Oleh Agung Kuswantoro
Sabtu (6/5) saya mengajak para mahasiswa yang tergabung dalam mata kuliah Pendidikan Agama Islam untuk sholat Dhuha bersama. Saya mengajak mereka untuk praktik secara langsung sholat. Saya lakukan ini setelah mengetahui bahwa diantara mereka tidak sholat Subuh. Saya bertanya kepada mereka di kelas dengan pertanyaan (1) “Siapa yang hari ini sholat Dhuha?” (2) “Siapa yang hari ini sholat Subuh tadi pagi?”. Pertanyaan tersebut saya buat bertahap. Ternyata, yang sholat dhuha itu, dari 40 orang hanya ada 1 orang. Sedangkan, sholat Subuh lebih dari 3 orang yang meninggalkannya.
Begitu mendengar ada yang tidak sholat Subuh (menurut saya) “banyak” yang tidak melakukannya, saya langsung berpikir tentang “materi apa yang tepat untuk mereka?”. Karena wajibnya mereka tinggalkan begitu mudahnya.
Saya berdiskusi dengan mereka tentang materi apa yang cocok untuk pembelajaran kita agar selalu ingat Allah? Ada yang menjawab, “bab sholat”, “kematian”, kesusahan hidup”, dan “baca al qur’an”. Saya menjelaskan mengenai materi tama harus kita bahas. Konsep-konsep “aqidah” menjadi dasar saya dalam menyampaikan. Iman sebagai kunci pokoknya. Imannya baik, Insya Allah, dia akan sholeh, ingat mati, atau akan selalu belajar al qur’an.
Sebagai langkah awal, saya mengajak mereka sholat secara berjamaah yaitu sholat Dhuha. Sholatnya pun di masjid. Saya mengatakan kepada mereka, bahwa sholat dilaksanakan di masjid, berarti pakaian dan segala sesuatu mengikuti. Seperti baju menutupi aurat, tidak berbicara keras waktu di masjid, bagi yang berhalangan pun mengikutinya dengan ketentuan tertentu, dan hal-hal yang lainnya.
Dengan cara seperti ini, saya mengajak mereka untuk “menata hati”. Secara presensi perkuliahan tidak ada. Adanya presensi dengan akal. Jika hanya untuk mencari nilai, bukanlah tempatnya disini. Penekanan saya itu kepada mereka. Jadi, mereka datang dengan asas “lillahi ta’ala”. Bukan, karena ingin mendapatkan nilai baik.
Jika niat sudah lillahi ta’ala, kemudian berpakaian menutupi aurat, lalu sholat Dhuha. Insya Allah, Allah ada di sekitar kita. Allah akan mendengarkan doa-doa kita saat dan selesai sholat. Mind set atau pemikiran itulah yang saya bangun agar selalu ingat Allah.
Jangan membutuhkan Allah saat butuh saja. Tetapi, kita ada dulu dalam setiap kesempatan. Misal, sekarang waktu dhuha. Sholat Dhuha–lah, karena Allah sudah menanti kita sebagai Tuhan kita. Nanti, malam ada waktu Magrib, sholat Magrib-lah, karena Allah sudah menunggu kita ditempat-tempat yang terhormat, sebagaimana contoh kita di masjid.
Dengan merasa “Allah itu ada”, maka menjadi dekat. Sholat menjadi kebutuhan. Insya Allah, kita tidak mudah meninggalkannya. Apalagi meniggalkan sholat Subuh, dengan alasan capek atau kurang tidur.
Utamakanlah Allah. Insya Allah, urusan kita menjadi mudah dan berkah. Karena hidup kita melibatkan Dia yang menciptakan alam raya ini. Marilah, kita bangun dan tata “hati” kita masing-masing agar selalu melihat Allah di alam semesta ini. Karena Allah ada dimana-mana. Tak semata-mata di masjid. Allah juga ada di kos mahasiswa, dengan membaca Al qur’an atau berdiskusi mengenai ilmu-ilmu Allah.
Apa yang kita lakukan satu jam ini adalah simbol kehidupan. Saat “lepas” hati dari Allah yaitu meninggalkan sholat. Cepatlah untuk taubat. Hari ini kita sholat Dhuha, sebagai simbol “permintaan maaf” kepada Allah. Masjid dan pakaian yang tertutup sebagai bukti untuk sarana mendekatkan kepada Allah. Cari Allah ditempat yang suci, bukan di tempat yang penuh maksiat. Maknailah 1 jam ini untuk kehidupan kita.
Saya sebagai “guru” bagi mereka sudah mengingatkan, terlebih masalah sholat. Selebihnya, jika masih meninggalkan dikembalikan pada individu masing-masing. Yang terpenting, saya sudah mengingatkan. Karena, mereka adalah orang mukallaf (baca: terbebani hukum untuk melakukan sholat). Jika mereka melakukan dosa, maka ia akan mendapatkan siksa. Sebaliknya, jika ia melakukan kebaikan, maka ia mendapatkan pahala. Janganlah sebut nama “saya” kelak di akhirat, karena tidak ingatkan dalam beribadah. Hari ini saya, sudah mengingatkan. Silakan ambil hikmahnya. Dan, bilang ke Allah, “Pak Agung” sudah mengingatkan.
Jadikanlah, tempat lain seperti “kos” seperti masjid. Copot gambar yang seronok, ganti gambar yang mengingatkan Allah. Pakaian yang kita pakai sekarang, gunakanlah saat nanti keluar nanti dari masjid ini agar “hati” tetap terjaga. Yang kita lakukan hari ini adalah cara kita untuk membuka hati kita untuk Allah. Tantangan kita justru, setelah turun dari masjid ini. Maka, pertahankanlah kondisi seperti sekarang.
Semoga dengan cara pembelajaran seperti ini, saya bisa selalu ingat Allah. Saling mengingatkan sebagai manusia. Dan, saya merasa bersalah sebagai dosennya, ada mahasiswa yang meninggalkan sholat wajibnya. Saya, orang termasuk berdosa. Karena, saya adalah “guru” mereka di kampus. Toh, mata kuliah Pendidikan Agama Islam hanya muncul sekali selama kuliah di UNNES. Mumpung, kita (saya dan mahasiswa) diberi kenikmatan waktu panjang untuk hidup, saya bergegas mengajak dan memotivasi mahasiswa agar kembali ingat kepada Allah melalui sholat Dhuha. Semoga Allah menerima sholat kami dan membuka hati kami. Maafkanlah, kesalahan masa lalu kami yang telah melupakan-Mu.
Semarang, 6 Mei 2017