapatkan respon antusias (komentar) dari para pembaca. Beberapa orang menceritakan kisah hidup yang dialaminya. Ada yang berkomentar menceritakan mengenai kelahiran anaknya, pekerjaan, dan suka-duka hidup di perantauan.

Untuk kali ini, saya ingin bercerita tentang dua konsep “beli atau buat”. Bila membeli, karena bisa barter. Intinya ada alat yang untuk membeli berupa uang atau barang.

Sedangkan “buat” adalah menciptakan. Caranya dengan mengumpulkan bahan-bahan untuk menjadikan suatu karya. Misal gorengan adalah suau karya. Bisa tercipta gorengan, karena mengumpulkan bahan berupa tempe, tepung, mintak, dan bumbu. Itu pun harus memakai sarana dan prasarana seperti wajan, kompor, dan gas. Maknanya “buat” membutuhkan waktu dan sumber daya.

Orang yang merantau, pilihannya ada dua yaitu membuat dan membeli. Ia adalah orang yang kuat secara mental. Tidak butuh, kaya? Percaya? Lihatlah, penjual somey atau buruh. Saya pernah bertanya kepada mereka, bahwa mereka bukan asli dari daerah mereka yang menjual. Tapi dari luar daerah tersebut. Apakah mereka kaya? Tidak! Buktinya, apa? Mereka menjual tidak pakai mobil, bajunya sederhana, dan tidak memakai sepatu. Maknanya ia “bermental baja”. Ia sangat kuat dalam menjalankan kehidupannya. Belum lagi kalau lihat pendapatannya. Disinilah rahasia rizki Allah.

Kembali ke pembicaraan, bahwa pilihan perantau itu beli atau buat? Misal, waktu pagi akan sarapan. Bisa sarapan jika punya modal. Jika punya uang, maka beli makanan. Jika punya bahan, maka masak (baca: buat).

Jika perantau ingin tinggal di suatu tempat, maka butuh rumah. Jika ia punya uang, ia beli rumah. Jika ia belum punya uang banyak, maka mengontrak rumah. Jika kita sudah memiliki uang, maka kita membangun rumah (baca: buat). Betapa hebat mental perantau. Ia berpikiran lurus saja. Tidak berpikiran, saat lapar, akan ada orang tua yang mengantarkan makanan. Saat ia menginginkan tempat tinggal, tidak terlalu – bahkan tidak berharap – akan warisan orang tua. Pemikirannya datar aja.

Tulisan ini tidak bermaksud menyombongkan diri, atau menyindir orang lain. Namun, semata-mata untuk memotivasi diri sendiri dan orang lain yang bernasib sama. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita semua. Amin.

Semarang, 2 Maret 2017