Air Got Untuk Menyirami Halaman
Oleh Agung Kuswantoro
Setiap Pagi dan Sore, saya selalu melewati perkampungan saya. Kebetulan, rumah saya ada di ujung warga. Saat melewati, hampir saya temui ada beberapa yang di depan rumahnya menyirami halaman rumah dan jalan dengan air got (selokan).
Baunya, jelas badeg atau tidak sedap. Selain itu warnanya hitam pekat. Dan, yang paling penting bahwa air tersebut adalah najis. Ya, najis, hal inilah yang paling penting karena jalan dekat menuju masjid.
Tidak hanya orang yang menyiram halaman dengan air comberan saja, telek (baca: kotoran) burung pun mereka cuci di jalanan yang biasa orang lewati. Risih saat melewati jalan itu, rasanya. Teleknya kelihatan putih dan coklat, serta bau. Jelas ini najis.
Sesekali waktu saya lewat, kebetulan orang yang melakukannya kenal baik dengan saya, sembari saling memberi tahu bahwa kotoran tersebut najis, mohon maaf jangan dibuang di jalan karena akan membuat menjadi najis bagi orang lain (orang yang melewati).
Memberi pengertian ke warga bukanlah hal mudah. Saya sadar, itu juga bukan tugas saya semata, tetapi semua unsur masyarakat. Saya hanya bisa menyampaikan sedikit materi tentang thoharoh “bersuci” saat kajian subuh. Tujuannya saling mengingatkan bukan menjatuhkan, atau mempermalukan.
Tak hanya itu, kebiasaan memandikan bayi atau anak di luar rumah dengan telanjang yang dilihat oleh orang yang lewat, juga menjadi “pemandangan” yang biasa, saya sering melihatnya itu.
Perlu kesadaran bagi mereka. Yang terpenting adalah kesadaran diri sendiri. Pelaku yang penting dalam hal ini adalah pemimpin, kiai atau ustad di daerah tersebut untuk memberikan pemahaman. Faktor masjid menjadi objek yang vital untuk penyampaian materi tersebut. Masjid tak cukup digunakan untuk sholat jamaah, Jum’at, dan tahlilan. Tetapi juga kajian-kajian. Peran TPQ atau madrasah juga sangat penting dalam mengedukasi atau memahami sebagaimana permasalahan di atas. Sebenarnya itu adalah permasalahan fiqih. Bisa disampaian melalui TPQ atau madrasah kepada anak-anak. Untuk masjid (mungkin) pengajian-pengajian, forumnya.
Maksimalkan
Pengoptimalan masjid, madrasah (TPQ) dan kiai (ustad) lebih dimaksimalkan. Keberadaan masjid harus diperhatikan. Masjid juga perlu di perhatikan seperti imam, makmum, pengajian, ibadah harian, dan kegiatan keagamaan. Jangan sampai, saat perayaan hari kebesaran dilakukan dengan sangat meriah, namun saat ada pengajian nonsen atau tidak ada sama sekali. Jelas, generasi penerus yang akan pergi ke masjid akan sepi nanti.
Jangan sampai pula, anak-anak yang tinggal disekitar masjid, mengajinya malah tidak di masjid tersebut. Justru di masjid lain atau malah mencari guru mengaji. Itu jelas, permasalahan utamanya adalah belum optimalnya masjid. Hal inilah yang perlu kita kaji dan bahas.
Saya iri dengan masjid dimana, kegiatan kajiannya sangat padat, hingga malam pun ada kegiatan seperti, sholat tajahud bersama, kajian ahad pagi, kajian subuh, TPQ atau madrasah tiap sore, sholat taubat, sholat tasbih setiap Jumat Kliwon, kajian Jumat Kliwon, dan kajian yang lainnya.
Rasanya hidup masjid tersebut. Iman penghuni dan warga sekitar pun terasa di-update. Karena lingkungannya didukung dengan kajian-kajian. Anak-anak pun ikut merasakan dampaknya. Tidak hanya bermain-main di gang-gang. Tetapi bersholawat sembari mengaji di masjid. Berkah!
Tulisan ini sekedar curhat saja. Di dalamnya terdapat harapan dan kerinduan terhadap masyarakat yang madani, bukan hanya mimpi kosong. Mumpung kita masih hidup di dunia. Kapan lagi kita akan mengamal? Waallahu’alam.
Semarang, 23 Agustus 2017