Sekolah Muadzin

Sekolah Muadzin
Oleh Agung Kuswantoro

Mungkin saya dianggap oleh sebagian orang itu tidak wajar. Aneh. Gila, mungkin kalimat yang tepat itu. Apa pasal? Karena, saya melakukan sesuatu yang sedikit orang lakukan. Terkait pengelolaan Masjid, saya fokus sekali dengan permasalahan muadzin. Bagi saya, muadzin ibarat motor yang berjalan. Tanpa muadzin, Masjid itu akan berhenti. Karena, “motornya” mati.

Muadzinlah, orang yang pertama mengajak orang untuk sholat. Ada adzan berkumandang, pasti ada pelaksanaa sholat di dalam Masjid. Tidak mungkin, ada adzan berkumandang, tapi tidak ada pelaksanaan sholat di dalam Masjid. Itulah, makna muadzin sebagai “motor”. Penggerak.

Hanya remaja-remaja inilah yang “terpanggil” untuk menjadi muadzin. Mereka sudah bertugas menjadi muadzin sholat Dhuhur dan Asar. Alhamdulillah dengan kehadiran mereka, Masjid bisa menyelenggarakan sholat lima waktu. Yang tadinya, hanya menyelenggarakan sholat tiga waktu.

Guna meningkatkan kompetensinya, saya membuat dan belajar bersama dalam “Kelas Muadzin”. Kelas berisi para muadzin untuk dapat meningkatkan pemahaman mengenai adzan dari beberapa sudut pandang. Kelas Muadzin dilakukan seminggu sekali di Masjid Nurul Iman Sekaran.

Melalui mereka, saya berharap dan yakin, bahwa lima tahun lagi, Masjid akan memiliki muadzin yang berkompeten sehingga penyelenggaran sholat lima waktu dapat terlaksana dengan baik. Termasuk, jama’ah yang sholat ke Masjid untuk menjadi makmum. Mengingat, selama ini yang sholat Dhuhur dan Asar itu muadzin itu sendiri. Bahasa sederhananya, diadzani sendiri, sholawatan sendiri, diqomati sendiri, dan diimami sendiri. [].

Semarang, 25 Oktober 2020
Ditulis di Rumah, jam 20.30-20.45 WIB.

Pengelolaan sholat Lima Waktu

Pengelolaan Sholat Lima Waktu
Oleh Agung Kuswantoro

Entah apa yang menjadi pengemangat saya – selaku takmir masjid Nurul Iman Sekaran – untuk menyelenggarakan sholat lima waktu. Selama lima tahun Masjid hanya menyelenggarakan sholat tiga waktu saja. Padahal, sholat wajib itu ada lima waktu dalam sehari.

Berbagai cara, saya lakukan dengan menghadirkan pimpinan puncak hingga teknis. Termasuk, menghadirkan jamaah masjid dan orang tua yang memiliki putra – putri yang sholat di Masjid Nurul Iman Sekaran.

Rapat sudah dilakukan. Sosialisasi sudah dilakukan, pula terkait masjid akan menyelenggarakan sholat lima waktu. Dalam penyelenggaraan sholat dibutuhkan muadzin. Takmir masjid mulai menata muadzin masjid. Ada dua sholat wajib yang diselenggarakan oleh Masjid Nurul Iman yaitu sholat rowatib dan sholat Jumat. Muadzin sholat Jum’at, mulai ditata. Alhamdulillah permasalah muadzin sholat Juma’at telah terselesaikan. Sekarang, muadzin sholat lima waktu. Adapun Imam sholat Dhuhur dan Asar adalah Mbah Darman.

Mengapa takmir fokus ke muadzin? Karena, muadzinlah yang mengajak dan orang pertama untuk menyelenggarakan sholat. Keterbatasan sumber daya dan banyak faktor, takmir menggunakan muadzin dari kalangan remaja masjid.

Remaja masjid sebagai “pendorong/motor” atau “penggerak” untuk penyelenggaraan sholat Dhuhur dan Asar. Remaja masjid, kebetulan sering di rumah. Terlebih masih masa pandemi Covid-19. Untuk sholat Maghrib, Isya, dan Subuh muadzinnya adalah mbah Qosim dan mbah Darman.

Jadwal muadzin sholat sudah ditentukan. Termasuk, surat pemberitahuannya kepada orang tua bagi remaja masjid. Harapan remaja masjid untuk jadi muadzin adalah regenerasi muadzin, mengingat di Masjid Nurul Iman “diisi”/dilakukan oleh orang tua/mbah-mbah. Sehingga, perlu dipikirkan generasi penerus yang menjadi muadzin.

Dengan berlatih percaya diri bagi remaja masjid untuk “tampil” adzan kepada masyarakat. Harapannya, mereka akan menjadi muadzin masjid dan Bilal saat sholat tarawih dan witir.

Untuk remaja—belajar dan praktik adzan – ada kelas muadzin yang diselenggarakan oleh takmir tiap malam Sabtu di Masjid Nurul Iman Sekaran usai sholat maghrib hingga menjelang sholat Isya. Adapun materinya mulai dari filosofi adzan, tarikh adzan, fiqih adzan, praktik 1 dan 2, serta evaluasi adzan.

Demikian usaha berjuang kami untuk memaksimalkan fungsi masjid yaitu menyelenggarakan sholat lima waktu. Bukan dikatakan masjid, jika masjid hanya berfungsi untuk kegiatan masyarakat. Masjid adalah tempat sujud. Sujud itulah sholat. Sholat bisa terselenggara, bila ada yang mengadzani. Siapa yang mengadzani? Muadzin!

Semarang, 19 Oktober 2020
Ditulis Di Rumah jam 05.00 – 05.20 WIB.

Pengelola Kearsipan Di SMK

Pengelolaan Kearsipan Di SMK
Oleh Agung Kuswantoro

Arsip sangat penting bagi kelangsungan suatu organisasi atau lembaga. Salah satu fungsi arsip adalah dasar pengambilan keputusan bagi pimpinan. Area manajemen pendidikan itu sangat luas. Saya mengambil jalur pendidikannya, formal. Jenis pendidikannya, vokasi. Jenjang pendidikannya, menengah. Untuk substansi pendidikannya, pengelolaan dokumen/kearsipan.

Alasan saya memilih/tertarik kearsipan sekolah, karena setiap garapan pengelolaan sekolah pasti memiliki arsip. Mulai dari arsip peserta didik, arsip tenaga pendidik dan kependidikan, arsip kurikulum, arsip sarana prasarana, arsip pembiayaan dan arsip humas.

Adapun dasar kebijakannya adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Nomor 43 Tahun 2009, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah.

Pasal 1 ayat 2 dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyebutkan, bahwa kearsipan termasuk dalam urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar.

Agustina (2018) mengatakan salah satu tugas kearsipan kota/kabupaten adalah mendampingi proses penyelenggaraan di Sekolah. Hal-hal yang dilakukan yaitu (1) berkoordinasi dalam penyelenggaraan kearsipan dengan sekolah bekerjasama dengan BPAD (Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah); (2) menyusun pedoman pengelolaan kearsipan sekolah bekerjasama dengan BPAD; (3) pemberian bimbingan dan konsultasi pelaksanaan kearsipan kepada sekolah.

Nah, ruang lingkup arsip sekolah selama ini adalah arsip dinamis. Dimana, arsip dinamis itu dibagi menjadi dua, yaitu dinamis aktif dan dinamis inaktif. Dinamis aktif yang mengelola adalah subbag TU dan pelaksana (pengelola sekolah) yang terdiri dari waka (wakil kepala sekolah) kurikulum, waka kesiswaan, waka humas, dan waka sarpras.

Asifah (2017) mengatakan sistem pengelolaan kearsipan di Sekolah—dilakukan oleh bagian Tata Usaha sekolah – yang meliputi sistem penyimpanan arsip, peminjaman arsip, penemuan kembali arsip, pemeliharaan dan pengamanan arsip, serta pemindahan arsip.

Perbedaan pengelolaan arsip di SMK dengan PT/Perguruan Tinggi adalah PT dalam pengelolaannya, lebih mandiri. Artinya, PT memiliki otoritas dalam mengelolanya. Termasuk dalam menyusun kebijakan-kebijakannya. Hal ini didukung dengan Peraturan Kepala Arsip Nasional Indonesia (ANRI) Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kearsipan di Lingkungan Perguruan Tinggi. Sedangkan, pengelolaan kearsipan sekolah diatur kerjasama antara sekolah dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota/Kabupaten. Hal ini sebagaimana dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2014.

Pengelolaan kearsipan di PT biasanya dikelola oleh unit pelaksana, teknisi (UPT) atau bagian Tata Usaha Universitas. Sedangkan di SMK dikelola oleh bagian Tata Usaha sekolah.

Perbandingan

Rose dan Nwackhuckwu (2015) dalam penelitiannya mengatakan pencatatan/registrasi arsip harus dilakukan sejak awal dengan harapan sekolah akan mendapatkan informasi penting, khususnya kepala sekolah dalam membuat kebijakan dan me-manage dokumen/arsip dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Pendapat diatas didukung dengan penelitian Omaha (2013) dalam penelitiannya menyebutkan, bahwa kepala sekolah gagal dalam mengelola kearsipannya. Pencatatan dokumen yang tidak rapi dari kegiatan yang telah dilakukan menjadikan ketidakakuratan dalam informasi sekolah. Penelitian ini dilakukan di sekolah menengah atas. Ada 9 daerah di negara Nigeria yaitu Otukpo, Obi Ojo, Ogba, Dibo, Okpokwu, Apo, Okimini, Ado, dan Agato.

Mengapa Nigeria yang dijadikan persandingan? Karena, ada kesamaan sistem pendidikan di negara Nigeria, dimana dimulai dari enam tahun sekolah dasar, tiga tahun sekolah menengah pertama, tiga tahun sekolah menengah, dan empat tahun perguruan tinggi untuk mendapatkan gelar sarjana.

Dari kedua penelitian di atas—dapat dikatakan—bahwa pengelolaan kearsipan sekolah di Nigeria itu masih manual. Dibuktikan dengan proses yang manual pada pencatatan di buku dan proses pengelolaan arsip aktifnya (record).

Namun, persandingan ini berbeda dengan negara Singapura. Dimana, sekolah memiliki kewenangan dalam mengelola kearsipannya. Data digital lebih tertata. Sekolah mengelola kearsipannya melalui website yang dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Bahkan, Indonesia sangat tertarik dengan pengelolaan kearsipan di Singapura. Pada tanggal 8 Oktober 2019 di Istana Negara dilakukan kerjasama kearsipan antara Indonesia dan Singapura. Kolaborasi antara Arsip Nasional Republik Indonesia dengan Arsip Nasional Singapura. Indonesia menilai Singapura sangat berhasil dalam pengelolaan kearsipan digital. Sehingga, kolaborasi ini diharapkan dapat meningkatkan kearsipan, khususnya digitalisasi arsip di sekolah. [].

Visi Itu Abstrak

Visi Itu Abstrak
Oleh Agung Kuswantoro

Visi itu tidak terlihat, namun bukan berarti kosong. Visi itu tak tampak, namun bisa dirasakan. Mata bisa membaca tulisan visi suatu organisasi/lembaga, namun hati belum tentu melihat (baca:merasakan) visi organisasi tersebut. Orang lain bisa “penasaran” akan visi organisasi, namun orang yang ada dalam organisasi itu akan “mantap” dan merasakan visi organisasinya.

Lalu, apakah sebenarnya visi itu? Soegito (2020) mengatakan visi adalah gambaran/wawasan atau pernyataan tentang lembaga pendidikan yang ingin diwujudkan di masa jauh ke depan. Visi itu menguraikan jenis organisasi yang Anda ingin wujudkan atau bagaimana Anda ingin dilihat atau diingat. Visi itu menetapkan arah yang dituju oleh setiap orang. Visi itu memberdayakan orang dan menciptakan antusiasme dengan menyoroti kontribusi khusus bagi organisasi. Dan, visi itu memberikan dasar untuk mengenali “jurang” antara keadaan sekarang dan keadaan di masa depan.

Ciri-ciri visi itu (1) mudah dipahami, (2) bahasa sederhana, (3) bersifat menantang dan dapat dicapai, (4) ideal, tetapi dapat dihayati, (5) menimbulkan motivasi dan kegairahan untuk melaksanakan, (6) tidak menyebut dan tidak terikat pada angka definitif dan (7) memberikan nuansa kinerja bermutu bagi karyawan.

Organisasi yang memiliki visi itu akan lebih mudah dalam mengembangkan, merubah, dan berhasil. Tetapi, organisasi tanpa visi itu dalam pengembangannya, tanpa arah. Bingung.

Nah, kebetulan saya diberi amanah untuk membuat visi dari Masjid Nurul Iman Sekaran. Visinya adalah menjadikan Masjid yang nyaman, tenang, dan khusyuk dalam penyelenggaraan sholat rowatib, sunah, dan beribadah kepada Allah. Menurut Anda, apakah visi organisasi tersebut terpenuhi dengan konsep-konsep di atas?

Semarang, 18 Oktober 2020
Ditulis Di Rumah jam 05.00 – 05.30 WIB.

Bermaulud Di Masa Pandemi Covid-19

Bermaulud Di Masa Pandemi Covid-19
Oleh Agung Kuswantoro

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu uswatun hasanah (suri teladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [QS. al-Ahzab: 21].

Hari Ahad kelak (18 Oktober 2020) telah masuk bulan Maulid. Umat Islam di seluruh dunia akan merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW/Maulid Nabi.

Maulid Nabi tahun 2020/1442 Hijriah ini, berbeda dengan tahun lalu. Yang membedakan adalah dirayakan dalam situasi pandemi Covid-19. Anjuran pemerintah tentang protokoler kesehatan tetap diterapkan. Artinya, bermasker, menghindari kerumunan, rajin cuci tangan, dan jaga jarak itu wajib diterapkan.

Pengurus masjid pun harus tanggap dan cerdas menanggapi situasi ini. Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan panggung yang megah harus dihindari. Karena, bertentangan dengan keadaan saat ini.

Lalu, bagaimana merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW saat pandemi Covid-19 ini? Ada beberapa perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di saat Pendemi Covid-19 yaitu:

Pertama, membaca sholawat melalui kitab al-Barzanji atau ad-Diba’. Bacalah sholawat tersebut di rumah atau di masjid. Rutinkan tiap hari mulai tanggal 1 Robiul Awal hingga 12 Robiul Awwal.

Insya Allah, Masjid Nurul Iman Sekaran tetap melaksanakan pembacaan al-Barzanji atau ad-Diba’ tiap habis maghrib. Yang hadir tidaklah banyak, sehingga syarat protokoler kesehatan, tetap terpenuhi.

Sholawat bisa juga dilakukan di rumah. Ajak anak, istri, suami, dan orang yang ada di rumah dengan bersholawat Nabi Muhammad SAW berharap dan memohon keberkahan atas keselamatan hidup melalui sholawat Nabi.

Kedua, membaca buku/kitab mengenai biografi Nabi Muhammad SAW. Siroh Nabawwiyah. Atau, tarikh/sejarah. Tujuan membaca buku adalah mengikuti perintah Allah agar menjadi hamba yang ber-Tuhan. Sebagaimana perintah Allah “Iqro”. “Bacalah” orang yang membaca, sejatinya sedang menyebut nama Allah. Mulailah membaca dengan menyebut nama Allah. Bismillahirohmanirrohim.

Melalui membaca, kita dapat merasakan dan menghayati akan perjuangan Nabi Muhammad SAW. Lahir saja, sudah yatim. Yang menyusui saja, bukan ibunya. Masa kecil, sudah berjuang dengan menggembala kambing. Masa remaja sudah menikah muda pada usia 25 tahun. Pada usia 35 tahun, sudah bermasyarakat dengan baik. Dan, pada usia 40 tahun, fokus pada ibadah dalam hidup di dunia.

Mari bandingkan dengan rentang usia pada sebagian besar orang saat ini. Lahir, dengan orang tua lengkap. Anak diasuh oleh nenek kakeknya, meskipun orang tuanya hidup. Masa anak-anak dididik dengan “godaan” game HP/media sosial/youtube. Masa remaja, kurang tangguh/mandiri. Pada umur 25 tahun atau sudah remaja, namun belum berani untuk menikah. Pada usia 35 tahun, belum tentu bersosialisasi dengan masyarakat. Dan, pada usia 40 tahun, belum tentu fokus untuk beribadah.

Apa penyebab perbedaan rentang usia Nabi Muhammad SAW dengan rentang usia sebagian besar orang saat sekarang? Jawabnya, cara pandang orang tersebut. Nabi Muhammad SAW fokus tertuju kepada Allah. Meskipun, godaan tetap ada. Buktinya, Nabi Muhammad SAW pernah menjadi target pembunuhan saat peristiwa hijrah. Sasaran “empuk” untuk pembantaian orang Quraisy.

Nabi Muhammad SAW juga pernah terluka dan berdarah giginya saat berperang. Artinya, kejadian manusiawi—target pembunuhan dan terluka hingga berdarah—itu dalam dirinya. Karena, tujuan hidupnya adalah Allah. Maka, Allah pun akan melindunginya.

Sekarang, cara pandang /tujuan hidupnya tidak tertuju kepada Allah. Mau makan, harus bekerja mati-matian. Mau sukses, tidak memandang norma-norma yang ada. Berteman tidak memperhatikan akhlak yang diajarkan. Lalu, apa yang terjadi? Tidak berkah dan suksesnya pendek, hidupnya.

Dalam agama Islam itu ada iman. Nabi Muhammad SAW selalu menggunakan otak kanan dalam menjalankan kehidupannya. Contoh bekerja otak kanan adalah orang bisa pergi ke Jakarta dalam waktu lima menit. Orang bisa hidup, walaupun tanpa makan hingga 309 tahun. al-Qur’an memberikan contoh seperti itu.

Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan berkilo-kilo meter, saat Isro’ Mi’roj dalam waktu tempuh semalam saja. Sahabat Kahfi tidak makan selama 309 tahun di Gua bisa hidup, dengan cara Allah menidurkan mereka. Itulah, contoh bekerja berpikir otak kanan.

Namun, otak kiri selalu mengatakan: “orang bisa ke Jakarta dengan jarak tempuh minimal 6 jam, jika berangkat dari Semarang melalui jalur tol”. “Orang tidur maksimal itu 8 jam”. Itulah, contoh bekerja berpikir otak kiri.

Dalam hidup di dunia, keseimbangan antara otak kiri dan kanan itu ada. Jangan terlalu kiri sekali. Atau, jangan terlalu dunia sekali. Dan, jangan terlalu kanan sekali. Atau, jangan terlalu akhirat sekali. Seimbang saja.

Orang yang sudah menikah, lalu bisa punya keturunan itu pasti. Logika dunia mengatakan berlaku seperti itu. Namun, jika ada orang yang sudah menikah, tetapi belum diberi keturunan, maka hal tersebut berarti ada masalah. Itulah logika hidup di dunia. Logika otak kiri dalam bekerja.

Lihatlah, Siti Hajar yang mengalami peristiwa serupa. Namun, dalam menyelesaikan kehidupannya memberikan solusi dengan otak kiri dan otak kanan. Secara umur itu tidak mungkin. Karena, beliau sudah sepuh/tua. Atas izin Allah SWT, Siti Hajar diberi keturunan. Sholeh pula. Nabi Ismail, namanya. Apa usahanya? Beriman dan berilmu. Ngamalkan atas ilmu agama yang didapat.

Melalui Maulid Nabi Muhammad SAW, mari budayakan Iqro. Membaca. “Membaca” apa pun. Termasuk, “membaca” situasi masjid. “Membaca” bagaimana pelaksanaan sholat, adzan, kegiatan dan program-program dalam suatu Masjid. “Membaca” dimaknai melihat. Mari “isi” kekurangan dari yang ada. Pastinya, sumber bacaannya adalah al-Qur’an, al-Hadist, dan buku/kitab yang valid.

Demikian tulisan singkat ini. Ada beberapa simpulan, yaitu:

  1. Bulan maulud segera tiba. Persiapkan bekal kita untuk menyambutnya.
  2. Bacalah sholawat Nabi Muhammad SAW dengan ber-al-Barzanji atau ber-ad-Diba’ usai habis maghrib.
  3. Bacalah buku mengenai Nabi Muhammad SAW/Siroh Nabawwiyah. Atau, tarekh/sejarah Nabi Muhammad SAW.
  4. Tirulah sosok Nabi Muhammad SAW dalam menjalani hidup. Tidak selalu menggunakan akal kiri untuk mencapai kesuksesan. Namun, Nabi Muhammad SAW juga menggunakan otak kanan untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat.

Semoga tulisan ini bermanfaat untuk diri saya dan para jamaah. Amin. []

Semarang, 14 Oktober 2020.
Ditulis di rumah jam 05.00 – 05.45 WIB.
Materi akan disampaikan di Masjid Nurul Iman, Jum’at 15 Oktober 2020 jam 12.00 WIB.

Peningkatan Kompetensi Muadzin Masjid Nurul Iman

Peningkatan Kompetensi Muadzin Masjid Nurul Iman
Oleh Agung Kuswantoro

Nanti malam (14 Oktober 2020) saya selaku pengurus Masjid Nurul Iman Sekaran mengundang 5 muadzin sholat Jum’at dan remaja masjid Masjid Nurul Iman Sekaran. Tujuannya untuk peningkatan kompetensi muadzin.

Saya mengajak pembicara dalam kegiatan tersebut. Namanya, Ustad Ahmad Khosyiin, muadzin Masjid Istiqomah Ungaran. Materi dan undangan sudah dibagikan kepada mereka. Materinya lengkap. Mulai dari doa sebelum adzan, hingga iqomah untuk pelaksanaan sholat Jum’at dan sholat Rowatib.

Harapannya, pertemuan ini bisa meningkatkan kompetensi muadzin. Muadzin dapat melihat secara jelas lafal yang akan diucapkan. Bukan, hanya dihafal. Karena, kalau melihat tulisannya, menjadi tahu akan hak-hak huruf. Fasihnya, pasti berbeda.

Remaja masjid rencananya akan dibuat jadwal muadzin untuk sholat Dhuhur dan Asar. Tujuannya agar penyelenggaraan sholat lima waktu dapat terselenggara dengan baik. Mengingat selama ini, penyelenggaraan sholat lima waktu, baru bisa terlaksana tiga waktu. Oleh karenanya, program pengurus masjid sederhana saja, agar penyelenggaraan sholat lima waktu itu tercapai. Salah satunya dnegan kehadiran muadzin dari generasi muda/remaja. Semoga pertemuan nanti malam lancar. Amin. []

Semarang, 14 Oktober 2020
Ditulis di Rumah jam 06.00 – 06.05 WIB.

Pengembangan Lembaga

Pengembangan Lembaga
Oleh Agung Kuswantoro

Salah satu bentuk pengembangan lembaga terhadap pegawainya adalah pelatihan dan pendidikan. Individu (baca:pegawai) yang sedang melakukan pelatihan atau studi merupakan “investasi” bagi lembaga.

Teori Human Capital (HC) mengatakan bahwa individu yang berinvestasi dalam pendidikan dan pelatihan akan meningkatkan tingkat keterampilan dan lebih produktif.

Dengan “sekolah” atau studi lanjut, ia dapat meningkatkan “pemasukan” dan produktifitas, terutama dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, dan menganalisis masalah.

Dengan demikian, investasi dalam bentuk “pendidikan” dan “pelatihan” merupakan bagian dari produktifitas individu atau lembaga.

Sudah berapa kalikah Anda melakukan pelatihan? Lalu, sudahkah dipraktikkan hasil pelatihan di lembaga Anda sebagai bentuk produktivitas di tempat Anda bekerja? Jangan sampai ikut pelatihan atau studi lanjut, namun produktivitasnya tidak ada. Ingat, organisasi/lembaga Anda adalah tempat yang membesarkan nama Anda dan yang telah memberikan salah satu pintu rejeki Anda. []

Semarang, 30 September 2020
Ditulis di Rumah jam 04.40 – 05.00 WIB

Renstra Bisnis Itu Manajemen Strategik

Renstra Bisnis Itu Manajemen Strategik
Oleh Agung Kuswantoro

Pernahkah Anda mendengar kata-kata Renstra dalam suatu lembaga? Saya yakin pernah. Namun, jika belum pernah atau memilikinya, maka lembaga tersebut perlu dicek keberadaannya.

Mengapa? Karena, strategi untuk mencapai tujuan lembaganya, pasti tidak jelas.

Manajemen strategik adalah sebuah upaya yang penuh disiplin untuk menghasilkan suatu keputusan dan tindakan yang bersifat mendasar (strategis). Dimana, keputusan tersebut dapat membentuk dan mengarah makna dari suatu organisasi, menentukan program utama, dan dilaksanakan melalui pendekatan, prosedur, indikator dan evaluasi yang sistematis dan berkelanjutan.

Singkat cerita penjelasan di atas adalah renstra bisnis itu manajemen strategis. Karena, renstra itu manajemen strategi, maka didalamnya ada progam, ukuran, sasaran program dan berkelanjutan.

Jadi, tidak asal membuat renstra. Oleh karenanya, jika ada suatu lembaga yang tidak memiliki renstra, hampir dikatakan secara pasti, bahwa tujuan lembaga tersebut tidak tercapai. Cara mencapai tujuan lembaga saja tidak ada, apalagi mau tercapai tujuan lembaganya.[]

Semarang, 30 September 2020
Ditulis di Rumah jam 03.30 – 03.45 WIB.

Berdisertasi=Berfilsafat

Berdisertasi=Berfilsafat
Oleh Agung Kuswantoro

Orang yang sedang mengerjakan disertasi, sebenarnya sedang berfilsafat. Berfilsafat tentang ilmu. Mulai dari apa yang diketahui, ciri-cirinya, bagaimana cara mengetahui, kriterianya, dan manfaatnya. Sehingga, ia akan berpikir dan berasio mengenai bidang yang ditelitinya.

Oleh karenanya, dalam kehidupan, ada beberapa golongan manusia berdasarkan pengetahuannya yaitu: (1) orang yang mengetahui tentang apa yang diketahuinya; (2) orang yang mengetahui tentang apa yang tidak diketahuinya; (3) orang yang tidak mengetahui tentang apa yang diketahuinya; (4) orang yang tidak mengetahui tentang apa yang tidak diketahuinya.

Nah, tinggal kita ada pada ranah golongan mana? Jangan sampai Anda tidak termasuk dalam keempat golongan tersebut. Artinya, Anda tidak berpikir sama sekali dalam hidup Anda. Tidak berfilsafat, maka Anda tidak berpikir. Sudahkah Anda berfilsafat dalam hidup Anda?

Semarang, 28 September 2020
Ditulis di Rumah jam 21.50 – 22.05 WIB.

Human Capital

Human Capital
Oleh Agung Kuswantoro

Saat ini, jika ingin berbisnis itu tidak harus bermodal banyak dan memiliki tanah yang luas. Ada yang modal yang sangat hebat yaitu manusia.

Ada sebuah teori, namanya Human Capital (HC). HC adalah modal intelektual yang bersifat kolektif, berupa kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang.

HC itu tidak berwujud nyata, namun dapat dirasakan. Istilahnya, ada staf yang “pinter” atau “cerdas”. Wujudnya berupa sumber daya manusia. HC merupakan salah satu aset intelektual capital yang harus dimiliki oleh suatu lembaga.

Harus dijaga keilmuan dan keintelektualnya, orang tersebut. Lembaga harus menampung dan mewadahi akan keilmuannya. Jangan sampai, ia lepas dari lembaganya. Karena, sekali lagi, ia adalah aset/modal utama bagi lembaganya. []

Semarang, 28 September 2020
Ditulis Dirumah jam 21.30 – 21.40 WIB.

Previous Older Entries