Mengaitkan Keji, dan Sholat Khusyuk

 

Mengaitkan Keji, dan Sholat Khusyuk

Oleh Agung Kuswantoro

 

Alqur’an telah memberikan pernyataan yang tegas yaitu “Sholat dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar”(Al-‘Ankabut ayat 45). Namun, sebagai orang mukmin, sholat yang seperti apa yang bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar? Ternyata, jawabnya, melalui surat Almukminun ayat 1-2, sebagaimana ayat diatas “Sesungguhnya telah beruntung orang-orang beriman, yaitu orang khusyuk dalam sholat.

 

Maknanya, tidak “sembarang” atau “asal” yang sholat yang dilakukan oleh seorang Mukmin. Apalagi, berdampak pada khusyuk. Coba, kita lihat. Ada orang sholat, tetapi masih melakukan perbuatan berbohong. Ada orang sholat, tetapi masih melakukan mengingkari janji. Dan, ada orang sholat, tetapi masih melakukan perbuatan maksiat.

 

Lalu, Allah memberikan solusi kepada hambanya berupa sholat khusyuk. Bahkan, dalam ayat diatas sholat khusyuk ditujukan bagi orang beriman. Maksudnya kita diingatkan oleh Allah untuk naik status, menjadi orang beriman, sebagaimana “tujuan” bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut.

 

Sholat adalah rukun Islam ke-2. Maknanya, orang yang sah melakukan dan diterima oleh Allah adalah orang telah bersyahadat atau masuk Islam. Dan, apabila ada orang tidak atau (belum) beragama Islam, dan ia melakukan sholat, maka sholat, orang tersebut, tidak sah. Karena dalam fiqih, salah satu syarat sah sholat, yaitu Muslim.

 

Maknanya, secara syariat kita sudah memenuhi. Sekarang, kita ditingkatkan untuk melanjutkan pada fase keimanan. Iman inilah yang menjadi “modal utama” untuk menggapai sholat khusyuk.

 

Lalu, apa itu sholat khusyuk?

Berbicara sholat khusyuk di masyarakat (mungkin) sangat “tabu”, padahal khusyuk diperintahkan oleh Allah. Memang tidak ada ayat yang secara tegas menyatakan perintah khusyuk, tetapi perintah Allah tidak harus dalam bentuk perintah (amar). Sebaliknya, larangannya pun tidak harus berbentuk kata “jangan” (nahi). Pujian Allah menyangkut sesuatu menunjukkan bahwa hal tersebut diperintahkan oleh Allah. Oleh karena ayat di atas (Al mukminun ayat 1-2), bahwa khusyuk dalam sholat diperintahkan dan hal tersebut merupakan salah satu syarat perolehan kebahagiaan.

 

Perintah khusyuk, berbeda sekali dengan perintah ibadah seperti sholat dan zakat (aqimusholah wa atuzzakah), atau perintah puasa di bulan Ramadhan (kutiba alaikumus shiyam). Justru khusyuk bentuknya pujian. Disinilah letak hebatnya, Allah yang sangat paham akan hambanya, bahwa khusyuk bukanlah hal yang mudah.

 

Para ahli mengatakan untuk menggapai kekhusyukan dalam sholat tidak mudah. Allah tidak menghendaki dari manusia sekadar kalimat-kalimat yang terucap, tetapi yang dikehendaki oleh Allah adalah pengamalan. Dimana, pengamalan (baca: bertindak) merupakan pembenaran atas kalimat yang diucapkan. Lalu, apabila diucapkan, tetapi tidak diamalkan, maka tidak ada maknanya atau tidak dipandang oleh Allah.

 

Seandainya sholat hanya sekedar “ucapan dan perbuatan yang dimulai takbir dan diakhiri dengan salam, sebagaimana Allah tidak mengatakan “Sesungguhnya dia berat, kecuali mereka yang khusyuk (Al baqarah : 45).

 

Khusyuk memiliki arti ketenangan atau diam. Ada yang memaknainya dengan rasa takut terhadap Allah. Ketakutan ini ditandai dengan pandangan mata ke tempat sujud. Rasa takut tersebut bercampur dengan kesiapan dan kerendahan hati.

 

Ibnu Katsir menuliskan bahwa khusyuk dalam sholat dapat terlaksana bagi orang yang mengonsentrasikan jiwanya, sambil mengabaikan segala sesuatu yang selain berkaitan sholat. Sedangkan Imam ar-Razi menuliskan bahwa apabila orang dalam melakukan sholat, maka terbukalah dia dengan Allah, tetapi apabila “menoleh”, maka tertutuplah penyekat tersebut antara dia dengan Allah.

 

Para ulama fiqih (fuqaha) tidak memasukkan kekhusyukan dalam bahasan rukun, syarat, atau wajib sholat. Mengapa demikian? Karena, mereka menyadari bahwa khusyuk lebih banyak berkaitan dengan hati/kalbu.

 

Khusyuk adalah kondisi kejiwaan yang tidak dapat terjangkau hakikatnya oleh pandangan manusia, termasuk oleh para ahli fiqih itu. Namun, mereka pun tidak langsung menetapkan ketentuan-ketentuan yang mengarah kepada kekhusyukan sholat, tetapi mereka merumuskan hal-hal yang bersifat lahiriyah atau Nampak secara kasat mata. Misal, gerakan sholat, yang tidak melampaui atau melebihi tiga gerakan.

 

Dalam fiqih disebutkan bahwa penekanan fiqih tergambar pada sikap orang sholat, seperti tidak menoleh, menguap (angop), atau membunyikan jari-jari tangan, tidak memandang ke atas, tetapi ke depan (tempat sujud).

 

Disisi lain, khusyuk merupakan upaya menghadirkan kebesaran Allah dalam hati seseorang. Dapat dimaknai bahwa seseorang yang melakukan sunah dalam sholat, maka sesungguhnya dalam rangka menempatkan khusyuk dalam sholatnya. Sama halnya, saat ada  seseorang yang mengurangi gerakan sholat yang tidak perlu atau menghindari perbuatan yang membatalkan sholat, maka sesungguhnya sedang menempatkan khusyuk. Tetapi sebaliknya, apabila ia melakukan gerakan yang tidak perlu dalam sholat, maka sesungguhnya ia sedang mengurangi rasa khusyuk dalam sholat.

 

Kewajiban shalat dan khusyuk yang ditetapkan Allah dapat diibaratkan dengan kehadiran pada pameran lukisan. Banyak yang diundang hadir untuk menikmati keindahan lukisan, tetapi bermacam-macam sikap mereka. Ada yang lukisan, tetapi bermacam-macam sikap mereka. Ada yang hadir tanpa mengerti sedikit pun, apalagi menikmati lukisan; ada juga yang tidak mengerti, tetapi berusaha mempelajari dan bertanya; ada lagi yang mengerti dan menikmatinya, ada pula yang demikian paham dan menikmati sehingga terpukau dan terpaku, tidak menyadari apa yang terjadi di sekelilingnya. Dia tidak mendengar sapaan orang kepadanya, bahkan tidak merasakan senggolan orang-orang disekitarnya. Dia benar-benar larut dalam kenikmatan. Dalam hal ini contoh-contoh di atas pengundang akan menyambut dan bergembira selama yang diundang dating, walaupun dia tidak memiliki pengetahuan tentang lukisan. Si pengundang akan bergembira karena yang diundang datang menghormati undangannya. Tetapi, tentu pengundang akan lebih bergembira jika yang diundang belajar dan bertanya, apalagi jika yang diundang itu menikmati, bahkan larut dalam keindahan lukisan. Yang perlu diingat adalah jangan tidak menghadiri undangan itu, dengan alasan apa pun, karena itu berarti melecehkan si pengundang. Begitulah lebih kurang lebih gambaran tentang shalat dan khusyuk.

 

Persoalan khusyuk dalam perspektif ganda ini (fiqih/syariah) dan tasawuf/hakikat) dapat juga menjadi contoh kasus tentang bagaimana keduanya, jika tidak dipahami secara utuh, akan tampak bertentangan atau berseberangan. Yang satu hanyut dalam urusan-urusan lahiriah, sementara yang lain hanya mengurus hal-hal batiniah. Lahiriah disini adalah fiqih. Batiniah disini adalah tasawuf. Tetapi, jika keduanya dipahami dalam suatu kerangka utuh, maka kita pada akhirnya akan mengakui bahwa keduanya merupakan dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Keduanya saling terkait, bukankah bertasawuf tanpa menghiraukan ketentuan syariah (fiqih) tidak bisa dibenarkan? Sebaliknya, mengamalkan syariah atau fiqih tanpa hakikat atau tasawuf, bisa menggersangkan ajaran Illahi – untuk tidak mengatakan mereduksi atau menguranginya. Karena itu pula, tassawuf/hakikat merupakan kelanjutan atau konsekuensi logis dari syariah atau fiqih.

 

Banyak orang menduga bahwa khusyuk dalam shalat menjadikan seseorang larut dalam rasa dan ingatan kepada Allah swt., tidak mengingat selain-Nya, dan tidak merasakan sesuatu yang tidak berhubungan dengan-Nya. Dalam konteks ini, sering kali contoh yang dikemukakan adalah kasus Sayyidina Ali Zainal Abidin, yang digelari dengan as-Sajjad (tokoh yang banyak sujud), cucu sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Fathimah az-Zahra’ra (putri Rasul saw).

 

Dalam riwayat dikemukakan bahwa as-Sajjad menderita sakit di kakinya yang mengharuskan pembedahan, maka kepada dokter dia menyarankan agar melakukan pembedahan itu pada saat beliau shalat karena pada saat itu ingatan dan perasaan beliau terpaku pada kebesaran Allah swt, tidak kepada yang lainnya. Beliau tidak merasakan sakit akibat pembedahan itu karena sedang berada dalam puncak kenikmatan menghadap Allah swt.

 

Di sisi lain, walaupun Allah tidak membebani seseorang melebihi kemampuanya (Al-Baqarah: 286), tetapi harus diingat bahwa setiap manusia dituntut untuk berusaha mengembangkan diri dan meningkatkan kualitasnya. Karena itu, bila kita tidak atau belum dapat menghadirkan kebesaran Allah dan menikmati lezatnya berdialog dengan-Nya sepanjang shalat, maka paling tidak ada saat-saat dalam shalat yang kita upayakan untuk mendapatkan kekhusyukan seperti yang dikehendaki oleh substansi shalat. Sebagian ulama, bahkan ulama fiqih, menekankan perlunya khusyuk – lahir dan batin –  paling tidak pada saat takbir pembukaan (takbiratul ihram). Memang, “khusyuk minimal” dibawah sinaran penghayatan sufistik ini pun masih berat, tetapi itu hendaknya diupayakan terus.

 

Bagaimana meraih khusyuk? Maksudnya, dalam menghadapi hidup ini kesabaran dan shalat merupakan dua hal yang amat mutlak guna meraih sukses, dan keduanya pun tidak gampang dikerjakan kecuali bagi yang khusyuk.

 

Salah satu yang menarik untuk digarisbawahi adalah bahwa ayat di atas menggunakan bentuk tunggal, innaha (sesungguhnya ia) bukan innahuma (sesungguhnya keduanya, shalat dan sabar). Penggunaan bentuk tunggal ini untuk mengisyaratkan bahwa shalat dan sabar harus menyatu dalam diri manusia.

 

Ketika bersabar Anda harus shalat dan berdoa, dan ketika shalat / berdoa Anda pun harus sabar. Dalam melakukan pelbagai aktivitas, termasuk dalam shalat, Alaur’an “mewajibkan” untuk berupaya dan terus berupaya menemukan kesempurnaan. Dalam konteks menghadirkan Allah dalam benak, itu diibaratkan dengan seseorang yang mencari gelombang stasiun radio untuk mendengarkan siarannya. Boleh jadi, pada kali pertama dia belum menemukan gelombang yang dicarinya. Namun, dia harus sabar dan terus berusaha, mencoba dan mencoba mencari, trial and error, sampai pada akhirnya dia akan mendengar suara jernih yang dicarinya.

 

Jiwa harus dipersiapkan untuk meraih khusyuk dan salah satu persiapan yang paling penting dijelaskan oleh lanjutan ayat di atas yang menyatakan bahwa “(Yaitu) orang-orang yang menduga keras, bahwa mereka akan menemui Tuhan mereka dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya (AlBaqarah 46).

 

Menemui Tuhan dan kembali kepada-Nya berarti akan wafat dan menemui ganjaran atau siksa-Nya. Jika demikian, kekhusyukan dapat diperoleh dengan menggambarkan tentang ganjaran atau siksa yang menanti setelah kematian. Sementara imam shalat berucap shallu shalat muwadi (shalatlah sebagaimana shalatnya seorang yang segera akan berpisah dengan kehidupan dunia). Ucapan ini ditujukan kepada dirinya dan para makmum agar membayangkan kematian. Sebagian pengamal tasawuf memberi nasihat: “Bayangkanlah ketika Anda berdiri untuk shalat bahwa disebelah kanan dan kiri Anda surga dan neraka, dibelakang Anda malaikat maut sedang menanti selesainya shalat Anda untuk mencabut ruh Anda, dan di hadapan Anda hadir kebesaran Allah.” Jika itu yang Anda bayangkan, pastilah Anda akan meraih khusyuk, tunduk patuh kepada Tuhan mengharapkan surga dan ridha-Nya dan takut akan neraka dan murka-Nya. Wa Allah A’lam.

 

Sebagai penutup, ada beberapa point dari penjelasan di atas.

  1. Sholat bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar.
  2. Syarat sah solat diterima oleh Allah adalah seseorang tersebut harus mukmin.
  3. Sholat khusyuk itu suatu perintah. Bentuk perintah tidak harus dalam bentuk amar. Bahkan, Allah memuji orang beriman yang telah khusuk sholatnya.
  4. Perlu adanya pemahaman bahwa khusyuk dengan mempelajari ilmu fiqih dan tasawuf. Jangan memisahkan antara ilmu fiqih dan tasawuf untuk meraih sholat khusyuk.
  5. Khusyuk adalah ketenangan, bukan ketakukan kepada Allah.
  6. Dampak dari khusyuk adalah perbuatan orang tersebut setelah melakukan sholat, minimal melakukan perintah Allah dan menjauhi perbuatan yang tercela (keji).

 

 

Mari kita praktikkan dalam kehidupan kita. Khusyuk tidak bisa diraih dengan pelatihan atau workshop sholat khusyuk. Tetapi, harus  belajar ilmu-ilmu yang terlibat  di dalamnya, seperti fiqih, tauhid, dan tasawuf.

 

 

Semarang, 27 Oktober 2017

 

 

 

Orang Mukmin Itu Meyakini Allah Sebagai Tuhan

Orang Mukmin Itu Meyakini Allah Sebagai Tuhan

Oleh Agung Kuswantoro

 

Perbincangan antara orang mukmin dan kafir mengenai kebunnya, akhirnya memasuki puncaknya. Dimana, orang kafir “menutupi” atau mengingkari Allah sebagai Tuhannya. Ia lupa akan “perhiasan” dunia, sehingga “dunia”, ia sembah. Sehingga orang mukmin berkata kepada orang kafir “Apakah kamu (kafir) kepada Tuhan yang menciptakan kamu dari tanah? Lalu, orang mukmin berkata, “Dialah, Allah, Tuhanmu dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku”.

 

Perkataan orang mukmin terhadap orang kafir tertulis dalam surat Alkahfi ayat 37-38. Ditutup dengan orang mukmin berdoa, “Masya Allah, Ia quwwata illa billah”, artinya: “Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah”.

 

Doa tersebut tercatat alam ayat selanjutnya, yaitu surat Alkahfi, ayat 39. Ini menandakan orang mukmin memiliki ciri:

  1. Mempercayai Allah sebagai Tuhan
  2. Tidak menyekutukan Allah kepada makhluknya.
  3. Selalu berdoa atas kekuasaannya.

 

Tidak gampang menjadi seorang mukmin. Dan, tidak susah pula menjadi orang mukmin. Asal, kita mau meyakini secara total kepada Allah. (Mungkin) selama ini, keimanan atau kepercayaan kita kepada Allah selama ini, masih separoh-separoh. Tidak secara totalitas. Efeknya kita masih “menuhankan” kepada selain Allah. Kita percaya kepada orang lain, pekerjaan, cinta sesama manusia, dan wujud Tuhan lainnya.

 

Setelah mengimani secara totalitas, berdoalah (mungkin) pula, kita masih belum percaya, bahwa doa adalah sebagai wujud “komunikasi” langsung kepada Tuhan. Cek saja, saat kita makan, belum tentu diawali berdoa. Saat akan pergi, belum tentu mengawali berdoa. Nah disinilah, mungkin kita terlalu asyik dengan segala nikmat, sehingga lupa akan karunianya. Menganggap, aktivitas itu suatu kebiasaan. Padahal, kita diajarkan untuk berdoa, setelah kita mengimaninya. Doa sebagai wujud “ucapan terima kasih” kepada-Nya. Sehingga kita tetap mengimani Dia sebagai Tuhan.

 

Mari, kita jaga sifat orang beriman. Minimal 3 cara di atas. Insya Allah, kita akan selalu mempercayai bahwa Allah adalah Tuhan kita. Jangan lupa biasakan berdoa dalam keadaan apa pun. Waallahu’alam.

 

 

Semarang, 23 Oktober 2017

Tidak Bertambah dan Berkurang, Kerajaan-Ku

Tidak Bertambah dan Berkurang, Kerajaan-Ku

Oleh Agung Kuswantoro

 

Perbincangan Allah berupa hadis Qudsi kepada hamba-Nya sangat lugas dan tegas sekali. Allah mengatakan kepada hambanya, bahwa “Wahai hamba-Ku, seandainya sejak orang yang pertama diantara kalian sampai orang yang terakhir dari kalangan manusia dan jin berada dalam keadaan paling bertakwa, maka hal tersebut tidak menambah kerajaan-Ku sedikitpun. Sebaliknya, apabila hamba tersebut dalam posisi paling durhaka, maka tidak mengurangi sedikitpun kerajaan-Ku.

 

Saya memaknainya seperti ini. Allah itu kuasa. Tidak butuh hamba yang sholeh dan bertakwa. Kalaupun mereka sholeh dan bertakwa, itu tidak menambahkan kekuasaan-Ku. Terserah, manusia maunya apa. Saya tetap kuasa. Saya tidak butuh pekerjaan manusia, meskipun itu sholeh.

 

Penggalan hadis Qudsi itu, menurut saya tepat. Di tengah  hamba-Nya yang tengah ragu akan kekuasan Allah. Jangan kira, Allah itu butuh amalan dan ibadah terhadap hamba-Nya. Sama sekali tidak. Kuasa, ya kuasa. Kuasa tidak ada tapi-tapian. Jika ada “tapi-tapian” maknanya tidak kuasa. Itu menunjukkan Allah sangat kuasa.

 

Sekarang masih ragu dengan kuasa Allah? Coba, luruskan niat dan ibadah kita, agar semua ditujukan kepada-Nya. Hadis ini sebagai pengingat agar hamba-Nya selalu datang kepada-Nya. Karena, Dia yang paling Berkuasa. waallahu’alam.

 

 

Semarang, 24 Oktober 2017

Satu Pohon, Cabangnya Banyak

Satu Pohon, Cabangnya Banyak

Oleh Agung Kuswantoro

 

Melihat pohon binahong di depan rumah yang pernah saya tanam, terasa tenang dan adem. Pohonnya hanya satu, tapi cabangnya banyak. Sahingga, meneduhi rumah saya saat panas dan menangkal air hujan saat musim hujan. Merawatnya pun tak susah, cukup menyiraminya setiap hari. Hanya membutuhkan waktu 3 bulan, sudah berbiji. Bijinya jatuh ke tanah, dapat meneruskan generasi binahong berikutnya.

 

Filosofi inilah yang ingin saya tumbuhkan dalam kajian yang saya himpun. Cukuplah menanam satu orang dengan ilmu. Insya Allah, hasilnya akan berdampak untuk masyarakat. Tidak butuh 10 orang yang mengaji, tetapi minimal satu, tapi “netes”. Ia paham akan ilmu-ilmu dalam kajian dan memiliki akhlak yang mulia. Itu saja yang saya harapkan.

 

Ini mirip seperti ungkapan Bung Karno yaitu “beri saya satu pemuda, maka dunia akan berguncang”. Kalimatnya, cukup satu pemuda. Bukan dua atau tiga orang, tapi satu orang. Meskipun, satu orang tetapi memberikan dampak yang luar biasa yaitu memberikan pengaruh yang banyak.

 

Orang pasti mati. Demikian juga, saya juga pasti akan mati. Minimal ada satu “santri” atau orang yang mau mengaji. Dulu, ada mahasiswa mengaji (nama kajian) dan Madrasah Istiqlal (nama madrasah) karena faktor “tertentu” saya tutup hingga sekarang. Alhamdulillah, ada santri yang mengaji. Cukup ada satu santri yang “netes” seperti satu pemuda ala Soekarno atau satu pohon “binahong”, saya sudah sangat bangga seperti pohon binahong tersebut. aamiin.

 

Semarang, 15 Oktober 2017

Orang Kafir Itu Suka “Harta”

Orang Kafir Itu Suka “Harta”

Oleh Agung Kuswantoro

 

Setelah Allah memberikan perumpamaan dua orang lelaki yang bercerita tentang kebun anggur. Lelaki (kafir) berkata kepada lelaki (muslim), bahwa “hartaku lebih banyak daripada hartamu (muslim) dan pengikut-pengikutku lebih kuat”.

 

Perkataan lelaki kafir menunjukkan bahwa salah satu sifat orang kafir adalah suka harta dan sombong. Kedua sifat ini harus kita hindari dari kehidupan kita. Mencari fisik orang kafir saat ini, saya rasa susah. Tetapi, mencari sifatnya, lebih mudah, sebagaimana karakter mereka.

 

Tidak usah mencari orang kafir. Tetapi, saat watak kita suka “harta” dan sombong, ya itulah sifat kafir. Warisan-warisan sifat kafir harus kita jauhi dalam kehidupan kita. “Harta” itu sebagai simbol. “Harta” bisa berwujud jabatan atau kekayaan lainnya. Saat kita menjabat, kemudian kita sangat “gila” dengan jabatannya, bahkan menyombongkannya maka termasuk sifat kafir.

 

Kafir itu menutupi nikmat Allah. Jelas, sifat tersebut menutupi nikmat Allah. Allah ditutupi gara-gara “harta” dan kesombongan. Semoga kita terhindar dari “harta-harta” yang dapat menyebabkan kesombongan. Itulah sifat kafir. Waallahu’alam.

 

 

Semarang, 9 Oktober 2017

Menulisnya, Lebih Fokus

 

Menulisnya, Lebih Fokus

Oleh Agung Kuswantoro

 

Menulis adalah salah satu komunikasi verbal. Melalui menulis, kita dapat mengikat setiap peristiwa. Hingga saat ini tidak terasa sudah ada 17 buku, baik buku tentang sosial dan perkuliahan. Ke-17 buku tersebut, sebagian besar diterbitkan secara Indie. Ada pula yang dicetak penerbit luar seperti Salemba Empat, Graha Ilmu, CV Alfabeta, CV Fastindo, dan UNNES Press.

 

Ide tulisan berasal dari mana? Hampir dikatakan satu hari satu tulisan. Keadaan itu (menulis tiap hari), saat ini begitu susah. Seperti biasa, alasan klasik yaitu sibuk. Saya coba melawan itu. Oleh karenanya, saya ingin memfokuskan satu tema dalam menulis atau mengerjakan satu buku yang sesuai dengan keahlian saya. Jadi, ide yang muncul perlu di-filter agar menghasilkan satu karya dan kelak karya tersebut dapat diterima oleh masyarakat.

 

Fokus menulis dalam satu tema. Itulah yang ingin saya lakukan. Tidak asal menulis dari banyak ide yang muncul. Kelihatannya itu menarik dan mengasyikkan. Semoga bisa mewujudkan.

 

 

Semarang, 15 September 2017

 

 

Sepi, Apakah Saya Yang Salah?

Oleh Agung Kuswantoro

 

Siang itu, lingkungan di suatu perumahan terlihat sepi. Angin berhembus cepat, tanpa ada yang menghalangi. Terik matahari bebas menyinari dimanapun. Tak ada pintu rumah pun yang terbuka. Tak ada pula orang yang di luar. Sepi nyenyet. Itulah gambaran di lingkungan, saya sekitar pukul 10.00 hingga 14.00 WIB.

 

Orang sibuk bekerja pada jam tersebut. Dampak yang sangat terasa pada anak saya, yang keduanya laki-laki. Tidak punya teman bermain. Saya, sebagai orang tua pun bingung, harus bagaimana ini?

 

Beberapa pendapat orang mengatakan kepada saya untuk “menyekolahkan” anak saya tersebut, sehingga punya teman bermain dan ibunya bisa beraktivitas. Jawaban itulah yang sangat menyita perhatian saya. Karena, tidak hanya saya yang diberikan atas jawaban itu, tetapi istri saya juga.

 

Kesempatan itu, menjadi pemikiran saya. Apakah anak itu harus “disekolahkan” di penitipan anak? Lalu, orang tuanya, bekerja? Hal itulah kebanyakan orang melakukan tindakan tersebut.

 

Saya, pilih diam, jika ada orang yang mengatakan seperti itu. Prinsip kita beda. Mohon hormati saya dan istri saya atas sikap permasalahan tersebut. saya menganggapnya, tantangan karena harus mencari solusi. Saya pun, tidak mengatakan bahwa Anda salah atas keputusan tersebut. Dan, sebalikya, saya tidak mengatakan bahwa sayalah yang paling benar atas keputusan tersebut.

 

Semua keputusan akan berdampak pada implikasi atau perbuatan. Kalau sudah membahas masalah itu, (mungkin) ahli anak dan psikologi yang menjawabnya. Saya hanya “meraba” atas kejadian yang ada.

 

Prinsip dasar saya adalah:

  1. Anak tanggung jawab orang tua
  2. Anak butuh bermain
  3. Orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab atas perkembangan anaknya.
  4. Nenek / kakek, bukan penanggung jawab utama atas perkembangan anak
  5. Istri adalah tanggung jawab suami
  6. Suami wajib memberi nafkah ke istri dan anak
  7. Anak dunianya bermain.

 

Dengan prinsip-prinsip tersebut, apakah menitipkan anak dari jam 07.00 pagi hingga 16.00 WIB itu tanggung jawab orang tua? Ataukah, prinsip-prinsip tersebut dihilangkan? Lalu, bagaimana anak jika sendirian di rumah bersama ibunya? (karena Bapak bekerja), maka akan berdampak pada psiklogis anak?

 

 

Misal, kita mendatangkan Nenek/Kakek dari kampung ke rumah kita, lalu apakah masalah pengasuhan tersebut menjadi tanggung jawab Nenek/kakeknya? Terus, dimana peran Bapak dan Ibunya? Berapa jam pula anak bertemu orang tuanya, dimana anak dititipkan selama 8 jam, layaknya orang bekerja?

 

Itulah pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa saya jawab. Hanya, ahli psikologi dan perkembangan anak, yang menjawabnya. Jika perlu, bagaimana tinjauan dalam Al qur’an dan hadist? Waallahu’alam.

 

 

Semarang, 15 September 2017

 

 

Terinspirasi Ngapsahi Kitab Kuning

Oleh Agung Kuswantoro

 

Saat mengaji di pondok pesantren, model pembelajaran dengan meng-apsahi bagi seorang santri, bukanlah hal yang aneh. Santri menuliskan makna dalam suatu lafal yang diucapkan oleh kiainya. Misal, bismillahi dimaknai utami sekabehane puji, lillahi dimaknai iku kagungane gusti Allah, dan contoh lafal yang lainnya. Model pembelajaran yang seperti inilah yang sangat mengena bagi saya, hingga terbawa sekarang.

 

Saat saya mengajar selalu bermimpi dan berkeinginan menuliskan suatu buku dari matakuliah yang saya ajarkan. Kemudian saya menerangkan dari buku yang saya tulis. Pembelajarannya berbasis buku yang saya tulis. Saya membaca dan menerangkan kepada mahasiswa. Atau mahasiswa yang membaca dengan lantang, kemudian mahasiswa yang lainnya menyimak.

 

Buku tersebut, pastinya tidak asal menulis. Basis atau sumbernya harus kuat. Mulai dari survei mengenai materi-materi yang terkait dan membahas permasalahan aktual mengenai materi tersebut, kemudian saya kaji berdasarkan atas teori-teori yang saya peroleh. Selain itu, referensi jurnal dan buku yang relevan menjadi salah satu poin yang ada di buku saya.

 

Melalui buku diharapkan mahasiswa dapat membaca dan “mengapsahi” atas materi yang belum ada di buku. Keterangan-keterangan tambahan, mahasiswa ditulis disamping buku atau bagian (tempat) yang masih kosong.

 

Buku itu “kitab”nya. Menambahi keterangan dan  memberi penjelasan itu”mengapsahinya”. Tak cukup dengan itu, mahasiswa menuliskannya di buku catatan sepulang dari kampus untuk menyalin keterangan-keterangan yang berupa lisan. Setiap dua atau tiga minggu buku catatan tersebut dikumpulkan untuk saya lihat keaktifannya tiap mahasiswa.

 

Model seperti ini seperti santri yang sedang mendengarkan dan memaknai suatu keterangan dari kiai. Menarik. Mahasiswa pun aktif. Pembelajaran berbasis powerpoint menjadi berkurang.  Malam harinya, mahasiswa dapat membaca materi yang akan disampaikan esok harinya. Membaca darimana? Dari buku yang sudah disediakan oleh saya. Itulah kitabnya. Semoga cara ini menyenangkan! Waallahu’alam.

 

Semarang, 23 September 2017

 

 

Kompetisi Perkantoran Dimulai
Oleh Agung Kuswantoro

Kompetisi perkantoran yang diselenggarakan oleh jurusan pendidikan ekonomi dimulai. Lalu lalang panitia dan mahasiswa terasa sibuk di laboratorium perkantoran Gedung L3 Fakultas Ekonomi UNNES. Panitia terdiri dari dosen yang kebanyakan adalah dosen pendidikan administrasi perkantoran, dibantu oleh dosen pendidikan ekonomi lainnya. Demikian juga mahasiswa, yang terlibat adalah kebanyakan mahasiswa pendidikan administrasi perkantoran, dibantu mahasiswa prodi lainnya.

Siang ini adalah Teknikal Meeting (TM). Ada 17 kelompok peserta dari Demak, Kudus, Semarang, Ungaran, Kendal, Yogyakarta, Magelang, Tempel, Bantul, Salatiga, Boyolali, Batang, dan Ambarawa. Mereka lengkap denga guru pembimbingnya.

Kegiatan ini dilakukan selama satu hari dengan dua babak yaitu babak penyisihan dan praktik. Babak penyisihan berupa pengisian soal tertulis. Lalu babak praktik kerja praktik perkantoran bagi peserta yang lolos ujian tertulis.

Harapan saya, semoga melalui lomba praktik perkantoran ini bisa mengembalikan ruh dari administrasi yaitu pross kerjasama antara dua orang atau sekelompok dalam mencapai suatu tujuan, itulah inti dari administrasi perkantoran. Jadi, bukan berbasis pada individual, tetapi sekelompok sesuai dengan peran masing-masing.

Selamat Berlomba
Agung Kuswantoro

 

Kompetisi Perkantoran Se-Jateng Dan DIY
Oleh Agung Kuswantoro

Selama ini makna administrasi dalam praktiknya menjadi bias. Mengapa demikian? Karena dilakukan secara parsial atau sendiri-sendiri. Dampak dari pemaknaan yang kecil ini adalah peranan administrasi (khususnya) perkantoran menjadi kecil pula. Orang menyebut administrasi itu mengetik. Orang menyebut administrasi itu menyimpan. Dan, orang menyebut administrasi itu mengecap.

Melalui event ini diharapkan dapat mengembalikan ruh administrasi yaitu proses kerjasama yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Penekanannya adalah proses kerjasama. Disitulah muncul peran-peran pelaku administrasi. Siapa itu? Pemimpin, pengolah, pelaksana, pengarah, agendaris, arsiparis dan ekspeditur.

Tujuan kegiatan ini adalah (1) menyiapkan tenaga administrasi yang handal dan profesional. (2) menyiapkan lulusan pendidikan administrasi perkantoran yang siap di dunia kerja.

Pelaksanaan kegiatan ini sudah dimulai sejak Senin (18 September 2017) di Aula Fakultas Ekonomi UNNES (ruang ini) berupa technical meeting yang dihadiri oleh guru pendamping dan beberapa siswanya. Lalu dihari ini, Rabu (19 September 2017) berupa pembukaan, ujian tertulis, dan praktik.

Ujian tertulis adalah babak penyisihan untuk menghitung 10 kelompok yang masuk dalam grand final. Bagi peserta yang belum lolos, akan ada bedah video perkantoran atas file yang telah didownload oleh peserta. Setelah itu, bagi peserta yang lolos ada 10 kelompok yang akan praktik perkantoran.

Ada tiga juri dalam kegiatan ini yaitu Drs. Purwanto, M.Pd (Dosen Universitas Negeri Yogyakarta), Drs. Sularso Mulyono (Pakar Administrasi Perkantoran), dan Ismiyati, S.Pd., M.Pd. (dosen Pendidikan Ekonomi Administrasi Perkantoran).

Ada 17 kelompok yang berasal dari Jateng dan DIY. Dari arah Jawa Tengah bagian Barat ada SMK Negeri 1 Batang dan SMK Negeri 1 Kendal. Dari Jawa Tengah bagian Timur, ada SMK Negeri 9 (2 kelompok), SMK Negeri 1 Demak, SMK PGRI 1 Mejobo Kudus, SMK Negeri 1 Kudus dan SMK PL. Tarcisius. Jawa Tengah bagian Selatan, ada SMK Widyapraja Ungaran, SMK Negeri 2 Magelang, SMK Muhammadiyah 1 Magelang, SMK Negeri 1 Salatiga dan SMK Negeri 1 Boyolali, dan SMK PSAK Masehi Ambarawa. Dari DIY, ada SMK Negeri 1 Yogyakarta, SMK Muhammadiyah 1 Tempel, dan SMK Negeri 1 Bantul.

Mereka datang beserta guru pendamping. Ada 215 dalam ruangan ini, selain dari para peserta, juga ada perwakilan pimpinan di lingkungan Fakultas Ekonomi UNNES. Untuk penyerahan juara 1,2,3 harapan 1,2,dan 3 diberikan saat Seminar Nasional pendidikan ekonomi pada besok (20 September 2017) di UTC selain itu, ada satu piala bergilir.

Dr. H. Wahyono, MM, Dekan Fakultas Ekonomi UNNES sangat mengapresiasi kegiatan ini, karena tantang administrasi perkantoran sangat dinamis. Oleh karenanya dibutuhkan inovasi-inovasi dalam administrasi perkantoran, salah satunya dengan kompetisi seperti ini.

Harapannya, semoga melalui kegiatan ini ruh pendidikan administrasi perkantoran menjadi bangkit dan dapat menghidupi atmosphere keilmuan baik di UNNES maupun di masyarakat. Mohon maaf apabila ada kesalahan dari kami atas penyelenggaraan acara ini. Selamat berkompetisi. Selamat berlonba. Semoga Allah selalu memberikan petunjuk kita semua. Amiin.

Semarang 19 September 2017

 

Berparadigma Individual

Oleh Agung Kuswantoro

 

Selesai sudah acara kompetisi perkantoran Se-Jateng dan DIY. Saya sebagai Ketua panitia mengucapkan terima kasih kepada para peserta yang sudah mengikuti kegiatan dari kemarin hingga besok. Malam ini sebagai puncaknya. Sudah diumumkan oleh juri, pemenang-pemenangnya.

 

Hasil evaluasi juri bahwa paradigma siswa saat ujian praktik masih pada pekerjaan individual, padahal itu semua pekerjaan kelompok. Selain itu, pelaku peran yang dimainkan kurang memperhatikan petunjuk pengerjaannya seperti penomorannya tidak asal memberi nomor. Petunjuk itu gambarannya sama seperti di kisi-kisi.

 

Adapun juara Kompetisi Perkantoran Se-Jateng dan DIY yaitu:

Juara 1 SMK Negeri 1 Kendal

Juara 2 SMK Negeri 1 Salatiga

Juara 3 SMK Negeri 1 Batang

Harapan 1 SMK Negeri 9 Semarang

Harapan 2 SMK PL. Tarcisius Semarang

Harapan 3 SMK Negeri 1 Boyolali

 

Pastinya, ini gambaran evaluasi atas pekerjaan hari ini yang dilakukan oleh peserta. Nanti, akan ada evaluasi secara menyeluruh atas kegiatan ini. Selamat kepada para pemenang. Semangat bagi yang belum lolos pada tahun ini.

 

Mencari Model Buku Untuk Pembelajaran

Oleh Agung Kuswantoro

 

Sudah beberapa hari ini dan hampir satu bulan saya mencari wangsit untuk mencari model buku pembelajaran yang menarik. Dimana matakuliah tersebut bersifat pemahaman, namun bisa dipraktikkan. Misalkan matakuliah kepemimpinan dan komunikasi.

 

Buku-buku karangan seperti Hernowo Hasim, Rhenald Kasali, dan penulis-penulis yang lainnya. Yang paling menarik perhatian saya adalah buku yang ada pemahaman, setelah itu ada praktiknya berupa pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut materi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berbasis pada diri.

 

Ini contoh saja. Matakuliah komunikasi, rancangan bukunya berjudul Membuka Diri Sendiri Melalui Komunikasi. Jadi, dalam dalam rancangan tersebut ada konsep komunikasi dan pertanyaan-pertanyaan mengenai komunikasi personal. Dalam komunikasi ada materi Kesadaran dan Pengungkapan Diri melalui Johari Windows. Konsepnya dengan Johari Windows. Lalu ada pendalaman materi sebagaimana berikut:

 

Pengungkapan Diri

 

Setelah kita belajar kesadaran diri melalui Johari Windows, tiba saatnya untuk mengungkapkan diri. Pengungkapan diri sebagai wujud menggambarkan “sosok” yang ada dalam diri seseorang. Minimal memaparkan jendela-jendela yang berjumlah empat, yaitu daerah terbuka, tertutup, buta, dan gelap.

 

Buatlah jendela Johari, namun berisi mengenai diri kita sendiri. Silakan diisi setiap jendela dengan poin-pointnya saja. Keterangannya ditulis dibawah bagannya. Sekali lagi, dasar pengungkapan diri ini adalah berbasis pada diri sendiri. Andalah yang lebih mengetahui kesadaran diri Anda. Sehingga tugas ini bersifat rahasia  antara Anda dengan saya.

 

Setiap orang pasti memiliki daerah yang berbeda-beda. Ada yang lebih luas daerah terbukanya. Ada yang luas daerahnya tertutupnya. Ada pula yang luas daerah buta atau gelapnya. Disitulah letak dari fungsi mengungkapkan diri.

 

Tugas ini dikumpulkan hari Jumat (28/09) di meja saya. Buat dengan sebaik-baiknya di buku tulis. Tugas ini sebagai dasar dalam keterampilan menulis dan bicara. Selamat mengerjakan.

 

 

Inilah gambaran, rancangan buku yang ingin saya buat. Tidak sekadar berteori, namun juga berpraktik. Mohon pendapat para Senior, alangkah baiknya seperti apa? Terima kasih atas saran-sarannya.

 

Batam, 27 September 2017

 

 

Menghidupi Kajian

Oleh Agung Kuswantoro

 

Tiga kajian yang saya kelola yaitu kajian fiqih tiap ba’da Subuh, kajian tafsir tiap hari Kamis, dan Sekolah Pranikah tiap bulan. Sumber kajian tersebut dari Kitab Safinatunnajah, Fathul Mu’in, tafsir Al-ibriz, tafsir Almisbah, tafsir Jalallain, dan buku Nasehat Menuju Akad Nikah (karangan saya sendiri).

 

Tantangan dalam mengelola atau menghidupi ketiga kajian ini adalah (1) saya sendiri (faktor internal), dan (2) lingkungan (faktor eksternal). Faktor internal, seperti jadual saya sendiri yang (mungkin) luar kota, karena ada agenda kerja atau mengisi pelatihan guru-guru. Dengan sendirinya, jika saya luar kota, otomatis kajian tersebut libur.

 

Sakit, juga faktor internal. Namanya juga manusia, pasti merasakan sakit. Dengan sendirinya, kalau saya sakit, kajian juga akan libur. Selain itu, faktor yang lain yang tidak diduga yaitu keluarga ada acara atau salah satu anggota keluarga, ada yang sakit, maka saya pun minta libur kajiannya.

 

Faktor eksternal meliputi dukungan orang untuk mengaji sangat minim sekali. Saya tidak berharap banyak target santri yang ikut kajian. Satu orang pun yang mengaji, pasti kajian tetap berlangsung.

 

Menghidupi kajian menurut saya berat sekali. Konsisten itu susah. Istiqomah tepatnya. Naik-turun, semangatnya. Itu godaannya. Semangat membara, tiba-tiba karena faktor tertentu, langsung turun semangatnya. Dukungan keluarga dan motivasi dalam diri harus kuat. Saya mengucapkan terima kasih kepada istri, Lu’Lu” Khakimah yang telah memberikan dorongan dan waktunya untuk saya berbagi melalui kajian.

 

Buka tutup kajian (istilah saya) biasa saya lakukan. Madrasah Istiqlal yang pernah saya bangun di rumah saya, akhirnya tutup karena faktor tertentu. Mahasiswa Mengaji (forum kajian) yang Alhamdulillah sekarang masih berdiri, sudah gonta-ganti santri. Bongkar pasang santri atau keluar-masuk santri menjadi “pemandangan” yang  biasa.

 

Boro-boro bicara penerus kajian atau yang menggantikan saya saat saya tidak bisa mengisi kajian. Kadang saya sudah siap, namun tidak ada santri yang mau mengaji. Sebaliknya saat santri siap, saya ada keperluan tugas. Itulah salah satu kendala dalam menghidupi kajian ini.

 

Hati tidak boleh lelah dalam masalah ini. Kajian ini semata-mata untuk pembelajaran saya pribadi. Saya selalu menginstrospeksi diri. Apakah ada  yang salah dalam diri dan keluarga saya? Sehingga menghidupi kajian terasa berat. Kajian terasa hidup hanya pada masa Ramadhan, baik kajian subuh maupun mahasiswa mengaji.

 

Padahal, jika ada santri yang rajin mengikuti dari kajian yang saya kelola, sudah menghasilkan empat buku, yaitu kajian fiqih subuh (2017), mahasiswa mengaji (2012), madrasah istiqlal (2017), dan nasihat menuju akad nikah (2015). Pastinya, bukan hal yang bimsalabim untuk menuliskan keempat buku tersebut. butuh proses.

 

Yang saya butuhkan saat ini adalah penguatan diri melalui doa. Tidak boleh menyalahkan seseorang atau pihak manapun. Namanya, kajian harus tetap  berjalan. (Mungkin) apabila udah mentok, dan Allah yang mengizinkan, jika keadaan terus-menerus seperti ini, maka solusi terbaik  adalah hijrah  (berpindah). Namun, tidak tahu, hijrahnya, modelnya seperti apa. (Mungkin) sebagaimana hijrah Nabi Muhammad SAW. Di Mekkah berdakwah selama 13 tahun, lalu berhijrah ke Madinah, Alhamdulillah di Madinah, penduduknya menjadi masyarakat madani dan beradab masyarakatnya. Madinah menjadi pusat peradaban.

 

Melalui kajian saya menjadi belajar akan materi-materi yang akan dikaji. Saya merasa bukan orang yang pintar atau hebat dalam masalah ilmu. Saya hanya ingin belajar, belajar, dan belajar. Kajian inilah sebagai wadahnya. Saya merasakan dampaknya, betapa luar biasa manfaat sebuah kajian (majlis ilmu). Dalam kajian, kita dapat memahami dan mendekatkan diri kepada ilmu-ilmu Allah.

 

Waallahu’alam.

 

 

Ditulis di Batam, 28 September 2017

 

 

Mereview (Lagi), Skema Surat Niaga (Bisnis)

Oleh Agung Kuswantoro

 

Mengamati dan menelaah skema alur surat niaga dari buku yang pernah saya tulis (2014) dipadukan dengan perkembangan saat ini, saya rasa perlu. Sekarang, orang membeli barang tidak harus pedagang (penjual) mengenalkan diri dengan membuat surat perkenalan. Cukup dengan membuka bukalapak, tokopedia, lazada, atau pembelian melalui OLX. Semua barang lengkap dengan gambar dan spesifikasinya. Bahkan, tawaran-tawaran seperti diskon juga diberikan.

 

Maknanya, sudah ada media yang ikut andil dalam skema surat niaga niaga. Cukup nge-klik di suatu situs. Lalu login, transfer uang, maka barang pesanan akan datang. Sederhana. Tidak butuh ribet-ribet membuat surat pesanan yang dimulai dengan kepala surat, hingga penutup surat.

 

Berdasarkan pengamatan di sebuah toko ritail ternyata saat akan menjual barang melalui toko ritail, harus membuat surat penawaran. Setelah surat penawaran disetujui, baru memesan barang. Tidak asal orang menjualkan barang di Indomaret. Berarti, surat perkenalannya tidak ada, tetapi detail dari surat penawaran harus ada. Jadi, pihak pedagang tidak boleh membuat surat penawaran dengan asal membuatnya, karena pihak pembeli akan mempelajari surat penawaran dengan rinci.

 

Lalu, contoh lain. Saat orang akan pesan kamar hotel. Cukup dengan membuka salah satu situs, misal Traveloka, maka akan muncul detail harga kamar, fasilitas kamar, hingga masih penuh atau kosong kamar tersebut.

 

Disinilah ada kebaruan yaitu media, masuk dunia bisnis. Surat permintaan penawaran, jelas tidak dibuatnya. Penawaran sudah ada pada situs tersebut. Menurut saya, jelas skema (alur) surat niaga berubah. Muncul tambahan-tambahan elemen dalam skema tersebut, seperti media. Berdasarkan penjelasan di atas, cobalah Anda cari literatur-literatur (buku) yang terbaru mengenai skema surat niaga saat ini. Buka pula, jurnal-jurnal dari luar negeri atau dalam negeri mengenai alur surat niaga. Agar lebih mantap dalam menjawabnya, lakukanlah pengamatan terhadap pelaku bisnis terkait skema surat niaga. Observasilah dan wawancarailah mereka, pasti Anda akan menemukan point-point kebaruan dalam menskema (alur) surat niaga. Selamat mencoba.

 

Catatan: (1) tugasnya dilakukan secara berkelompok, 2) literature harus terbaru (3) tidak bersumber buku saya, karena saya sedang membedahnya.

 

Ditulis di Batam, 28 September 2017

 

Mantel dan Pesawat Terbang

Oleh Agung Kuswantoro

 

Gerimis turun di Batam. Terasa dingin udaranya. Banyak orang menggunakan jaket. Saya pun merasakan apa yang dirasakan oleh mereka. Saya ada keperluan pergi ke Bandara untuk pulang ke Semarang. Sesekali saat di pesawat, saya melihat jendela. Saya melihat rintikan hujan jatuh membasahi bumi.

 

Saya kagum dengan pesawat yang saya tumpaki. Semua penumpang manut dengan instruksi awak pesawat. Barang-barang tertib dan rapi tertata di bagasi, handphone dimatikan saat akan tinggal landas, semua penumpang memakai sabuk pengaman. Dan, yang paling penting meskipun hujan, penumpang tenang dan tidak ada yang memakai mantel/ jas hujan dan tidak ada wiper dibagian jendela. Kurang lebih ada 100-an orang yang ada di pesawat tersebut. Alhamdulillah tenang dan (Insya Allah) selamat  sampai tujuan.

 

Biasanya saat bepergian dalam keadaan hujan, yang naik sepeda motor menggunakan mantel. Yang mengunakan mobil, wipernya menyala. Lalu, kenapa di pesawat pilotnya tidak turun untuk memasangkan mantel ke pesawatnya?

 

Mari kita perhatikan. Pesawat memiliki kecepatan yang tinggi, keamanannya pun juga tinggi, dan mampu membawa orang banyak. Maknanya, saat kita ingin menjadi orang yang sukses, menurut saya, jadilah seperti pesawat. Buatlah pesawat. Buatlah organisasi yang besar. Standar atau regulasi (aturan) yang ada dalam organisasi tersebut juga harus jelas, sebagaimana penjelasan di atas. Yaitu, penumpang atau pengikutnya tertib mengikuti instruksi pimpinan atau “awak” organisasi.

 

Tidak ada pengikut yang protes atas aturan-aturan yang dibuat oleh pimpinan dan regulasinya. Karena organisasilah yang mengantarkan nafkah untuk keluarganya dan memberikan jaminan kesehatan dan keselamatannya.

 

Coba, sekarang lihat, sepeda motor saat hujan, pasti pengemudi harus turun untuk memasang mantel untuk satu penumpangnya. Organisasinya kecil, penumpangnya hanya satu. Pengikutnya hanya satu. Orang yang dijamin kesehatan dan keselamatannya, hanya satu. Lalu ribet harus membuka jok dan cari tempat teduh untuk memasang mantel.

 

Pembelajaran penting dari cerita ini adalah jika Anda ingin sukses, maka jangan tanggung-tanggung suksesnya. Buatlah organisasi yang besar, dimana pengikutnya banyak. Pengikutnya pun tertib dan tidak banyak protes. Dengan organisasi besar, kecepatan dalam mobilitasnya tinggi. Organisasinya mampu mengelola pengikutnya. Namun, membuat organisasinya atau “pesaratnya” tidaklah mudah. Butuh perencanaan, bahan yang digunakan, sumber daya yang kuat, dan yang terpenting memiliki tujuan yang jelas.

 

 

Pesawat terbang tidak langsung jadi dalam wujud pesawat yang siap terbang. Ia terdiri dari komponen-komponen yang dirakit. Teknisinya pun harus profesional. Standar dan aturannya harus dibaca oleh semua orang yang akan membuat dan menumpanginya agar selamat.

 

Mulai sekarang, latihanlah berpikir menjadi orang besar. Wujudkan cita-cita yang belum tercapai. Jangan tanggung-tanggung dalam bertindak. Jangan ragu dalam melangkah. Hidup harus berani mengambil resiko. Pilih mana, kehujanan memakai mantel dengan memakai sepedan motor untuk jarak tempuh yang pendek atau memakai pesawat tanpa harus menggunakan mantel untuk jarak yang panjang? Waallahu’alam.

 

 

Ditulis dalam perjalanan pulang ke Semarang dari Batam, pukul 10.50 WIB,

Batam, 29 September  2017

 

 

Allah Maha Penyayang, Orang Gila Pun Masih Hidup

Oleh Agung Kuswantoro

 

Melihat orang gila dipinggir jalan, saya langsung bersyukur kepada Allah, dan kagum terhadap Allah. Betapa sayang Allah pada makhluknya. Logika manusia mengatakan bahwa, ciptaan yang “tidak baik”, maka dihilangkan. Tetapi, beda dengan kasus ini, justru Allah tetap ciptaan tersebut ada. Padahal, Allah sangat kuasa, dengan mudahnya Allah akan menghilangkan, jika Allah menghendaki. Lalu kenapa orang gila itu hidup?

 

Seharusnya, jika tidak ada “manfaat” atau “nilainya”, ya jangan diciptakan. Bahkan, kalau itu menyengsarakan, akan menjadi beban bagi orang gila itu. Sudah hidup itu susah. Gila lagi! Ampun deh!

 

Disinilah sifat Rohman Allah. Allah pasti menjamin rizkinya. Allah pasti memberikan kehidupan baginya. Ia tetap hidup. Susah ia merasakan. Senang pun dirasakan. Ia tetap makhluk Allah. Tetap hidup. Tidak boleh dibunuh atau membunuhnya. Allah sudah menjamin kebutuhannya hingga mati.

 

Justru kita, harus belajar dari orang gila. Pasrahnya total. Tidak takut mati. Tidak takut panas. Dan tidak takut hidupnya susah. Ia totalitas kepada Allah. Ibadahnya pun sesuai dengan kemampuannya. Prinsip hidupnya sangat bagus.

 

Nah, kita? Uang saja kita masih ngitangngitung agar untung. Tanah kita ngukarngukur agar dapat laba. Emas kita ngelasngelus agar mengkilap. Pasrahnya, kapan?

 

Orang gila saja bisa pasrah. Taruh contohnya, ayam yang tidak gila – itu saja rejekinya- sudah dijamin oleh Allah. Lalu, sampai kapan kita bermental seperti ini? Yuk, kita belajar pasrah dari orang gila dan ayam. Yakin saja. Bukannya Allah Maha Penyanyang pada Makhluknya? Waallahu’alam.

 

 

Semarang, 5 Oktober 2017

 

 

Belajar Hadis Agar Menjadi Beriman

Oleh Agung Kuswantoro

 

Dua pesan saya belajar hadis bersama jamaah sholat Subuh masjid Nurul Iman yaitu Iman dan Islam. Disela-sela belajar fiqih tiap Subuh saya mencoba untuk membuka kitab Arbain Nawawi. Mengaji hadis, sebagai “refresh” agar tidak monoton mengaji fiqih terus.

 

Menariknya, saat belajar hadis, saya menemukan point-point mengenai Iman dan Islam. Saat berbicara iman, hadis menuntun kepada umat Nabi Muhammad SAW untuk iman kepada Allah, malaikat, kitab, utusan, kiamat, dan takdir. Saat berbicara Islam, hadis menuntun untuk bersaksi kepada Allah dan Rosulnya, mendirikan sholat, zakat, puasa, dan berhaji.

 

Hadis yang saya baca hingga hadis ke-19, seakan-akan mengantarkan kepada kita (saya dan jamaah) untuk meningkatkan keimanan. Iman itu cakupannya luas. Butuh aplikasi. Dan, efeknya untuk sosial kemasyarakatan. Tidak cukup untuk orang Islam saja. Kenapa bisa seperti itu?

 

Mari kita lihat. Misal hadis ke-13 yaitu “Tidaklah sempurna iman seseorang diantaramu, sehingga ia mencintai saudaranya, sebagaimana mencintai dirinya sendiri”. Penerapan hadis ini, menurut saya, tidaklah mudah.

 

Dibutuhkan pendalaman keislaman. Sehingga, kalimatnya ditujukan tentang iman seseorang. Belum tentu, semua orang Islam mampu menerapkan hadis ini. Ada Saudara kita kelaparan, belum tentu orang Islam akan mendonasikan uangnya terhadap orang yang kelaparan tersebut. Lalu, siapa yang dipanggil dalam hadis tersebut? jawabnya, orang beriman. Lihat lagi hadis ke-15, yaitu “Barang siapa orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata baik atau diam. Dan, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah menghormati tetangganya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah menghormati tamunya”.

 

Jika kita cermati, ternyata ciri orang beriman versi hadis tersebut yaitu berkata baik atau diam (jika tidak mampu berkata baik), menghormati tetangga, dan memuliakan tamu. Menurut saya, ini (pesan hadis diatas), susah kita lakukan. Tidak semua orang bisa melakukannya. Iman lagi.

 

Hadis ini menuntun agar kita menjadi orang beriman. Tak sekadar ritual beribadah sholat, zakat, dan puasa. Bahkan, orang yang kita perlakukan tidak memandang Islam atau tidak Islam. Tetangga, harus kita muliakan semuanya. Tidak pilih kasih dalam bertetangga. Atau, tidak pilih-pilih tamu yang akan disuguhi atau diberi hidangan. Semua tamu harus dimuliakan. Dan, yang paling penting berbicara yang baik harus dijaga baik kepada siapa pun, baik kepada orang tua, atau orang yang berbeda agama. Belajar hadis menuntun kita agar menjadi orang beriman. Luar biasa akhlak Nabi Muhammad sebagai contoh teladan dalam hal ini.

 

Ternyata, menjadi orang beriman tidaklah mudah. Bukalah hadis agar kita mengetahui perilaku-perilaku yang menuju kekuatan iman yang sesungguhnya. Iman, bukan sekedar rutinitas ibadah saja. Contoh terkait terbaik dalam aplikasi ini adalah Nabi Muhammad SAW. Waallahu’alam.

 

 

Semarang, 6 Oktober 2017

 

 

Allah Maha Penyayang, Orang Gila Pun Masih Hidup

Allah Maha Penyayang, Orang Gila Pun Masih Hidup

Oleh Agung Kuswantoro

 

Melihat orang gila dipinggir jalan, saya langsung bersyukur kepada Allah, dan kagum terhadap Allah. Betapa sayang Allah pada makhluknya. Logika manusia mengatakan bahwa, ciptaan yang “tidak baik”, maka dihilangkan. Tetapi, beda dengan kasus ini, justru Allah tetap ciptaan tersebut ada. Padahal, Allah sangat kuasa, dengan mudahnya Allah akan menghilangkan, jika Allah menghendaki. Lalu kenapa orang gila itu hidup?

 

Seharusnya, jika tidak ada “manfaat” atau “nilainya”, ya jangan diciptakan. Bahkan, kalau itu menyengsarakan, akan menjadi beban bagi orang gila itu. Sudah hidup itu susah. Gila lagi! Ampun deh!

 

Disinilah sifat Rohman Allah. Allah pasti menjamin rizkinya. Allah pasti memberikan kehidupan baginya. Ia tetap hidup. Susah ia merasakan. Senang pun dirasakan. Ia tetap makhluk Allah. Tetap hidup. Tidak boleh dibunuh atau membunuhnya. Allah sudah menjamin kebutuhannya hingga mati.

 

Justru kita, harus belajar dari orang gila. Pasrahnya total. Tidak takut mati. Tidak takut panas. Dan tidak takut hidupnya susah. Ia totalitas kepada Allah. Ibadahnya pun sesuai dengan kemampuannya. Prinsip hidupnya sangat bagus.

 

Nah, kita? Uang saja kita masih ngitangngitung agar untung. Tanah kita ngukarngukur agar dapat laba. Emas kita ngelasngelus agar mengkilap. Pasrahnya, kapan?

 

Orang gila saja bisa pasrah. Taruh contohnya, ayam yang tidak gila – itu saja rejekinya- sudah dijamin oleh Allah. Lalu, sampai kapan kita bermental seperti ini? Yuk, kita belajar pasrah dari orang gila dan ayam. Yakin saja. Bukannya Allah Maha Penyanyang pada Makhluknya? Waallahu’alam.

 

 

Semarang, 5 Oktober 2017