Khatam Albarzanji
Oleh Agung Kuswantoro
Tak terasa hampir 3 bulan mengaji isi/kandungan kitab Albarzanji hingga hari ini. Alhamdulillah bisa khatam/selesai. Mengajinya sedikit-sedikit. Dalam satu judul, bisa tiga pertemuan atau dua pertemuan.
Alhamdulillah (pula) para jamaah juga stabil mengikuti kajian. Tidak butuh banyak orang yang datang mengaji. Orangnya “ajeg/reliabel”. Maksimal, 7 hingga 10 orang. Alhamdulillah kebanyakan mereka (yang mengikuti mengaji) adalah orang kampung.
Albarzanji adalah kitab yang kesekian dalam kajian Subuh. Dulu, ada kitab Fathul Muin, Safinatun Najah, Arbain Nawawi, tafsir Yasin, Hidayatus Sibyan, dan beberapa kitab lainnya. Umur kajian hingga hari ini, Alhamdulillah sudah 5 tahun. Mengaji tiap hari habis Subuh.
Penuh perjuangan membuat kajian ini. Kendala saya sebagai pemberi materi adalah saat sakit dan kepentingan luar kota (kerja/mudik). Belum ada yang menggantikan untuk mengisi kajian. Jika imam sholat Subuh, Alhamdulillah ada penggantinya. Namun, untuk pengganti kajian, belum ada orang yang menggantikannya.
Saya menyadari bahwa cenderung masyarakat dimana pun budaya mengaji ilmu itu minim. Mereka masih menyukai dengan kegiatan-kegiatan lainnya. Namun, hal itu tidak “mengendorkan” semangat saya untuk belajar/mengaji.
Mengapa seperti itu? Karena, saya yakin melalui mengaji (baca: ilmu) mereka lebih pintar. Pikirannya menjadi berkembang. Dan, wawasan menjadi luas. Oleh karena, saya ingin memperjuangkan budaya mengaji di lingkungan masyarakat. Terlebih di Masjid.
Masjid tidak hanya untuk sholat, tetapi juga untuk mengaji. Nah, fungsi ini yang harus juga ada dalam Masjid. Tujuannya, masyarakatnya menjadi berilmu. Semoga kita menjadi hamba berilmu dengan mengaji. Gunakanlah Masjid secara maksimal untuk kegiatan keagamaan. Salah satunya mengaji. Waallahu’alam.
Semarang, 8 Desember 2018