Ha Qo

Ha Qo
Oleh Agung Kuswantoro

Belajar itu sepanjang hayat. Bahkan, mencari ilmu itu hingga ke liang lahat. Setelah rapat pimpinan universitas di FT UNNES (Rabu, 3 Februari 2020), saya melakukan sholat dhuhur di Masjid sekitar FT UNNES. Tepatnya jam 12.13 WIB.

Sewaktu menuju ke tempat shof/barisan laki-laki, saya melihat seseorang sedang belajar ngaji. Saya tahu betul, bahwa ia sedang belajar di serambi Masjid. Saya yakin orang tersebut adalah sahabat saya. Karena yang bersangkutan pernah WA-nan dengan saya, mengenai persuratan dan kearsipan di UNNES. Namun dalam tulisan ini, bukan itu konteksnya.

Ternyata, ia sedang belajar ngaji al-Qur’an. Saya menduga, menggunakan jilid awal. Yang saya dengar materinya adalah huruf huruf HA. Sempat terdengar HA QO. Guru yang mengajarnya sangat muda.

Apa yang dilakukan sahabat saya tersebut, menjadikan saya untuk bersyukur. Alhamdulillah, saya bisa membaca al-Qur’an. Orang tua (baca: Ibu) selalu menyemangati dan membersamai saya untuk mengantarkan ke guru ngaji.

Semangat sahabat saya itu harus diacungi jempol. Al-Qur’an adalah kitab universal. Tidak memandang usia. Saya yakin sekali, di luar Masjid FT UNNES tersebut, belum tentu orang mau belajar ngaji, walaupun usianya sudah dewasa dan tua.

Usia tidak menjamin seseorang bisa membaca al-Qur’an. Justru, semangat dan kemauan belajarlah yang menjadikan seseorang cepat membaca al-Qur’an.

Saya sangat setuju, bahwa belajar al-Qur’an itu harus dengan guru. Pelafalan dan makhorijul huruf menjadi kunci dalam belajar al-Qur’an. Bayangkan, jika belajar al-Qur’an itu, belajar sendiri dari buku. Saya berpendapat, susah dan ‘berbahaya’ karena merusak kaidah-kaidah ilmu yang ada dalam al-Qura’an.

Berbeda membaca buku dengan membaca al-Qur’an. Ada norma-norma dalam membaca al-Qur’an. Kapan mulut harus membuka, monyong, dan pecah/bilang ‘i’.

Apa yang dilakukan oleh sahabat saya, menurut saya itu tepat. Insya Allah, Allah akan menurunkan kepada sahabat saya itu. Tidak ada rasa malu. Malu itu hanya kepada Allah. Walaupun, ia sibuk bekerja, namun masih menyempatkan belajar ngaji saat jam istirahat di Masjid kampus.

Apa yang dilakukan sahabat saya, mengingatkan saya mengenai apa yang saya lakukan setiap hari Senin hingga Kamis. Saya, istri, dan ustad memiliki semangat untuk belajar bersama ngaji al-Quran. Mengajak belajar al-Qur’an sejak dini/anak-anak. Mumpung masih kecil. Belajar akan susah, saat sudah dewasa. Kalau dewasa untuk belajar dibutuhkan tenaga ekstra. Belum lagi, beban hidupnya. Hehe.

Nah, mumpung masih muda. Yuk, belajar ngaji al-Qur’an. Jangan sampai menyesal kemudian hari. Jika bisa membaca al-Qur’an, akan terasa tenang hati dan bisa mengirimkan doa kepada orang tua/orang yang sudah meninggal dunia. Jangan sampai diantara kita meninggal dunia dalam kondisi belum bisa membaca al-Qur’an, maka akan menyesal. Mendekatlah kepada orang yang bisa membaca al-Qur’an. Mintalah diajari. Insya Allah, al-Qur’an akan memberikan keberkahan dalam hidup Anda. Cobalah!

Semarang, 6 Februari 2020

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: