Dakwah : Referensi (18)
Oleh Agung Kuswantoro
Saat mendengarkan khutbah Idul Fitri di Masjid Sulang, Rembang saya mendengarkan pesan bahwa marah itu perlu. Marah harus dalaml keadaan seimbang. Ia tidak boleh dalam keadaan berlebihan dan berkurang. Saat ia dalam keadaan lebih, maka orang tersebut mudah memukul, bahkan hingga membunuh, saat ia dalam keadaan kurang, maka orang tersebut tidak bergairah dalam hidupnya.
Mendengar khutbah tersebut, saya menjadi bertanya yaitu rujukan dari isi khutbah tersebut berasal dari mana? Karena ada hadis yang artinya orang yang paling kuat adalah orang yang bisa menahan marah. Nabi Muhammad SAW meneladani kepada umatnya juga tidak pernah emosi, meskipun dalam keadaan tersakiti batin dan fisiknya.
Kejadiannya, menjadi refleksi bagi pengkhutbah atau orang biasa berbicara di depan untuk membiasakan menuliskan referensi atau rujukan dalam isi pesannya. Sehingga pendengar atau jamaah tidak bingung menerimanya. Bahkan, saat penasaran ia (jamaah) akan memuka referensi yang akan dimaksud oleh pendakwah.
Referensi penting sebagai acuan pendakwah. Pendakwah tidak boleh mengarang. Pendakwah tidak boleh plagiat. Dan, pendakwah tidak boleh copi paste, kecuali dalam mengutip alquran dan hadist serta sumber yang jelas. Sehingga, pendengar (jamaah) tidak bingung atau bertanya-tanya dalam hati mengenai isi khutbahnya.
Rembang, 26 Juni 2017