Buku Madrasah Istiqlal

buku madrasah istiqlal

DAFTAR ISI

 

Cover………………………………………………………………………………………………………………….. i

Daftar Isi…………………………………………………………………………………………………………….. ii

Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………………. iii

 

Permainan Kartu “Hijaiyah” ………………………………………………………………………………. 1

Doa Mohon Diberi Tempat ………………………………………………………………………………… 2

Bakso = Titik ……………………………………………………………………………………………………… 3

Bisakah Aku Mendirikan Madrasah? ……………………………………………………………….. 4

Hambatan di Madrasah Istiqlal …………………………………………………………………………. 5

Madrasah Istiqlal Dapat Bantuan ……………………………………………………………………… 7

Madrasah Istiqlal Dapat Respon Positif ……………………………………………………………. 8

Modul Materi dan Buku Laporan Kemajuan Santri  Madrasah Istiqlal Jadi ……. 10

Pola Pembelajaran Madrasah Istiqlal ……………………………………………………………… 11

Madrasah Istiqlal Mulai Lagi …………………………………………………………………………… 13

Tekad Membuat Madrasah di Tahun 2020 ……………………………………………………… 14

Menambah Guru …………………………………………………………………………………………….. 16

Dua Santri Pun Kita Terima ……………………………………………………………………………. 18

Madrasah Tetap Hidupkah? ……………………………………………………………………………. 20

Madrasah Istiqlal: Dihidupkan atau Dimatikan?…………………………………………….. 22

Madrasah Istiqlal Masuk Masjid ………………………………………………………………………. 24

Rapat Koordinasi Madrasah …………………………………………………………………………… 26

Kajian Fiqih Rutin……………………………………………………………………………………………. 27

Contoh-contoh Surat Undangan…………………………………………………………………….. 29

Fotocopy Modul……………………………………………………………………………………………….. 31

Raport (Form raport)…………………………………………………………………………………………. 39

 

 

 

KATA PENGANTAR

ANDAI SEMAKIN BANYAK PENDIDIK MENULIS

Oleh M Husnaini

 

Sekali lagi kebanggaan saya lahir. Agung Kuswantoro, seorang pendidik, telah menerbitkan bukunya. Selama ini, buku yang terbit dari tangan seorang guru maupun dosen masih sangat minim. Gelar pendidikan tinggi sekalipun bukan jaminan produktif berkarya tulis. Jangankan menulis, bahkan tidak sedikit penyandang gelar pendidikan tinggi, termasuk yang menjadi guru dan dosen, merasa berat membaca. Buku belum menjadi kebutuhan primer, termasuk bagi mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan.

 

Karena itu, setiap ada guru atau dosen yang tekun membaca, apalagi semangat menulis sampai terbit buku, harus diapresiasi. Pendidik model begini, harus diakui, tidak banyak padanannya di negeri kita tercinta ini. Guru atau dosen yang gemar membaca dan menulis, menurut saya, adalah pendidik betulan. Mungkin lebih tepat disebut guru plus atau dosen plus. Mas Agung salah satunya.

 

Saya kenal beliau di Sahabat Pena Nusantara (SPN) beberapa bulan belakangan. SPN adalah komunitas  kepenulisan yang saya dirikan sejak 2015. Komunitas ini berupa grup WhatsApp yang berisi sejumlah penulis, dan setiap bulan kita menulis rutin sesuai tema yang ditentukan. Di grup ini, siapa pun orangnya, wajib aktif menulis. Memang itu aturannya. Dan seluruh tulisan yang terkumpul setiap bulan itu akan kita terbitkan menjadi buku setiap enam bulan sekali. Mas Agung termasuk anggota SPN yang produktif menulis sejak pertama kali bergabung.

 

Buku ini adalah bukti produktivitas beliau dalam menulis. Coba simak. Sesungguhnya yang beliau tulis adalah hal-hal biasa. Pengalaman sehari-hari yang Anda semua juga mengalami. Bahkan, mungkin pengalaman Anda lebih kaya dan lebih menarik. Bedanya, Anda melewatkannya begitu saja, sementara Mas Agung mengabadikan pengalaman beliau itu menjadi tulisan. Ini sebuah kelebihan yang harus kita tiru.

 

Kita ini sudah terlalu banyak ngomong. Kalau disuruh ceramah, pintar luar biasa. Yang kurang dari kebanyakan kita adalah keterampilan menulis. Ketelitian kita dalam mencatat hal-hal penting juga rendah. Mencari sepuluh penceramah untuk khotib Jumat di suatu kampung tidaklah susah. Bahkan, yang baru tamat mondok pun canggih berkhotbah. Tapi cobalah Anda cari pembaca buku, apalagi penulis buku. Satu kecamatan belum tentu menemukan dua. Buktikan saja.

 

Makanya kita ini minim data. Ngomong ke sana kemari, seringnya sama sekali tidak disertai bukti memadai. Dalil kita, seringnya, adalah “katanya”. Ini diperparah dengan era sosial media, terutama lewat WhatsApp dan Facebook. Sebuah informasi, belum juga kita baca dan pahami, langsung kita share sana-sini. Kita sebarkan kabar yang tidak pasti kebenarannya. Tanpa konfirmasi kepada sumber berita. Di situlah awal mula munculnya hoax.

 

Uniknya, yang melakukan begitu sering bukan orang awam. Termasuk yang menjadi guru atau dosen pun setali tiga uang. Silakan saja cek grup-grup WhatsApp mereka. Atau Facebook mereka. Andai saja pendidik kita ini rajin membaca dan menulis, insya Allah kebiasaan demikian dapat dikikis pelan-pelan. Menjadi guru dan dosen yang hebat, menurut saya, kunci utamanya tetap dengan membaca dan menulis. Andai saja semakin banyak guru dan dosen kita yang mau membaca dan menulis sehingga menjadi pendidik-pendidik yang inspiratif bagi bangsa dan agama ini.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: