Cara Menggapai Hidayah
Oleh: Agung Kuswantoro
Buku: Langkah Menggapai Hidayah: Ikhtisar Khutbah Penuh Hikmah
Penulis: Drs. H. Bambang Tjiptadi
Membaca buku “Langkah Menggapai Hidayah” karangan Drs. H. Bambang Tjiptadi memiliki kesan sendiri. Kesan saya terhadap penulis adalah ia sosok yang sabar, ulet, berprinsip, dan mudah bersosial/bermasyarakat.
Ia adalah guru dan kepala skeolah SMK 8 Semarang. Waktu itu, saya pernah bertatap langsung (bertamu) di ruangannya. Selain di SMK 8 Semarang, ia juga pernah bekerja di SMK 10 Semarang.
Ia guru Bahasa Indonesia. Bukan, guru agama. Sudah ada “point” seorang guru Bahasa Indonesia, dapat memberikan khutbah Jum’at di Masjid. Bahkan, kultum sholat Subuh di daerahnya, yaitu di daerah Genuk Indah Semarang.
Berarti, ia memiliki latar belakang agama yang cukup bagus. Terlihat dari referensi khutbahnya yaitu Alqur’an, hadist, hikmah, dan kisah yang “berbobot”.
Ia juga seorang yang menyukai seni. Dalam khutbah Jum’at pun, ia mencantumkan lirik lagu Koes Plus dengan judul “Andaikan Kau Datang Kembali”. Kemudian, ia mempersepsikan makna lirik tersebut. Ini menunjukkan, ia sedang menafsirkan/mengapresiasi atas karya sastra. Maklum, ia seorang guru Bahasa Indonesia.
Gaya “membujuk” ke jamaah (baca: orang lain) begitu santun. Ia membuat pertanyaan-pertanyaan sebagai “umpan” kepada jamaah mengenai kelebihan dan manfaat suatu ibadah. Tujuannya, agar mereka/jamaah terpana dengan anugrah dan pahala suatu ibadah (sunah) yang seharusnya dilakukan, seperti sholat Tahajud, Dhuha, Sholat berjamaah, dan Ibadah sunah lainnya.
Setelah itu, ia mengajak agar melakukan ibadah-ibadah sunah tersebut. Menariknya lagi, ia selalu ada kisah/ilustrasi dari materi yang disampaikan. Kisah sebagai penguat dari suatu konsep. Sumber kisah yang ia gunakan adalah hadist dan buku. Itu menurut saya.
Mengapa saya berkata ada kisah/ilustrasi? Karena, saya membaca kisah seperti Ali bin Abi Tholib, kisah dalam hadis qudsi, dan buku berhikmah.
Selain berdasarkan Alqur’an dan Hadist. Ia pun tanggap dengan budaya Jawa. Ada macopat seperti berikut, “de dalane guna lawan sekti, kudu andhap asor” (halaman 86). Ini menunjukkan bahwa ia masih peduli dengan budaya Jawa. Jarang, di era saat ini seorang Khotib masih peduli dengan budaya Jawa. Pastinya, macopat tersebut memiliki “nilai” yang dalam. Termasuk, dari sisi agama Islam.
Itulah cara, bapak Bambang Tjiptadi dalam menggapai hikmah. Saya selaku pendengar dan pembaca pun “terbawa” arus olehnya agar selalu mendapatkan hidayah.
Setiap materi, ia kumpulkan. Materi khutbah dan kultum sholat subuh, ia refleksikan dan ditulis dalam sebuah buku. Bagus, itulah yang saya maksud telaten, teliti, dan sabar dari sosok bapak Bambang Tjiptadi. Dengan cara ini, Insya Allah hidayah pasti diperolehnya. Termasuk, kita.
Cara yang tepat, sebagaimana dicontohkan oleh bapak Bambang Tjiptadi. Yaitu, sabar, teliti, belajar (Alqur’an, hadist, buku, macopat, dan lainnya), menulis dan merefleksikannya. Kemudian, dituangkan menjadi sebuah buku. Insya Allah, kita mendapat hidayah setelah membaca buku tersebut. Amin.
Semarang, 2 Januari 2019