Dibutuhkan Pimpinan Lembaga/Badan Yang Bermutu
Oleh Agung Kuswantoro
Sebuah Perguruan Tinggi (PT), hampir dipastikan memiliki lembaga/unit kerja yang menangani mutu/kualitas kinerja dari PT. Perguruan Tinggi memiliki kontrak kerja dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Termasuk, dari segi pembiayaan pun akan berdampak pada sebuah mutu PT.
Namanya, masing-masing sebuah lembaga/badan penjamin mutu. Misal, di UNNES dan UII dengan sebutan Badan Penjamin Mutu (BPM). Di Unissula dengan sebutan Badan Pengendalian Mutu Internal. Di UNDIP dengan sebutan Lembaga Pengembangan dan Penjamin Mutu Pendidikan (LP2MP). Di UPGRIS Semarang dan UNIKA dengan sebutan Lembaga Penjamin Mutu (LPM). Dan, di UNWAHAS dengan sebutan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan.
Sallis (201:71) mengatakan sebuah sistem jaminan mutu pendidikan harus mencakup elemen-elemen yaitu (1) pengembangan institusi/perencanaan strategis, (2) kebijakan mutu, (3) tanggung jawab manajemen, (4) organisasi mutu, (5) pemasaran dan publisitas, (6) penyelidikan dan pengakuan, (7) induksi, (8) penyediaan kurikulum, (9) bimbingan dan penyuluhan sebelum wisuda, (10) manajemen pembelajaran, (11) rancangan kurikulum, (12) rekruitmen, pelatihan, dan pengembangan, (13) kesempatan yang sama, (14) pengawasan dan evaluasi, (15) susunan administrasi, (16) tinjauan ulang institusi.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (2006) telah menerbitkan buku pedoman tentang penjamin mutu yang terdiri dari mutu proses pembelajaran, kurikulum prodi, sumberdaya manusia, kemahasiwaan, sarana dan prasarana, suasana akademik, keuangan, penelitian dan publikasi pengabdian kepada masyarakat, dan tata kelola.
Sedangkan menurut Margono (1996) TQM di PT meliputi lima unsur yaitu (1) fokus pada pelanggan, (2) perbaikan pada proses secara sistematik, (3) pemikiran jangka penjang, (4) pengembangan sumber daya manusia, dan (5) komitmen mutu.
Dari penjelasan di atas, bahwa lembaga/badan/unit kerja yang menangani sebuah “mutu” PT harus komitmen terhadap kinerjanya. Karena ia/lembaga/badan/unit tersebut sebagai ‘penopang’ sebuah mutu PT. Bisa dikatakan tanpa adanya lembaga mutu, maka kontrol sebuah kualitas PT akan “lepas”.
Namun, yang menjadi pengamatan penulis adalah sudah bermutukah orang yang menangani sebuah mutu di PT? Misal, mulai dari kualifikasi pendidikan minimal bergelar Dr. Syukur jabatan akademiknya, bergelar Profesor bagi ketua Lembaga/Badan. Ia memiliki karya yang “mumpuni” dibidangnya. Kemudian, mengajarnya, sangat disiplin dan “menyenangkan”. Setiap tahun menghasilkan publikasi Internasional yang terindeks Scopus atas hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dan, karya-karya ilmiahnya dapat dinikmati oleh masyarakat melalui penyuluhan dan pendampingan atas produk karya/ciptaaannya.
Jangan sampai, orang yang menangani mutu PT, dirinya tidak bermutu. Kuat dalam ucapan terkait mutu, namun lemah dalam praktik mutu. “Lihai” mengatakan bermutu kepada orang lain, tetapi “rapuh” dalam dirinya terkait mutu. Atau, bisa dikatakan “idealis” terkait mutu, OK. Tetapi “realitasnya”, kurang jos.
Oleh karenanya, Rektor selaku pimpinan tertinggi di PT harus selektif dalam memilih orang yang masuk dalam manajemen lembaga/badan penjamin mutu. Jangan sampai orang yang menangani mutu PT, dirinya tidak bermutu.
Mengingat dirinya yang selalu “mengkampanyekan” mengenai mutu di PT. Jadi, ketua/kepala lembaga/badan penjamin mutu harus bermutu terlebih dahulu. Karena ia, sebagai teladan mutu dalam PT di Universitas tersebut. []
Semarang, 5 April 2020