Kesan Kopdar IV SPN: Surabaya, ITS, dan SPN
Oleh Agung Kuswantoro
Kopdar IV SPN (Sahabat Pena Nusantara) pada tanggal 21 Mei 2017 memiliki kesan bagi saya. Kesan tersebut, saya bagi menjadi tiga bagian. Pertama, Surabaya. Kota dimana berlangsung Kopdar IV SPN. Awal masuk ke kota Pahlawan tersebut, saya terkesan, bahwa kota tersebut agamis dan bersih. Agamis karena waktu saya sholat Subuh di masjid. Sebelum waktu sholat Subuh masuk, jamaah masjid ramai. Jam 4 tepat, saya masuk masjid. Beberapa jamaah sudah berdatangan ke masjid. Padahal, waktu masuk sholat Subuh dimulai jam 04.15 WIB (jika tidak salah). Tidak cukup disitu. Setelah sholat, para ibu-ibu tadarus al qur’an hingga jam 06.00 WIB. Saya menyimaknya, sembari menunggu siang. Fasih dan tartil membacanya para ibu-ibu dalam melantunkan al qur’an.
Setelah dirasa cukup waktunya. Saya meluncur ke ITS. Sebuah universitas yang “mirip” dengan ITB. Walaupun beda singkatan di belakang dari singkatan tersebut yaitu “S” dan “B” ternyata berbeda. Wajarlah, jika mungkin kata orang – lebih maju ITB, karena huruf “B” itu lebih dahulu dibanding “S”. Bahkan ada yang lebih maju dari ITB, yaitu ITA, karena dimulai dari huruf “A”. sekedar bercanda.
Lanjutkan pada konteksnya. Selama perjalanan menuju ITS, saya melihat taman dan jalan raya yang bersih. Termasuk sungainya. Hebat sekali, dalam batin saya. Kota terbesar kedua – setahu saya – di Indonesia ini bisa tertata dengan apik. Enak dipandang lingkungannya. Bahkan ada petugas yang membersihkan taman, padahal hari Ahad, dimana umumnya instansi libur. Namun, petugas kebersihan tetap berangkat. Hebat!
Situasi seperti ini, pikiran saya langsung tertuju kepada Ibu Risma. Beliau adalah walikota Surabaya. Keren! Sosok perempuan bisa “menjelma” dan “menyulap” kota Surabaya menarik. Tidak mudah mewujudkannya, tetapi Bu Risma bisa. Luar biasa! Jarang, kota-kota besar di Indonesia bersih dan rapi seperti kota Surabaya.
Kedua, ITS. Kesan yang saya dapatkan adalah kepedulian lembaga pendidikan terhadap komunitas literasi. Sekali lagi, komunitas. Bukan asosiasi atau lembaga atau perhimpunan. Cukup, komunitas (menurut saya). Yaitu komunitas suka membaca dan menulis. Tak tanggung-tanggung yang mendukung lembaga sekelas ITS. Bahkan, rektornya – Prof Joni – ikut hadir dan membuka saat acara tersebut. Ia (Prof. Joni) memberikan ijin untuk Kopdar IV di ITS. Luar biasa sekali. Sepengetahuan saya, ia menyumbang dan berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Bayangkan sekelas rektor. Saya pun, baru tahu itu dan baru mengenalnya saat itu pula.
Saya sangat terkesan dengan pemaparannya. Ia menyampaikan, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa pitutur – jika tidak salah – bukan bangsa yang gemar membaca dan menulis. Sehingga, dunia baca dan menulis itu minim di negara ini. Padahal, al qur’an memerintahkan untuk membaca. Jelas itu.
Selain itu, ia juga menyampaikan untuk mengamati atas isi al qur’an, seperti ilmu perbintangan. Jika kita memahami ilmu perbintangan, maka sesungguhnya kita sedang belajar isi al qur’an. Hebat ya, seorang Rektor mampu menjelaskan seperti itu.
Kesan berikutnya di ITS adalah sosok Dr. Choirul. Setahu saya, ia adalah Humas ITS. Ia adalah dosen Pendidikan Agama Islam. Jabatan humas sebagai tugas tambahan. Menurut saya – yang pengetahuan masih minim – bahwa jabatan Kepala Humas di sebuah Perguruan Tinggi, biasanya diisi dari jurusan bahasa atau Fakultas Ilmu Bahasa. Tetapi di ITS diisi oleh seorang dosen agama Islam. Dapat dikatakan diisi oleh seorang kiai. Subhanallah, aneh bin ajaib. Tetapi, itulah uniknya ITS. Menurut saya tidak masalah.
Ketiga, SPN. SPN sangat disiplin. Acaranya tepat waktu. Orang-orang super sibuk, tetapi masih semangat membaca dan menulis. Malu, jika kita beralasan sibuk, tidak disiplin menulis tiap hari, bahkan ada yang mendapatkan Rekor MURI selama dua kali karena menulis tiap hari, padahal ia adalah seorang Rektor. Ia adalah Prof. Dr. Imam Suprayogo. Rektor, bayangkan! Masih sempat nulis tiap hari. Nah, disinilah malu saya dibanding dengan mereka.
Lalu, kesan lainnya, yaitu orang-orang di SPN ramah-ramah. Saya termasuk anggota baru, tetapi baru kali ini bertatap muka. Masya Allah, mereka ramah sekali. Padahal, selama ini bertatap muka melalui WA berupa tulisan atau artikel. Tetapi, karena artikel itulah menjadi saling kenal.
Orang-orang di SPN menurut saya, lucu logis. Istilah itu saya gunakan. Lucu, tidak asal “dagel”. Apalagi, Bapak Moch. Khoiri saat memaparkan materi. Luar biasa menariknya, padahal pemaparan jam 13.30 WIB, tetapi tetap energik. Padahal jam tersebut adalah jam waktunya mengantuk dan bosen. Tetapi, karena pembicaranya hebat jadi bersemangat.
Intinya, orang-orang di SPN itu ta’dhim dan baik-baik. Saya juga bertemu dengan Kiai Masruri. Masya Allah. Alimnya dan sedikit bicara, kiai yang tak cukup pandai bicara, tetapi juga menulis. Jarang ada kiai yang demikian.
Itulah, kesan-kesan saya mengikuti Kopdar IV di ITS. Semoga, nanti bisa ditemukan di Kopdar V di Surabaya juga. Salam literasi. Hidup SPN.
Semarang, 26 Mei 2017