Sholat Khusyuk, Fiqih, dan Tauhid

Sholat Khusyuk, Fiqih, dan Tauhid

Oleh Agung Kuswantoro

 

Sholat khusyuk sangat dianjurkan oleh Allah, sebagaimana tertulis dalam surat Albaqarah ayat 45 yaitu, “Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk”.

 

Jika saya mengibaratkan khusyuk itu sebuah makanan, maka makanan ini belum tentu dinikmatinya. Makanan bisa dibeli atau diolah sendiri (dimasak), setelah itu makanan bisa dihidangkan dan dimakan. Kebanyakan orang, saat makan hanya sakadar memenuhi hasrat nafsu berupa lapar. Yang penting kenyang setelah lapar.

 

Jarang orang yang makan, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik saja. Misal, niat makan, setelah itu tenaga dari makanan tersebut untuk beribadah kepada Allah berupa sholat, membantu orang lain, bekerja demi mencari nafkah, dan aktivitas lainnya. Aktifitas tersebut bermodalkan tenaga atas makanan tadi, yang sudah diniatkan karena beribadah total kepada Allah.

 

Nah, sholat khusyuk juga demikian. Banyak orang muslim sholat, namun belum tentu meraih puncak khusyuk. Sholat khusyuk tidak semua merasakan. Dalam tulisan saya yang berjudul “Sholat Khusyuk Itu Pekerjaan Orang Beriman” (Kompasiana, 12 Desember 2014), dimana saya menemukan point bahwa ada enam pekerjaan orang beriman yaitu sholat yang khusyuk, menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak berguna, menjaga kemaluannya, menjaga amanat, dan menjaga waktu sholatnya. Itu semua tertulis dalam surat  Almukminun ayat 1-9.

 

Dalam terminologi seperti ini, sangat tepat menggunakan pendekatan ilmu tauhid, dimana ada rukun Islam, rukun iman, dan ihsan. Mari kita lihat yang pertama. Sholat adalah rukun Islam yang kedua. Orang yang tidak sholat, maka rukun Islam dalam dirinya tidak sempurna. Dalam fiqih disebutkan, bahwa syarat sah sholat adalah beragama Islam. Artinya, orang Kristen melakukan sholat, maka jelas tidak sah sholatnya, karena syaratnya tidak terpenuhi.

 

Sebagai orang Islam tidak cukup melakukan sholat, tetapi dari sini fiqih harus diterapkan, sehingga perlu dikaji tata cara (kaifiyah), lafal, haram, sunah, hingga yang membatalkan suatu pekerjaan sholat. Dampak mempelajari ini, semua adalah keteguhan atau kekuatan atas energi sholat. Output setelah melakuka sholat adalah ketenangan, sebagaimana arti dari khusuk itu sendiri. Bahkan, pernyataan Allah yaitu sholat sebagai penolong, Insya Allah bisa diraih, karena apa? Karena, kita sudah mengetahui essensi dari sholat tersebut. Sholat yang ia lakukan, bukan sakadar rutinitas berupa pekerjaan sholat, tetapi sholat yang penuh makna, hikmah, dan “nilai” yang memiliki dampak dalam kehidupannya seperti sholat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar.

 

Gampangannya, setelah orang melakukan sholat, ia tidak berbohong. Setelah orang melakukan sholat, ia tidak korupsi, dan setelah ia melakukan sholat, ia tidak melakukan perbuatan tercela. Menurut saya itulah sholat khusyuk.

 

 

Dengan demikian, sholat orang tersebut sudah termasuk dalam indikator ihsan, dimana ia sholat seakan-akan Allah melihatnya sangat dekat. Setelah ia sholat, seakan-akan, Allah mengawasinya. Kehadiran Allah selalu ada dalam hidupnya, karena dampak perbuatan sholat. Itulah ihsan dalam makna sholat.

 

Oleh karenanya, menurut saya, sholat bisa khusyuk dapat dilakukan dengan pendekatan ilmu, berupa fiqih, dan tauhid. Sholat khusyuk dapat diraih, bukan dengan cara “pelatihan sholat khusyuk” atau “metode/ trik agar sholat khusyuk, dan “workshop sholat khusyuk”. Semoga, kita bisa mengaji ilmu-ilmu Allah seperti fiqih dan tauhid agar bisa mengenal Allah melalui sholat khusyuk. Waallahu’alam.

 

 

Semarang, 4 September 2017

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: