Iman Kepada Kitab (4):Taurot

Iman Kepada Kitab (4): Taurot
Oleh Agung Kuswantoro

“Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab Taurot yang didalamnya ada petunjuk” (al-Maidah:44).

Itulah ayat sebagai dasar agar kita mengimani kitab Taurot. Kitab ini diterima oleh Nabi Musa. Nabi Musa menyampaikan kepada umat (baca:masyarakat).

Nabi Musa inilah orang yang berdialog kepada Nabi Muhammad saat Isro Mi’raj, khusus permasalahan jumlah rokaat sholat.

Dimana, Nabi Muhammad menerima perintah sholat awalnya berjumlah 50 rokaat. Nabi Musa mengingatkan kepada Nabi Muhammad untuk mengurangi jumlah rokaatnya kepada Allah.

Alasan Nabi Musa adalah jumlah 50 rokaat itu pada masanya (bersama umat Nabi Musa) sedikit yang mengamalkan ibadah sholat.

Bisa jadi, salah satu ajaran dalam kitab Taurot adalah jumlah rokaat sholat itu ada 50. Sehingga, ia/Nabi Musa memahami akan permasalahan ini. Wallahu ‘alam.

Semarang, 23 Jumadas Tasaniah 1440

Terima Kasih Ustad dan Ustadah

Terima Kasih Ustad dan Ustadah
Oleh Agung Kuswantoro

IMG20190227163016

Apalah jadinya, jika kajian sore ini saya lakukan bersama istri saja? Jawabnya, pasti “tutup”. Alhamdulillah, kami bisa bekerjasama dengan para Mahasiswa untuk mengajar.

Mereka menjadi Ustad dan Ustadah. Mereka sederhana saja dalam mengajar. Tidak membutuhkan pembelajaran yang berbasis IT. Kuncinya datang tepat waktu dan Istiqomah dalam kehadirannya.

Mereka gaya mengajarnya unik. Sesuai dengan perkembangan santri. Ada yang mewarnai huruf Hijaiyah, ada yang praktek langsung mencari bacaan Idhar pada Alqur’an, dialog interaktif mengenai iman dan Islam, dan penguatan materi akhlak.

Mereka/ustad dan Ustadah sangat akrab dengan santri. Saling bertanya. Tak canggung untuk kelas A, ada beberapa santri yang ingin ke kamar mandi untuk diantarkan. Malah, menangis di kelas juga ada. Namun, Ustadahnya tetap sabar.

Ada yang hanya datang mengaji sebentar. Lalu, jalan-jalan hanya melihat temannya. Ada pula, yang memberikan kuis/pertanyaan sebelum pulang. Siapa yang bisa menjawab, maka ia pulang terlebih dahulu.
Itu sepintas lika-liku di kelas.

Semoga mereka tetap istiqomah. Dan, Allah menjaga kesehatannya. Sukses untuk mereka di dunia dan akhirat. Amin.

Semarang, 27 Februari 2019

Iman Kepada Kitab(3): Shuhuf Nabi Ibrohim dan Musa

Iman Kepada Kitab (3): Shuhuf Nabi Musa dan Ibrohim
Oleh Agung Kuswantoro

Jangan berpikiran bahwa kitab itu langsung diturunkan “utuh” yang tebal. Namun diturunkan secara bertahap/berangsur-angsur.

Awalnya, berupa lembaran. Dalam bahasa Alqur’an diistilahkan dengan “Shuhuf”. Yang artinya, lembaran-lembaran.

Lembaran-lembaran itu wajib kita imani. Karena, hal itu adalah bagian dari kitab. Pertanyaanya, “Siapakah yang menerima lembaran-lembaran itu”?

Alqur’an menuntun kita untuk membuka surat An-Najm ayat 36 dan 37. Selain itu, juga ada surat Al ‘ala ayat 18 dan 19.

Yang biasa terdengar dengan kalimat “shuhufu ibrohima wa Musa”. Maknanya, lembaran-lembaran milik Nabi Ibrohim dan Musa.

Jadi, Nabi Ibrohim pun menerima Shuhuf. Tidak hanya, keempat nabi-nabi pilihan (Musa, Dawud, Isa, dan Muhammad).

Itulah Shuhuf yang wajib kita imani sebagai orang mukmin. Bentuknya berupa lembaran. Wallahu ‘alam.

Semarang, 22 Jumadas Tasaniah 1440

Iman Kepada Kitab (1): Kitab-kitab

Iman Kepada Kitab (1): Kitab-Kitab
Oleh Agung Kuswantoro

Rukun iman yang ketiga yaitu iman kepada kitab-kitab Allah. Setelah memahami hakikat mengimani kepada Malaikat, tahapan berikutnya adalah iman kepada kitab.

Penegasan yang pertama adalah kitab-kitab. Bukan, kitab saja. Mengapa? Karena, jumlah kitab yang wajib diimani itu tidak satu saja. Tetapi, lebih dari satu.

Sehingga, istilahnya adalah kitab-kitab. Dalam bahasa Arab adalah kutub. Sedangkan, kitab itu adalah adalah masdarnya. Yang memiliki makna adalah sesuatu yang ditulis didalamnya. Pada awalnya, berbentuk shohifah/lembaran bersama tulisan yang ada didalamnya.

Menurut syariat, bahwa kutub/kitab-kitab adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada rasul-Nya agar mereka menyampaikan kepada manusia dan yang membacanya bernilai ibadah.

Jadi, konsep yang perlu dipahami adalah kitab-kitab/kutub. Bukan, kitab. Kitab adalah masdarnya. Kutub adalah jamak dari kitab. Kitab adalah sesuatu yang ada dalam tulisan. Awalnya, kitab berupa lembaran/shohifah.

Lalu, yang menerima kutub adalah para rasul-rasul yang telah dipilih oleh Allah. rasul-rasulNya tersebut memiliki kewajiban untuk menyampaikan kepada umatnya pada waktu itu. Bagi yang membaca kitab-kitab, maka akan mendapat pahala. Wallahu ‘alam.

Semarang, 19 Judas Tasaniah 1440 H.

Ustad dan Ustadah

Ustad dan Ustadah
Oleh Agung Kuswantoro

Hampir 2 pekan saya mondar-mandir Semarang-Solo karena tugas dinas dan Diklat AA. Posisi saya sebagai guru digantikan oleh Ustadah Arin, Ustad Belardo, dan Ustadah Lu’lu’.

Mencari guru pengganti itu tidak asal. Kami kader terlebih dahulu. Jadi, mereka memiliki bekal dalam mengajar.

Kajian ini memang masih baru. Akan berumur 1 tahun, nanti bulan Ramadhan. Jika saya kelola sendiri bersama istri, jelas (mungkin) sudah tutup karena alasan macam-macam. Namun, apapun kondisinya kami berusaha mempertahankannya.

Ustad dan Ustadah menjadi faktor penting dalam pembelajaran. Kami berusaha meningkatkan kualitas Ustad dan Ustadah.

Tidak hanya meningkatkan jumlah Ustad dan Ustadah saja. Kualitas dalam pembelajaran juga, kami perhatikan. Dalam mengelola kelas, misalnya.

Namanya saja, santri anak. Ada yang “ngambek” waktu mengaji dikarenakan tidak naik tingkat/pindah materi.

Ada yang menangis dalam rebutan meja. Ada yang jengkel tidak mau mengaji dengan orang tertentu. Itulah, beberapa contoh nyata yang ada dalam kelas kami.

Kejadian-kejadian seperti itu perlu kita kelola dengan baik. Prinsipnya, kami tidak boleh memarahi. Kami mengajarkan akhlak yang santun.

Pergi ke Masjid untuk mengaji itu sudah kebahagiaan kami. Terlebih datang dengan orang tuanya. Atau, pulang dijemput.

Orang tua yang menanyakan kepada kami mengenai perkembangan mengaji/belajar agama Islamnya, sampai mana. Orang tua menanyakan mengenai kebutuhan apa yang dibutuhkan dalam pembelajaran, karena ia ingin bersedekah.

Orang tua datang ke Masjid hanya melihat perkembangan anaknya dan menitipkan kepada kami agar anaknya diberi ilmu agama/mengaji.

Itu wujud perhatian mereka terhadap perkembangan putra/putrinya dan kami. Kami sangat senang dengan kepedulian mereka.

Lalu, kami mengajak sholat Asar secara berjamaah. Temuan kami, ternyata ada beberapa santri belum/tidak melakukan sholat Asar.

Tugas kami selanjutnya mengantarkan mereka kepada materi. Akhlak, Akidah, dan Ibadah menjadi fokus kami dalam menyampaikan materi.

Disinilah peran Ustad dan Ustadah begitu vital. Kehadiran mereka sangat dibutuhkan. Prinsipnya, tiap hari anak belajar. Kelas kosong sebisa mungkin, tidak ada karena tiap kelas ada Ustad dan Ustadahnya.

Semarang, 17 Jumadas Tasaniah 1440

Ngaji Tauhid (41): Iman Kepada Malaikat

Kajian Tauhid (41): Iman Kepada Malaikat
Oleh Agung Kuswantoro

Apa hubungan antara manusia dengan Malaikat? Jawabannya hubungan di antaranya sangat dekat.

Mari, kita simak. Sejak mulai diciptakan manusia hingga meninggal dunia selalu bertemu Malaikat. Mulai ditiup ruh manusia (janin), Malaikat sudah bertemu manusia.

Kemudian, dalam kehidupan sehari-hari, ada Malaikat Khafadhoh. Ada juga yang mencatat amal baik dan buruk (Roqib dan Atid). Sampai, meninggal dunia pun bertemu Malaikat yaitu Izroil.

Kedekatan manusia dengan Malaikat begitu intensif. Contoh paling nyata adalah Nabi Muhammad SAW. Ia adalah sosok manusia yang sangat dekat dengan Malaikat. Nabi Muhammad SAW itu sama seperti kita. Hanya, kadar iman saja yang berbeda.

Oleh karenanya, mari perbanyak amal sholeh agar Malaikat selalu dekat dengan kita. Amin.

Semarang, 17 Jumadas Tasaniah 1440/22 Februari 2019

Ngaji Tauhid (40): Iman Kepada Malaikat

Ngaji Tauhid (40): Iman Kepada Malaikat
Oleh Agung Kuswantoro

Ada golongan Malaikat Khafadhoh yang mencatat amal baik dan buruk manusia. Dalam tauhid Malaikat ini dikenal dengan nama Malaikat Al Kirom Al Katibun (para pencatat yang mulia).

Dalam Surat az-Zukhruf ayat 80 disebutkan, bahwa mereka/Malaikat mencatat amal. Kemudian, diperjelas akhirnya dalam surat Qof ayat 17-18, bahwa mereka ada di sisi kanan dan kiri.

Mereka adalah Roqib dan Atid. Roqib adalah Malaikat yang mencatat amal baik. Sedangkan, Atid adalah Malaikat yang mencatat amal buruk.

Itulah bagian Malaikat Khafadhoh yang mencatat amal manusia. Semoga Malaikat Roqib selalu sibuk dalam bertugas dengan kita. Amin.

Semarang, 18 Februari 2019

Ngaji Tauhid (40): Iman Kepada Malaikat

Ngaji Tauhid (40): Iman Kepada Malaikat
Oleh Agung Kuswantoro

Malaikat yang ditugaskan oleh Allah untuk menjaga manusia dalam keadaan apa pun (kecuali yang terbuka aurot) yaitu Malaikat Mu’aqqibat. Hal ini sebagaimana dalam surat Ar Rod ayat 10-11.

Dalam surat tersebut diterangkan bahwa Malaikat-malaikat tersebut selalu menjaga manusia secara bergiliran. Mereka ditugaskan atas perintah Allah.

Dalam keterangan lain pada surat al An’am ayat 61 disebutkan bahwa, Malaikat ini termasuk dalam golongan Malaikat khafadhoh/Malaikat penjaga.

Mari, jaga perbuatan kita. Karena, sesungguhnya dalam diri ini dijaga oleh para Malaikat yang selalu bergantian. Allah telah mengutus mereka untuk menjaga kita. Jika kita maksiat, maka pastinya Malaikat tersebut akan menjauh dari kita. Wallahu ‘alam.

Semarang, 14 Februari 2019

Ngaji Tauhid (39): Iman Kepada Malaikat

Ngaji Tauhid (39): Iman Kepada Malaikat
Oleh Agung Kuswantoro

Penjaga neraka Jahanam adalah Malaikat Zabaniyah. Tauhid mengenalnya dengan nama Malaikat Zabaniyah. Ada pula yang menyebutkan Malaikat Malik.

Jumlah Malaikat yang menjaga neraka ada 19 Malaikat. Sedangkan, pemimpinnya adalah Malaikat Malik. Hal ini sebagaimana dalam Surat Al-Mudattsir ayat 27-30 bahwa “Neraka Saqor adalah pembakar kulit manusia yang di atasnya ada 19 penjaga (baca: Malaikat).

Itulah Malaikat penjaga neraka yaitu Zabaniyah, Malik, dan 19 Malaikat yang lainnya. Semoga, kami tidak bertemu dengannya.

Semarang, 13 Februari 2019

Mengikuti

Mengikuti
Oleh Agung Kuswantoro

Meskipun saya sedang ada tugas dari lembaga, dimana harus datang jam 07.00 hingga 17.30 WIB, tak mengurangi saya untuk mengikuti pembelajaran di Madrasah.

Kami senang ada komunikasi diantara Ustad/Ustadah dengan orang tua. Atau, komunikasi antara orang tua dengan anak/santri.

Ada orang tua yang anaknya izin, lalu memberi tahu ke Ustad/Ustadah melalui forum “Mari Mengaji”. Atau, sekadar bertanya, “Apakah hari ini mengaji, karena suasana hujan”?

Dari informasi yang disampaikan beberapa Ustad/Ustadah pembelajaran seperti biasanya. Fiqih menjadi kajiannya selama dua hari.

Pada hari Senin, suasana hujan. Ustadah Nisa mengajar di kelas A dan B. Sedangkan, Ustadah Asih izin sakit. Sehingga, kelas A diampu oleh Ustadah Nisa. Yang seharusnya, Ustadah Asih.

Kemudian, kelas C diampu oleh Ustadah Arin. Ia menggantikan posisi saya. Sedangkan, kelas D, santrinya tidak hadir. Tidak hadir karena sakit dan izin. Namun, Ustad Ade tetap berangkat. Demikian, juga Ustad Belardo. Itu terjadi hari Senin.

Pada hari Selasa, semua Ustad/Ustadah berangkat kecuali saya dan Ustadah Asih. Saya izin karena ada tugas lembaga. Sedangkan, Ustadah Asih izin sakit. Alhamdulillah, Ustadah Lu’lu’ bisa hadir sehingga bisa membantu pembelajaran di kelas A dan B.

Sedangkan, Ustadah Arin dan Ustad Ade di kelas masing-masing yaitu C dan D. Ustad Belardo membantu di kelas D.

Kami berusaha saling menyemangati di antara sesama. Ada yang tidak bisa hadir, maka saling berkomunikasi agar kelas tetap ada pembelajaran.

Semoga apa yang dilakukan oleh kita diberkahi oleh Allah SWT. Amin.

Semarang, 12 Februari 2019

Previous Older Entries